Klaim Kebenaran Kaum Salafi dan Dampaknya untuk Indonesia, 'Dakwah' Perebutan Masjid?
Kaum Salafi melakukan dakwah masif terhadap masjid-masjid ormas Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Dosen Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Ahmad Salehudin mengungkapkan bahaya seseorang memaknai agama secara tekstual atau hitam dan putih saja seperti kaum Salafi dan Wahabi.
Menurut Salehudin mereka yang menganuh pemahaman tersebut cenderung tidak toleran dan menyalahkan kelompok yang mempunyai cara beragama berbeda.
Di samping itu, kata Salehudin, mereka akan cenderung bermasalah dengan keindonesiaan yang berazaskan Pancasila. Dan dampak lainnya adalah mereka akan membawa Islam kepada kejumudan serta anti kemajuan.
"Bagi Indonesia yang multi agama (dan Multi keberislaman) dan multi budaya, keberislaman yang dibutuhkan adalah Islam yang moderat dan menghargai perbedaan.
Keberislaman yang tekstualis hitam putih akan cenderung menolak keragaman," ujar Salehudin saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (14/5/2024).
Isu Salafi dalam beberapa hari terakhir marak menjadi pembahasan umat Islam Indonesia, khususnya Muhammadiyah. Salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia ini merasa kaum Salafi telah masuk ke Ormas ini bahkan mengambil alih masjid bernafaskan Muhammadiyah.
Salehudin menilai banyaknya masjid-masjid Muhammadiyah yang dikuasai kelompok Salafi menunjukkan adanya penerimaan dari akar rumput Muhammadiyah terhadap keberislaman ala Wahabi-Salafi. Selain itu, ini juga seolah-olah membuktikan kedekatan Muhammadiyah dengan salafi-wahabi.
"Momentum ini dapat menjadi titik pijak Muhammadiyah untuk meneguhkan jati dirinya," kata Salehudin.
Menurut Salehudin menangani persoalan tersebut tentu organisasi mempunyai cara sendiri entah itu dilakukan secara tegas atau pelan-pelan. Hanya saja, Salehudin mempertanyakan apakah ketika kembali dikuasai mampu mengurus masjid tersebut.
Lebih lanjut, Salehudin menambahkan bahwa masalah ini sejatinya adalah momen intropeksi bagi organisasi. Bahkan tidak hanya Muhammadiyah namun juga Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Ormas Islam terbesar di Indonesia.
"Ini menjadi kritik bagi Muhammadiyah (dan juga NU) untuk meningkatkan kepedulian kepada umatnya. Jangan terlalu sibuk untuk ngurus organisasinya, dan lupa kepada umatnya," tuturnya.
Sementara itu, menanggapi banyak merebut masjid milik ormas Islam Indonesia, baik masjid Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama (NU), pakar Sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abd Faiz Aziz menjelaskan, fenomena itu merupakan bagian dari dinamika perjumapaan antar kelompok di internal satu agama.
"Rebutan mimbar, rebutan mic, rebutan jamaah di masjid, ingin nguasai masjid, bikin liqo atau kelompok kajian di masjid adalah bagian dari upaya perebutan ruang ekspresi keberagamaan kelompok di internal agama, dan itu terjadi di mana-mana," ujar Faiz saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (12/5/2024).
Dia menuturkan, kelompok NU dan Muhamadiyah adalah kelompok keberagamaan yang mapan di Indonesia. Menurut dia, dua organisasi besar ini telah mempunyai banyak masjid dan lembaga pendidikan umat.
"Namun belakangan muncul kelompok keberagamaan yang sering disebut dengan Salafi masuk pada masjid-masjid NU dam MD dengan tujuan mengembalikan praktik keberagamaan yang benar menurut mereka, kaffah, sesuai dengan praktik keislaman zaman nabi dan salafusaleh," ucap Faiz.
Menurut Faiz, kaum Salafi tersebut tentu menyasar masjid-masjid NU dan Muhammadiyah, karena dua organisasi keislaman ini menjadi “penguasa” madzab keberislaman di Indonesia.
"Kelompok Salafi ini memiliki semangat dakwah dan mencoba meberikan altefnatif penjelasan dari keislaman yang dipraktikkan NU dan MD. Pelan-pelan mereka merebut ruang masjid meski belakangan NU dan MD memiliki ragam reaksi atas munculnya kelompok ini," kata Faiz.
Namun, menurut Faiz, perebutan masjid NU dan Muhammadiyah oleh kelompok Salafi tersebut justru harus menjadi kritik pada pengelola masjid NU dan Muhammadiyah untuk meningkatkan ruhud dakwah mereka dalam mengelola umat.
"Penyakit kelompok yang mapan cenderung tenang dan santai, sementara kelompok kecil model Salafi agak menggebu-gebu dalam beragama, semangat juang hinggga kaderisasi mereka lakukan," jelas Faiz.
"Karena itu kalangan NU dan Muhammadiyah mesti lebih semangat lagi mengelola umat dan masjidnya sesuai dengan tradisi mereka masing-masing yang moderat," ucap Faiz.