Uni Eropa Desak Israel Segera Akhiri Serangan ke Rafah

Serangan Rafah semakin mengganggu distribusi bantuan kemanusiaan.

AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina yang mengungsi akibat serangan udara dan darat Israel di Jalur Gaza berjalan melalui tenda kamp darurat di Rafah, Gaza, Jumat, 10 Mei 2024.
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan Israel bahwa kegagalan untuk mengakhiri operasi militer di Rafah, kota paling selatan Jalur Gaza akan merusak hubungan dengan blok tersebut.

Baca Juga


"Uni Eropa menyerukan kepada Israel untuk menahan diri agar tidak semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza dan membuka kembali titik penyeberangan Rafah," kata Borrell, Rabu (15/5/2024).

"Jika Israel melanjutkan operasi militernya di Rafah, hal ini pasti akan membebani hubungan Uni Eropa dengan Israel," katanya.

Borrell mengatakan serangan Rafah semakin mengganggu distribusi bantuan kemanusiaan dan menyebabkan lebih banyak pengungsian internal, paparan kelaparan dan penderitaan manusia.

Pernyataannya juga menyerukan kepada semua pihak untuk meningkatkan upaya mereka untuk mencapai gencatan senjata segera dan pembebasan tanpa syarat semua tawanan.

Sebelumnya dilaporkan Menteri Kesehatan Otoritas Palestina Majed Abu Ramadan mengatakan tanggung jawab hancurnya layanan kesehatan Jalur Gaza dapat dijatuhkan pada Israel yang terus menggelar serangan ke kantong pemukiman tersebut. Abu Ramadan juga meminta masyarakat internasional melakukan intervensi untuk menyelamatkan sistem kesehatan di Jalur Gaza.

Pada Selasa (14/5/2024) kemarin ia mengatakan Otoritas Palestina seang berusaha mengirimkan tim medis ke Gaza untuk mengobati "kasus-kasus sulit." Sebab Israel menolak mengizinkan sejumlah warga Palestina yang terluka dan sakit meninggalkan Jalur Gaza untuk menjalani pengobatan.

Sementara itu, badan amal Inggris, Save the Children, mengeluarkan pernyataan yang berisi laporan dari seorang stafnya di Gaza yang menggambarkan kondisi mengerikan yang dihadapi penduduk Rafah yang terpaksa mengungsi.

"Ini kelima kalinya kami dipaksa pindah, mengikuti perintah relokasi terbaru. Awalnya kami dipindahkan dari Gaza ke Khan Younis, kemudian ke daerah lain di Rafah dan sekarang ke Deir el-Balah. Ini menghancurkan mental kami," kata staf Save the Children itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler