JK: Saya Bingung Kenapa Karen Agustiawan Jadi Terdakwa
JK menjelaskan pembelian LNG itu termasuk instruksi yang tercantum dalam Perpres.
Republika/Thoudy Badai
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan kebingungannya ketika Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan duduk di kursi pesakitan. JK merasa Karen hanya menjalankan tugasnya sebagai orang nomor satu di Pertamina saat itu.
Baca Juga
Hal itu dikatakan JK saat hadir sebagai saksi meringankan bagi eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Karen terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada tahun 2011-2014.
"Saya juga bingung kenapa dia (Karen) jadi terdakwa. Bingung karena dia menjalankan tugasnya," kata JK dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (16/5/2024).
JK menjelaskan pembelian LNG itu termasuk instruksi yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006. Sebab dalam aturan itu Pertamina wajib memenuhi energi gas bumi sebesar 30%. "Instruksinya (kepada Pertamina) harus dipenuhi di atas 30 persen," ucap JK.
JK juga mengingat pernah ikut membahas hal ini. Tapi JK tak tahu kalau Pertamina mengalami untung atau rugi saat itu.
"Kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis ada dua kemungkinannya untung atau rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum maka semua BUMN karya harus dihukum," ujar JK.
JK menyebut kalau kerugian jadi patokan penghukuman, maka semua perusahaan milik negara bisa disanksi. "Ini bahayanya, kalau semua perusahaan yang rugi dihukum, semua perusahaan negara dihukum," ujar JK.
Dalam perkara ini, Karen didakwa memperkaya sejumlah pihak termasuk dirinya sendiri. "Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri Terdakwa sebesar Rp1.091.280.281,81 dan USD104,016.65 (Rp 1,6 miliar), serta memperkaya suatu korporasi yaitu CORPUS CHRISTI LIQUEFACTION, LLC seluruhnya sebesar USD113,839,186.60 (Rp 1,77 triliun)," ujar JPU KPK dalam surat dakwaan.
Tindakan Karen dipandang JPU KPK menimbulkan kerugian keuangan negara. Kerugian ini dikalkulasi berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Pengadaan LNG (Liquified Natural Gas) CORPUS CHRISTI
LIQUEFACTION LLC (CCL) pada PT PERTAMINA (Persero) dan Instansi
Terkait Lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
"Mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT PERTAMINA (Persero) sebesar
USD113,839,186.60 (Rp 1,77 triliun)," ujar Karen.
Selain itu, JPU KPK memandang Karen justru menyalahgunakan jabatan yang diberikan kepadanya selaku Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014.
"Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yaitu terdakwa selaku Direktur Utama PT PERTAMINA," ujar JPU KPK.
Atas dasar itulah, Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan, Jaksa KPK mengungkap Karen Agustiawan sebagai Dirut PT Pertamina saat itu melakukan komunikasi dengan pihak Blackstone yang merupakan salah satu pemegang saham Cheniere Energy dengan tujuan untuk mendapatkan jabatan dan memperoleh jabatan sebagai Senior Advisor pada Private Equality Group Blackstone. Blackstone tercatat merupakan salah satu pemegang saham dari Cheniere Energy. Adapun Corpus merupakan anak usaha Cheniere Energy.
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler