Ubah Lanskap Industri BPR dan BPR Syariah, OJK Terbitkan Aturan Ini
penerbitan peraturan OJK demi penguatan BPR yang diharapkan tingkatkan kepercayaan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah) untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah. Hal tersebut sesuai amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“Ketentuan ini penting karena akan mengubah lanskap industri BPR dan BPR Syariah dalam menghadapi tantangan dan persaingan di masa mendatang," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (18/5/2024).
Dia menjelaskan, penerbitan peraturan OJK tersebut merupakan upaya penguatan yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPR Syariah. POJK 7/2024 ditujukan untuk terus mendorong agar BPR dan BPR Syariah dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing serta diharapkan mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.
Menurut Dian, POJK tersebut merupakan upaya OJK untuk terus meningkatkan pengawasan secara optimal. "Hal ini mengingat berdasarkan hasil pengawasan, OJK menemukan beberapa kelemahan struktural termasuk fraud sehingga BPR atau BPR Syariah tersebut harus ditutup demi penyehatan sistem perbankan dan perlindungan konsumen," ucap Dian.
POJK 7/2024 yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024 mengatur aspek kelembagaan BPR atau BPR Syariah. Hal itu mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham.
Dian berharap POJK ini dapat meningkatkan level of playing field BPR dan BPR syariah. Selain itu juga memperkuat kapasitas permodalan industri BPR dan BPR syariah.
"OJK meyakini kebijakan konsolidasi BPR dan BPR Syariah dapat menjadikan industri lebih efisien dan semakin berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat," tutur Dian.
POJK tersebut memuat sejumlah kebijakan strategis dalam rangka mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah antara lain:
1. Kesempatan bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui aksi penawaran umum efek melalui pasar modal.
2. Kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan termasuk kewajiban konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah yang berada dalam kepemilikan pemegang saham pengendali yang sama. Kebijakan tersebut diharapkan dapat secara cepat
memperkuat permodalan, memastikan kecukupan infrastruktur teknologi informasi, memperkuat tools penerapan manajemen risiko dan tata kelola, sehingga dapat mendorong penguatan daya saing industri BPR dan BPR syariah.
3. Semangat efisiensi lembaga jasa keuangan yang memperkenankan Lembaga Keuangan Mikro untuk melakukan aksi penggabungan dengan BPR atau BPR syariah.
4. Penyempurnaan aspek kelembagaan lain seperti jaringan kantor untuk mengakomodir arah pengembangan dan penguatan BPR dan BPR syariah. Kewajiban konsolidasi bagi BPR atau BPR Syariah grup tersebut wajib diselesaikan paling lama dua tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR Syariah nonpemerintah daerah, dan paling lama tiga tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR syariah milik pemerintah daerah.