Terungkap Netanyahu Hambat Kepala Intelijen Israel Bertemu Amerika Serikat
Netanyahu halangi Amerika Serikat peroleh fakta Gaza
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW— Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah beberapa kali melarang kepala badan intelijen dan keamanan Israel mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Amerika Serikat sejak 7 Oktober, menurut berita dari media Axios pada Ahad (19/5/2024).
Dengan mengutip dari tiga pejabat Amerika Serikat dan Israel, Axios melaporkan bahwa dari delegasi Kongres Amerika Serikat yang telah melakukan perjalanan ke negara Zionis tersebut selama eskalasi konflik Gaza, hanya satu yang pernah bertemu dengan kepala badan intelijen dan keamanan Israel, yang mengindikasikan adanya penurunan drastis dalam jumlah kontak.
Terakhir kali Netanyahu melarang pimpinan badan tersebut berbicara dengan pejabat AS adalah sekitar tiga pekan lalu, ketika Senator Amerika Serikat Marco Rubio berkunjung ke Israel, ungkap Axios.
"Ada beberapa kasus yang seperti itu," kata seorang pejabat Amerika Serikat yang dikutip oleh portal berita tersebut.
Pejabat tersebut berkeyakinan bahwa Netanyahu "berusaha mencegah pemerintah Amerika Serikat mendapatkan informasi yang bertentangan dengan kebijakannya."
Namun, upaya tersebut hanya berhasil sebagian, karena pejabat Israel dan Amerika Serikat memiliki banyak solusi untuk menjalin kontak, menurut laporan pejabat tersebut.
Sementara itu, pada akhir pekan lalu Menteri Israel Benny Gantz pada Sabtu mengancam akan mengundurkan diri dari kabinet darurat pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu jika rencana operasi militer di Jalur Gaza gagal diadopsi pada 8 Juni.
"Kita sekarang berada di simpang jalan yang fatal, ketika pemimpin negara harus melihat gambaran yang lebih besar, mengetahui risiko dan peluang, dan merumuskan strategi nasional yang diperbarui," katanya dalam sebuah jumpa pers.
"Agar bisa berjuang bahu-membahu, kabinet perang ini mesti merumuskan dan menyetujui rencana aksi sampai 8 Juni, yang akan menerapkan enam tujuan strategis yang berdampak secara nasional," kata Grantz, menambahkan.
Menteri tanpa departemen itu menekankan bahwa dirinya akan meninggalkan pemerintahan jika kabinet gagal menyetujui rencana aksi sampai waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Tujuan-tujuan strategis yang disebut Gantz mencakup pembebasan sandera, menumbangkan pemerintah Hamas di Gaza, demiliterisasi di wilayah kantong Palestina itu.
Israel juga berencana mengambil kendali keamanan di Gaza dan membentuk pemerintahan sipil di wilayah itu dengan melibatkan Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan Arab, serta warga Palestina.
Ancaman mundur Gantz itu telah memicu kecaman dari menteri-menteri Israel lain yang meminta agar dia dipecat sebagai menteri, menurut laporan Times of Israel.
Sebelumnya pada 7 Oktober 2023, gerakan Palestina Hamas melancarkan serangan roket skala besar terhadap Israel dan melanggar perbatasan, menyerang kawasan sipil dan pangkalan militer. Hampir 1.200 orang di Israel tewas dan sekitar 240 lainnya diculik dalam serangan itu.
Israel menanggapinya dengan melancarkan serangan balasan, memerintahkan blokade total terhadap Gaza, dan memulai serangan darat ke daerah kantong Palestina dengan tujuan untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Lebih dari 35.400 orang telah terbunuh sejauh ini akibat serangan Israel di Jalur Gaza, kata pihak berwenang setempat. Selain itu, lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.