OJK Persiapkan Tahapan IPO BPR dan BPRS, Fokus pada Kesehatan dan Permodalan

OJK sebut nantinya akan ada pengelompokan menjadi tiga jenis BPR/S berdasar tiering

Tim Infografis Republika.co.id
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) untuk bank perkreditan rakyat (BPR)
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) untuk bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) akan dilakukan secara bertahap.


"Kita benar-benar akan selektif, akan secara gradual dan secara bertahap. Tentu kita akan mulai membolehkan BPR-BPR ini secara tahapan-tahapan. Kita sedang perkuat ini sebenarnya, bagaimana persyaratan-persyaratannya," kata Dian di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Dian menambahkan nantinya akan ada pengelompokan menjadi tiga jenis BPR/S berdasarkan tingkatan atau tiering. Setiap tiering merefleksikan tingkat kesehatan dan permodalan yang dimiliki oleh BPR/S.

"Ini yang sedang kita kerjakan secara lebih detail sebelum memang bisa IPO," imbuh dia.

Dian juga mengingatkan bahwa tidak semua BPR/S bisa melantai di bursa, sebab terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi BPR/S terlebih dahulu. Reputasi BPR juga akan dipertaruhkan apabila mereka menyelenggarakan IPO.

"Tidak sembarangan (BPR yang menyelenggarakan IPO). Karena kita akan memastikan bahwa investor tidak akan dirugikan. Kan bahaya nanti kalau kinerja BPR malah tidak baik, investor akan tidak percaya lagi kepada BPR," kata dia.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK menerbitkan POJK No 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPRS yang berlaku sejak 30 April 2024.

POJK tersebut dirancang untuk memperkuat kelembagaan dan permodalan BPR/S melalui konsolidasi dengan cara penggabungan atau peleburan, serta perintah pelaksanaan penggabungan atau peleburan terutama bagi BPR dan BPRS grup dalam kepemilikan pemegang saham pengendali (PSP) yang sama atau dikenal dengan pendekatan single presence policy.

Pengaturan dalam POJK itu juga sekaligus membuka kesempatan bagi BPR dan BPRS untuk memperluas akses permodalan melalui aksi penawaran umum efek melalui pasar modal.

BPR dan BPRS yang dapat melantai di bursa efek harus memenuhi persyaratan yang memperhatikan antara lain permodalan yang baik, tingkat kesehatan, tata kelola yang baik, dan manajemen risiko yang efektif.

Adapun persyaratan-persyaratan tersebut tertuang dalam Pasal 35 POJK 7/2024. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penawaran umum efek melalui pasar modal dilakukan dalam bentuk efek bersifat ekuitas dan/atau efek bersifat utang berupa obligasi bagi BPR atau sukuk bagi BPRS.

BPR/S yang akan melakukan penawaran umum harus memenuhi persyaratan termasuk modal inti paling sedikit Rp 80 miliar.

Syarat lain yaitu penilaian tata kelola dengan predikat paling rendah peringkat 2, penilaian profil risiko paling rendah peringkat 2, serta tingkat kesehatan paling rendah peringkat komposit 2, yang mana keseluruhannya dinilai dalam dua periode terakhir.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler