Sejarah Panjang Peran Norwegia dalam Konflik Israel-Palestina

Norwegia baru saja mengakui negara Palestina.

Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina
Rep: Lintar Satria Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,OSLO -- Norwegia yang baru saja mengakui negara Palestina merupakan fasilitator perundingan Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO tahun 1992-1993 yang mengarah pada Perjanjian Oslo.

Baca Juga


Perundingan ini titik tinggi hubungan Israel-Palestina. Puncaknya upacara penandatanganan di halaman Gedung Putih pada 13 September 1993.

Perjanjian ini dimaksudkan sebagai langkah sementara untuk membangun kepercayaan dan menciptakan rungan untuk perjanjian damai permanen

Salah satu anggota tim Norwegia yang ikut menengahi perjanjian itu, Jan Egeland mengatakan pengumuman Norwegia, Spanyol, dan Irlandia merupakan langkah "simbolis" sebagai pesan pada Israel pendudukan di wilayah Palestina harus diakhiri.

"Ini merupakan tanda bagi pihak yang lebih kuat cara yang sekarang ini tidak dapat dilanjutkan," kata Egeland, yang kini menjabat sebagai kepala LSM Norwegian Refugee Council, yang berada di Gaza, kepada para wartawan di Oslo, Rabu (22/5/2024). 

"Satu pihak tidak bisa menjadi penjajah dan pihak lain tidak bisa tetap dijajah. Itu tidak akan berhasil. Hal itu akan menyebabkan pertumpahan darah di kedua belah pihak."

"Strategi yang saya yakini pada tahun 1993,  kita akan memiliki sebuah negara Palestina, sebagai bagian dari negosiasi antara kedua belah pihak, telah gagal.''

"Semakin banyak negara di dunia sekarang telah melihat bahwa kita perlu mengakui adanya dua negara, dan sekarang mari kita negosiasikan batas antara keduanya dan bagaimana membangun keduanya bersama-sama," tambahnya.

Sejak perundingan Oslo, Norwegia memimpin kelompok koordinasi pendonor internasional yang memberikan bantuan ke wilayah Palestina, Ad Hoc Liaison Committee (AHLC). Dalam upaya untuk memperkuat Otoritas Palestina, yang dibentuk Perjanjian Perdamaian Oslo.

Dalam beberapa dekade terakhir Norwegia  terlibat dalam beberapa proses perdamaian dan memiliki tradisi untuk berbicara dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik, yang memiliki konsensus yang luas di seluruh partai politik. Dalam kasus Timur Tengah, hal ini berarti Oslo berhubungan dengan Hamas dan Iran. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler