Jelang Final Piala FA, Dominasi Manchester City Belum Tunjukkan Tanda-Tanda Melemah

Dalam empat musim terakhir, City mengumpulkan rata-rata 89,75 poin di Liga Inggris.

AP Photo/Alastair Grant
Manchester United
Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Goresan Manchester City di buku rekor berpeluang berlanjut akhir pekan ini pada final Piala FA. Cengkeraman mereka atas sepak bola Inggris tidak menunjukkan tanda-tanda akan melemah dalam waktu dekat.

Baca Juga


Kemenangan atas Manchester United (MU), yang dominasinya kini memudar dan tinggal kenangan, akan membuat City menjadi klub pertama yang memenangkan gelar ganda Liga Primer Inggris dan Piala FA dalam dua musim berturut-turut. 

Final Piala FA datang sepekan setelah City memastikan gelar keempat Liga Primer Inggris secara berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya, tepatnya pada Sabtu (25/5/2024) di Wembley. Ini juga terjadi setahun setelah tim asuhan Pep Guardiola menyamai treble winners MU pada tahun 1999 dengan menjuarai Liga Champions untuk pertama kalinya. 

Jika mereka mengalahkan MU, dan hanya sedikit yang mengharapkan hasil lain, itu akan menjadi trofi besar ke-21 yang dimenangkan City sejak Sheikh Mansour dari Abu Dhabi mengakuisisi klub tersebut pada 2008.

Arsenal nyaris menekan mereka musim ini, tapi gagal mencegah City mengklaim gelar keenam mereka dalam delapan musim di bawah asuhan Guardiola. Mengalahkan City membutuhkan kesempurnaan, seperti yang diketahui oleh manajer Arsenal Mikel Arteta dan pelatih Liverpool Jurgen Klopp.

Statistik tidak berbohong 

Dalam empat musim terakhir, City mengumpulkan rata-rata 89,75 poin di Liga Inggris. Dari klub-klub yang paling mungkin mengancam monopoli mereka, Liverpool rata-rata 77,5, Arsenal 75,7, Manchester United 66,7, Tottenham Hotspur 64,75 dan Chelsea 62.

Sejak 2015, City telah melampaui total poin yang diharapkan berdasarkan tagihan gaji pemain sebanyak 15 poin -- dua kali lipat dari klub terbaik berikutnya yaitu Brighton & Hove Albion -- menurut FT.

Terlebih lagi, pembelanjaan bersih City untuk pemain dalam lima tahun terakhir adalah 379 juta euro (Rp 6,6 triliun), menurut transfermarkt.co.uk. Hal ini membuka bab baru, karena para pesaingnya justru jor-joran tapi gagal memetik hasil. Chelsea menghabiskan 800 juta euro (Rp 14 triliun), MU 694 juta euro (Rp 12,1 triliun), Arsenal 638 juta euro (Rp 11,1 triliun), dan Tottenham 537 juta euro (Rp 9,4 triliun). 

Dan Plumley, pakar keuangan sepak bola di Universitas Sheffield Hallam, mengatakan semua orang berusaha mengejar ketertinggalan dalam lanskap keuangan yang semakin terbatas.

“City tidak perlu mengeluarkan banyak uang tetapi mereka mungkin akan menambah dua atau tiga pemain setiap tahunnya,” katanya kepada Reuters.

“Orang-orang berbicara tentang kesenjangan antara enam besar, atau tujuh jika Anda memasukkan Newcastle United, dan sisa liga, namun kini ada juga kesenjangan antara City dan beberapa klub tersebut.”

Aturan Finansial dan Keberlanjutan Liga Primer menghambat klub-klub seperti Everton dan Nottingham Forest musim ini ketika mereka berusaha bersaing dengan klub-klub besar.

Aturan-aturan tersebut, yang dikritik...

 

Aturan-aturan tersebut, yang dikritik karena memperlebar kesenjangan antara klub-klub papan atas dan klub-klub lainnya, kemungkinan akan digantikan dengan pembatasan pengeluaran ala UEFA mulai tahun 2025-26.

"Mereka mengatakan kepada klub-klub bahwa Anda hanya bisa berinvestasi pada tingkat tertentu, dan kemudian pertanyaannya adalah apakah investasi itu cukup untuk mengejar City dan saya tidak percaya itu akan didasarkan pada angka-angka, itu bisa menjadi anti-kompetitif bagi sebagian orang," kata Plumley.

Meskipun City terlihat tak tergoyahkan, ada awan yang membayangi. Pekan lalu, Guardiola mengisyaratkan bahwa musim depan berpotensi menjadi musim terakhirnya. City juga harus menghadapi 115 dakwaan Liga Primer atas dugaan penyimpangan keuangan sejak tahun 2009, yang mereka sangkal keras.

Beberapa orang berpendapat bahwa pengurangan poin dalam jumlah besar, jika mereka terbukti bersalah, dapat mengatur ulang keseimbangan kekuasaan.

“Hal ini dapat mengubah dinamika dalam jangka pendek, tapi apakah hal ini akan mengubah dinamika dalam jangka panjang?” kata Plumley.  

“Akan ada saatnya segalanya berubah besar di City, terlepas dari apa yang mungkin terjadi atau tidak dengan tuduhan tersebut. Klub ini sudah diatur dengan baik secara organisasi dan infrastruktur untuk terus memberikan keuntungan di lapangan.”

Dominasi City telah menimbulkan pertanyaan tentang Liga Primer yang dianggap paling kompetitif di dunia. Namun Plumley menyebut kebangkitan Aston Villa dan perjuangan Chelsea sebagai contoh alur cerita menarik yang akan terus menjadikannya sukses besar.

“Secara teori, jika Anda kehilangan keseimbangan kompetitif dalam ekosistem Anda, produk tersebut akan menurun dan menjadi kurang menarik bagi lembaga penyiaran,” kata Plumley.

“Tapi kita belum melihat hal itu dan biaya penyiaran sudah naik, bukan turun, jadi Liga Primer mungkin tidak berpikir mereka punya masalah yang harus diselesaikan.” 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler