Kembali Muncul Pertanyaan di Musim Haji: Bolehkah Minum Air Kencing Unta?
Ulama berbeda pendapat soal hukum minum air kencing unta
Oleh: Muhyiddin, jurnalis Republika.co.id, dari Makkah Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH – Puluhan ribu jamaah calon haji (Calhaj) Indonesia saat ini sedang berada di Makkah untuk menunaikan ibadah umroh wajib dan mengikuti rangkaian ibadah puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Hingga Selasa (28/5/2024), sudah ada 87 ribu-an jamaah yang sampai ke Makkah.
Saat berada di Makkah, beberapa orang biasanya menyempatkan meminum air kencing unta sebagai obat. Kencing-kencing unta itu biasanya diletakkan di botol-botol bekas minuman dan dijual kepada para pengunjung.
Sementara, ada penjelasan bahwa air kencing hewan itu termasuk benda najis yang haram dikonsumsi dalam Islam. Lalu, bagaimana sebenarnya hukum minum kencing unta dalam Islam?
Salah satu pengutus Bimbingan Ibadah (Bimbad) Daker Makkah PPIH Arab Saudi, KH Moqsith Ghazali menjelaskan, apapun yang dikonsumsi umat Islam bukan hanya harus dilihat secara syariat, tapi juga harus menyehatkan.
Menurut dia, ada makanan atau minuman yang boleh saja untuk dikonsumsi, tapi belum tentu menyehatkan. Misalnya, Nabi Muhammad SAW itu suka makan daging kambing, terutama paha kambing. Bagi Nabi SAW, kata dia, daging kambing itu tidak ada masalah.
Namun, bagi orang yang berpenyakit dan itu membahayakan, maka berdasarkan pertimbangan medis tidak bisa dimakan. Makanya, kata dia, di dalam Alquran dinyatakan harus halalan thayyiban.
"Nah, begitu juga misalnya mengenai kencing unta, bisa saja ada sebagian ustaz merujuk ke dalam narasi di dalam kitab-kitab membolehkan minum kencing unta, tapi secara medis apakah dia menyehatkan? Kalau tidak menyehatkan bahkan membahayakan terhadap tubuh, ya bisa diharamkan," kata Kiai Moqsith saat diwawancara di Kantor Daker Makkah, Selasa (28/5/2024).
Misalnya, tambah dia, ada juga sebuah narasi bahwa kalau ada lalat yang hinggap ke dalam minuman, maka harus ditenggelamkan. Karena satu sayapnya adalah penyakit dan satu sayapnya adalah obat.
"Tapi kalau itu dalam pertimbangan medis misalnya tidak menyehatkan, membahayakan karena lalatnya membawa bakteri dan lain sebagainya, ya tidak boleh diminum," jelas Kiai Moqsith
"Jadi minuman dan makanan itu tidak hanya halal secara syariat, tai juga thayyib berdasarkan penjelasan medis," kata pakar Ushul Fiqih ini.
Dia menambahkan, kenajisan air kencing unta sendiri telah menjadi perselisihan di kalangan ulama. Sebagian ulama menyatakan tidak najis, karena dagingnya boleh dimakan.
Sedangkan ulama lainnya menyatakan, setiap barang yang keluar dari dua lubang binatang atau manusia, hukumnya najis dan haram untuk dikonsumsi, kecuali dalam kondisi darurat atau tidak ada obat lain.
Maka dalam kondisi darurat itu diperbolehkan sampai kedaruratannya hilang. Dalam kaidah fikihnya disebutkan: “Ad-dhorurotu tubiihul mahzhuroot”. Artinya, kondisi darurat menyebabkan dibolehkannya hal-hal yang diharamkan.
"Tapi saya kira bukan hanya soal debat fikihnya yang perlu didiskusikan, tapi apakah menyehatkan atau tidak, membahayakan terhadap tubuh atau tidak. Karena, La Dharara wala Dhirar, tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan orang lain," jelas dia.