Kisah Tukang Pijat Disabilitas Netra Asal Bali, Sisihkan Penghasilan untuk Naik Haji
Kasiyo bernadzar di 2011 untuk menyisihkan uang jasa dari penghasilannya memijat.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Calon jamaah haji asal Provinsi Bali memasuki Asrama Haji Embarkasi Surabaya, salah satunya penyandang disabilitas netra.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kabid PHU Kanwil Kemenag) Bali Syarif Hidayatullah menjelaskan total calon haji berjumlah 751 orang.
"Jamaah calon haji dari Bali tergabung dalam kelompok terbang atau kloter 71 dan 72 Embarkasi Surabaya. Dijadwalkan terbang ke Tanah Suci pada Jumat, 31 Mei 2024," katanya saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis (30/5/2024).
Syarif mengapresiasi pelayanan one stop service bagi jamaah calon haji dalam proses embarkasi di Asrama Haji Surabaya. Pelayanan ini mengintegrasikan pemeriksaan kesehatan, penyerahan paspor dan pembagian living cost bagi masing-masing jamaah calon haji dalam satu atap di Asrama Haji Embarkasi Surabaya.
"Pelayanan yang luar biasa dari Kanwil Kemenag Jawa Timur dalam proses embarkasi, jadi semua jamaah calon haji, khususnya yang dari Bali, terlayani dengan baik," ujarnya.
Baca di halaman selanjutnya...
Salah satu calon haji yang terbantu dengan kemudahan pelayanan one stop service di Asrama Haji Embarkasi Surabaya adalah penyandang disabilitas tuna netra Kasiyo Joyowiono. Kakek tujuh anak yang kini berusia 70 tahun asal Tabanan, Bali ini mengaku telah menyandang tuna netra sejak balita.
"Cerita dari orang tua, waktu saya berusia dua tahun sakit panas, lalu berdampak pada kebutaan sampai sekarang," katanya.
Kasiyo mendaftar haji di tahun 2013 setelah menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilannya sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Sosial Bali, selain juga menjalani profesi sebagai tukang pijat yang ditekuninya sejak 1975.
"Sekarang sudah pensiun jadi ASN. Tapi sebenarnya saya sudah jadi tukang pijat sebelum jadi ASN," ujarnya.
Sebagai tukang pijat, Kasiyo sudah tergolong master. "Saya juga guru pijat bagi penyandang tuna netra," ucapnya.
Baca di halaman selanjutnya...
Kasiyo bernadzar di tahun 2011 untuk menyisihkan uang jasa dari penghasilannya memijat sebagai tabungan agar bisa naik haji demi menunaikan rukun Islam ke lima. "Pasien saya sehari bisa empat, itu berarti uang jasanya hanya untuk keluarga," katanya.
Tapi kalau lebih, misal sehari ada enam pasien, uang jasa dari dua pasien ini masuk tabungan untuk biaya pergi haji. "Saya niatkan begitu biar tidak menelantarkan keluarga," ucapnya.
Tahun 2013, tabungannya mencapai Rp 25 juta dan langsung disetorkan untuk mendaftar haji. Untuk melunasi biaya haji yang tahun ini mencapai Rp56 juta, Kasiyo menabung dengan cara yang sama, menyisihkan penghasilan dari uang jasa pijat setiap hari.
Kasiyo bersyukur tahun ini mendapat panggilan berangkat ke Tanah Suci. "Tentu senang dan bersyukur, walaupun dari uang tabungan yang terkumpul hanya bisa berangkat untuk saya seorang diri," katanya.