Ekonomi Syariah Indonesia Masih Nomor 3 Dunia, Airlangga: Tidak Masuk Akal
Ekonomi syariah Indonesia berada di peringkat tiga, setelah Malaysia dan Arab Saudi.
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Indonesia harus meningkatkan ekonomi syariah agar menjadi nomor satu di dunia.
Berdasarkan laporan State of The Global Islamic Economy (SGIE) 2023, ekonomi syariah tanah air berada di peringkat tiga, di bawah Arab Saudi yang menempati posisi kedua dan Malaysia urutan pertama.
“Ini sebetulnya tidak masuk akal karena jumlah penduduk kita 280 juta. Bandingkan dengan Malaysia yang mungkin setara bahkan sedikit lebih kurang dari Jawa Barat, demikian juga dengan Saudi. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan agar ekonomi syariah kita bisa nomor satu di dunia,” kata Airlangga dalam agenda Milad Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Ke-46 di Pondok Pesantren Mama Bakry, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2024).
Hingga saat ini, ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia telah berkembang, terutama dalam bidang investasi keuangan syariah, makanan dan minuman halal, modest fashion, farmasi, kosmetik dan wisata ramah Muslim.
Sebagai salah satu negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, Indonesia disebut masih memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Hal ini tergambar dari adanya sekitar 4,8 juta santri dan 39,6 ribu pondok pesantren (ponpes) di Indonesia.
Secara lebih spesifik, sebanyak 12.469 pesantren atau hampir 40 persen dari total pesantren memiliki potensi secara ekonomi di bidang pertanian, peternakan, perikanan serta usaha mikro kecil.
“Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pembelajaran keagamaan, juga memiliki tanggung jawab besar untuk pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat,” ungkap Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga mendorong keuangan inklusif yang merupakan komponen penting dalam proses inklusi sosial dan ekonomi.
Pemerintah sendiri dinyatakan telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020, sehingga dapat dilakukan akselerasi perluasan akses keuangan kepada masyarakat dengan memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, industri jasa keuangan, organisasi masyarakat, serta lembaga pendidikan seperti ponpes.
“Saya berharap target inklusi keuangan 90 persen bisa dicapai apalagi dengan kerja sama pesantren-pesantren,” ucap dia.