Mantan Hakim MK: Batal Demi Hukum, Pileg DPD Sumbar Perlu Coblos Ulang

Suhartoyo bicara soal idak perlunya pencabutan hak poliik bagi yang menjalani jeda.

istimewa/tangkapan layar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo, memimpin jalannya sidang sengketa hasil Pileg DPD Sumbar.
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan, mengatakan Pemilu Legislatif (Pileg) DPD daerah pemilihan Sumatera Barat (Sumbar) adalah tidak sah. Hal ini karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menjalankan putusan pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta, yang sudah inkracht.


Hal ini disampaikan Maruarar saat menjadi saksi ahli dalam persidangan lanjutan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Anggota DPD Provinsi Sumatera Barat yang dimohonkan oleh Irman Gusman. Sidang dipimpin langsung Ketua MK Suhartoyo yang menjadi Ketua Panel Hakim I.

Maruarar juga menyinggung tentang KPU yang mengabaikan putusan PTUN Jakarta, yang meminta Irman Gusman dimasukkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT). "Ketika diteruskan Pemilu dengan daftar calon tetap yang diteruskan KPU, pastilah kalau saya berpendirian dengan dasar ini pemilu DPD yang sudah berlangsung ini, kemudian putusan 360 pasti tidak sah dan batal, kalau saya tambahkan lagi, demi hukum batal," kata Maruarar, Senin (3/6/2024).

Sikap KPU yang mengabaikan putusan PTUN merupakan sikap yang melanggar profesonalitas, jujur, adil kepastian hukum dan sikap independen KPU, mengakibatkan keputusan KPU nomor 1563 tahun 2023 tentang DCT anggota DPD dalam Pemilu 2024 dan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang DPD 2024 untuk daerah Sumbar adalah batal demi hukum.

Dalam persidangan itu, juga memberikan penjelasan ke Ketua KPU, Hasyim Asyari, tentang tidak perlunya pencabutan hak politik bagi mereka yang sudah menjalani masa jeda lima tahun. Hal ini disampaikan Suhartoyo menanggapi Ketua KPU mengenai diskualifikasi Irman Gusman dalam pencalonan sebagai anggota DPD RI. 

Suhartoyo memberikan penjelasan, bahwa jika KPU mencermati putusan MK terhadap mereka yang sudah dikasih masa jeda lima tahun, maka tidak relevan lagi dikenakan pencabutan hak politik. Meskipun itu tidak diamarkan, tetapi itu ada dalam pertimbangan MK. 

Tidak itu saja, Suhartoyo juga menyinggung masalah sikap yang berbeda Ketua KPU dalam menanggapi putusan pengadilan. “Itukan ada putusan yang diperintah MK, yang bapak contohkan soal pimpinan partai tadi. Sementara ini ada putusan yang sudah inkracht bahkan di annmaning kok malah bedakan?. Kalau itu dihadap-hadapkan apakah sama-sama mematuhi putusan badan peradilan atau bukan kan? Kok tindak lanjutnya berbeda,” ungkap Suhartoyo.

Sementara itu, koordinator tim kuasa Irman Gusman, R. Ahmad Waluya, menegaskan  optimisnya atas kabulkan perkara tersebut. ”Saya sangat optimis, perkara tersebut kabul. Karena, syarat jeda lima tahun itu terbukti tidak berlaku untuk diri Pak Irman,” kata Ahmad Waluya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler