Pengamanan Kejagung Tembak Jatuh Pesawat Pengintai di Gedung Jampidsus
Pesawat pengintai tersebut saat ini dalam penguasaan Pamdal Kejagung.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamanan Dalam (Pamdal) Kejaksaan Agung (Kejagung) menembak jatuh armada pengintai atau drone yang diduga melakukan pengamatan di atas kompleks Korps Adhyaksa, Rabu (5/6/2024) petang. Pesawat pengintai tersebut saat ini dalam penguasaan Pamdal Kejagung untuk pengamanan. Belum diketahui pasti kepemilikan pesawat nirawak tersebut.
Pantauan Republika di dalam kompleks Kejagung, kejadian tembak jatuh drone tersebut sekitar pukul 18.44 WIB. Dari penjelasan militer dan Pamdal yang melakukan pengamanan di dalam kompleks Kejakgung, drone tersebut pertama kali diketahui melintas di wilayah udara Gedung Utama Kejagung. “Setelah berhenti lama di atas Gedung Utama, dia (drone) melintas di sekitar sini (Gedung Kartika),” begitu kata personel pengamanan di Gedung Kartika, Rabu (5/6/2024).
Gedung Kartika adalah kantor utama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil). Namun gedung tersebut, saat ini dipakai menjadi kantor sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah bersama seluruh staf dan tim penyidikannya. Gedung Utama Kejagung merupakan kantor Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jarak antara Gedung Utama dengan Gedung Kartika cuma selemparan batu.
Setelah melintas di Gedung Kartika, kata personel pengamanan itu, personel penembak drone yang berada di salah satu lantai gedung tersebut menembak jatuh pesawat nirawak tersebut. “Disenter (ditembak) jatuh dia ke sana (kawasan proyek pembangunan Gedung Bundar),” begitu kata personel pengamanan itu. Pamdal bersama pengamanan militer pun mencari drone yang jatuh tersebut di kawasan proyek pembangunan Gedung Bundar untuk dilakukan pengamanan.
“Udah dapat. Dibawa Pamdal,” begitu kata dia. Sumber tersebut mengatakan, belum mengetahui pasti drone tersebut apakah milik komunitas atau kepunyaan dari otoritas tertentu. Akan tetapi, kata dia, selama pengetatan pengamanan di kompleks Kejagung, pascaperistiwa penangkapan anggota Densus 88 Polri oleh pengawalan militer Jampidsus, sudah tiga kali insiden pengintaian dengan drone di wilayah dalam kompleks Kejagung. “Yang ditembak itu udah dua. Tapi, nggak tahu itu punya siapa,” begitu ujarnya.
Pengetatan pengamanan di kompleks Kejagung dilakukan sejak Selasa (21/5/2024). Hal tersebut dengan permintaan Kejakgung kepada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) untuk menambah jumlah personel pengamanan membantu Pamdal Kejakgung. Penambahan personel militer itu dilakukan setelah aksi konvoi bersenjata skuat kepolisian berseragam hitam-hitam dengan senjata laras panjang, dengan mengendarai motor trail dan kendaraan lapis baja di wilayah luar kompleks Kejagung, pada Senin (20/5/2024) malam.
Peristiwa pamer kekuatan pasukan hitam-hitam bersenjata di lingkungan Kejagung itu, terjadi setelah pengawalan militer melekat pada Jampidsus Febrie Adriansyah menangkap satu anggota Densus 88, pada Kamis (16/5/2024). Anggota Densus 88 dengan nama Bripda IM itu setelah ketahuan melakukan penguntitan terhadap aktivitas pribadi Jampidsus di sebuah restoran di kawasan Cipete, Jakarta Selatan (Jaksel). Diketahui ada 10 personel Densus 88 yang ditengarai melakukan aksi memata-matai Jampidsus yang saat ini sedang menangani pengusutan korupsi timah setotal kerugian negara Rp 300 triliun.
Kejagung mengancam akan menembak jatuh setiap pesawat drone... Baca di halaman selanjutnya.
Kejagung mengancam akan menembak jatuh setiap pesawat drone yang melintas di kawasan udara kompleks Kejakgung. Peringatan tersebut disampaikan menyusul masih adanya dugaan pengintaian-pengintaian pihak-pihak tertentu dengan menggunakan armada tanpa awak di kawasan udara Gedung Utama dan Gedung Kartika di dalam kompleks Kejagung di bilangan Blok-M, Jakarta Selatan (Jaksel).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, otoritasnya di Kejakgung memang tak memiliki kewenangan dalam menutup zona udara di kawasannya sendiri dari aktivitas drone. Pun kata dia, Kejagung, tak bisa melarang-melarang masyarakat atau komunitas-komunitas yang menggunakan drone sebagai hobi untuk melintasi di wilayah udara kompleks Kejakgung.
“Kita (Kejagung) memang nggak bisa melarang seperti itu. Karena itu lalu-lintas udara bukan kewenangan kita. Apalagi, kan juga banyak komunitas-komunitas di masyarakat biasa yang juga menggunakan drone,” kata Ketut, Kamis (6/6/2024).
Akan tetapi, kata Ketut, untuk sementara waktu, setiap ada aktivitas drone yang melintasi kawasan langit-langit di Kejakgung, akan ditembak jatuh. “Kadang-kadang mereka (drone) ada di atas kita (Kejakgung). Kalau misalnya kita anggap membahayakan, akan kita turunkan dengan alat kita. Kita tembak dia untuk diperiksa. Kita akan cek, apakah drone itu membahayakan atau seperti apa,” begitu ujat Ketut.