Kasus Pembunuhan Vina Cirebon dan Keutamaan Penegak Hukum yang Adil
Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan adil.
REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Kasus pembunuhan Vina Cirebon yang terjadi pada 2016 kembali mencuat. Ini karena penyidikan kasusnya dibuka kembali.Masyarakat berharap agar penegak hukum melakukan tugasnya dengan adil.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, "Hakim itu ada tiga macam, (hanya) satu yang masuk surga, sementara dua (macam) hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakim yang mengetahui al-haq (kebenaran) dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zalim (tidak adil) dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara (menvonis) karena 'buta' dan bodoh (hukum), maka ia (juga) masuk neraka." (HR. Abu Dawud).
Dalam memahami hadits tersebut, Dosen PTIQ Ustaz Ahmad Ubaydi Hasbillah mengatakan, hadis tersebut menggunakan istilah qudlot, atau qadli. Secara umum arti hakim dalam redaksi hadis tersebut adalah adalah hakim.
"Tapi itu biasanya untuk menyebut lebih luas lagi, bukan hanya hakim. Tapi juga perangkat-perangkatnya. Dan juga penegak hukum lainnya," kata Ustaz Ubaid saat dihubungi Republika beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan bahwa dalam ilmu metode memahami hadits, makna seperti itu dinamakan makna tadlamun. Yakni makna yang otomatis terkandung di dalam kata. Atau bisa juga sebagai jenis makna lawazim, yaitu perangkat-perangkat yang melekat pada suatu perkara itu memiliki status hukum yang sama dengan perkara tersebut.
Baca di halaman selanjutnya...
Untuk itu dia menjelaskan bahwa semua jenis kejahatan atau penyalahgunaan kewenangan adalah bentuk kezaliman. "Jadi sudah masuk dalam hadits tersebut (tergolong masuk neraka termasuk kejahatan/kecurangan lainnya oleg penegak hukum menerima suap, korupsi, dan lainnya). Meskipun ada hadits-hadits yang lebih spesifik tentang suap, korupsi, dan lainnya itu," ujarnya.
Hakim atau penegak hukum yang adil akan ditempatkan pada sebuah tempat yang penuh dengan cahaya. Mereka kelak di akhirat akan mendapatkan derajat yang begitu tinggi di sisi Allah.
Sebab, selama di dunia orang tersebut adil dalam setiap urusannya, mendapat kepercayaan menjadi seorang hakim dan adil dalam mengeluarkan keputusan dalam suatu perkara.
Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang adil kelak di sisi Allah berada di tempat-tempat yang tinggi (mimbar) yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Zat Yang Maha Pengasih. Kedua tangannya merupakan tangan kanan orang-orang yang adil dalam keputusan mereka, keluarga mereka dan apa-apa yang dikuasakan kepada mereka.” (HR. Muslim dan Nasai).
Maka berbuat adil itu adalah termasuk dari ibadah yang utama. Bahkan berbuat adil lebih utama dari amalan sunah seperti shalat malam dan puasa sunah puluhan tahun. Kenapa? Karena ketika seseorang mampu adil dalam urusannya, atau adil dalam memutuskan satu perkara dampaknya akan begitu besar terhadap kehidupan.
Baca di halaman selanjutnya...
Maka dari itu seseorang hakim atau penegak hukum harus adil. Jangan sampai karena kepentingan sekelompok orang lalu memutuskan suatu perkara secara sepihak. Maka ketidak adilan akan mengantarkan pada neraka.
Rasulullah Saw bersabda, “Tidak seorang pun yang diserahi urusan umat ini, lalu tidak berlaku adil kepada umat kecuali Allah pasti menjerumuskannya ke dalam neraka.” (HR. Thabarani.
Oleh karenanya ada syarat-syarat yang ketat yang harus dipenuhinya seseorang yang menjadi hakim atau penegak hukum. Tentang syarat-syarat menjadi hakim ini para ulama terdapat perbedaan pendapat tentang jumlahnya.
Topo Santoso dalam buku Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda menjelaskan Al Khatib mengajukan 15 syarat menjadi hakim. Sedangkan Al Mawardi dan Ibnu Qudamah mengajukan 7 syarat menjadi hakim. Sedangkan Murtaza Azad bahkan menyebut sebagian ahli fiqih mengenal 30 syarat bagi seseorang agar bisa menjadi qadhi.
"Secara ringkas dapat diambil syarat-syarat umum yang harus ada pada seorang qadhi, yaitu 1) lelaki yang merdeka, 2) berakal (mempunyai kecerdasan), 3) beragama Islam, 4) adil, 5) mengetahui segala pokok-pokok hukum dan cabang-cabangnya, dan 6) sempurna pendengaran, penglihatan, dan tidak bisu," (Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda karya Topo Santoso, penerbit Gema Insani Press, 2003, halaman 50).
Baca di halaman selanjutnya...
Oleh karenanya, seorang hakim atau penegak hukum hendaknya orang yang terpelihara dari perbuatan yang haram. Hakim adalah orang yang dapat dipercayai kejujurannya baik di waktu marah ataupun di waktu tenang, dan orang yang benar perkataannya. Oleh karenanya, tidaklah boleh mengangkat orang fasik menjadi hakim
Meski begitu, golongan Hanafiah membolehkan. Para penganut Mazhab Hanafiah berpendapat putusan hakim yang fasik adalah sah asal putusan itu sesuai dengan hukum syara' dan undang-undang yang berlaku, walaupun ada yang lebih pantas daripadanya.
Sementara itu, imam Asy Syafi'i tidak membolehkan mengangkat orang yang fasik menjadi hakim karena orang fasik tidak dapat diterima menjadi saksi.