Ketua MLH Muhammadiyah: Tambang untuk Ormas Didasari UU Minerba dan Alquran
Pendapat Azrul berbeda dengan legal opinion Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di tengah perdebatan terkait pemberian lahan konsesi tambang untuk ormas di tubuh Muhammadiyah, Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah M. Azrul Tanjung mengeluarkan artikel berjudul 'Tambang dan Kelestarian Universal'.
Dalam artikel tersebut, Azrul menyatakan sikap yang terlihat berbeda dengan apa yang disuarakan oleh Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah, khususnya tentang dasar hukum bagi pengelolaan tambang. Dalam artikelnya yang didapatkan Republika, Azrul menulis:
"Landasan hukum bagi pengelolaan tambang bagi ormas ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang ini mengatur tentang segala aspek kegiatan pertambangan, mulai dari perizinan hingga pemulihan pasca-tambang, dengan penekanan pada prinsip-prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Selain landasan hukum, pandangan Islam juga didukung oleh ajaran Alqur'an. Salah satunya adalah QS. Al-Mulk: 15 yang berbunyi, "Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan."
Ayat ini mengingatkan manusia untuk memanfaatkan bumi dengan bijaksana, memastikan bahwa upaya pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Pemberian izin pertambangan yang diberikan kepada organisasi kemasyarakatan harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, sesuai dengan nilai-nilai Islam dan prinsip-prinsip organisasi yang dianut."
Untuk itu, Azrul mengungkapkan, dengan mempertimbangkan aspek hukum dan ajaran agama ini, pengelolaan tambang oleh ormas bukan hanya memberikan manfaat praktis bagi masyarakat lokal dan lingkungan, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan yang dijunjung tinggi dalam hukum dan ajaran agama.
"Dalam kontek ini kita dapat mempertimbangkan memberikan izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) jika langkah ini sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, keadilan sosial, dan kebaikan bersama. Pertimbangan utama adalah apakah pengelolaan tambang oleh ormas dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat sekitar, seperti menciptakan lapangan kerja, memberdayakan ekonomi lokal, dan memperbaiki infrastruktur." Baca juga: Tambang dan Kelestarian Universal
Beda pendapat dengan Majelis Hukum dan HAM...
Pendapat Ketua MLH Muhammadiyah tersebut berbeda dengan apa yang disuarakan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam surat berisi Legal Opinion seputar izin pertambangan untuk organisasi masyarakat tertanggal 11 Mei 2024 yang ditujukan kepada PP Muhammadiyah yang didapatkan Republika, Majelis Hukum dan HAM menyimpulkan jika Menteri Investasi/Kepala BKPM tidak mempunyai kewenangan melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh Ormas.
WIUP merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki ormas dan diatur dalam Peraturan Presiden No 70 Tahun 2023. Pasal 5 ayat (1) dalam Perpres tersebut menyatakan bahwa “Menteri Pembina Sektor (Menteri ESDM) mendelegasikan wewenang penetapan, penawaran, dan pemberian WIUP kepada menteri/kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal selaku ketua Satuan Tugas”.
Dengan ketentuan ini, Menteri Investasi/Kepala BKPM mempunyai wewenang dan dapat mengambil kebijakan dan melakukan penetapan, penawaran, dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha meliputi BUM Desa, BUMD, Badan usaha yang dimiliki oleh Ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah.
“Ketentuan pemberian wewenang melalui delegasi dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM melanggar ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan),”tulis surat yang ditandatangani Ketua Trisno Raharjo dan Sekretaris Muhammad Alfian tersebut.
Meski demikian, seorang kader Muhammadiyah yang enggan disebutkan namanya mengatakan, majelis-majelis di Muhammadiyah hanya bisa memberikan masukan. Dia mengungkapkan, keputusan akan diambil oleh pleno pimpinan 13 orang yang langsung dipimpin Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
PP Muhammadiyah tak tergesa-gesa...
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti menegaskan organisasinya tidak akan tergesa-gesa terkait konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah.
"Tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Ahad (9/6/2024). Mu'ti mengatakan Muhammadiyah belum ada keputusan akan menolak atau menerima konsesi tambang tersebut.
Organisasi keagamaan Islam non-pemerintah itu menegaskan akan mengkaji semuanya dari berbagai aspek dan sudut pandang yang menyeluruh.
"Keputusan sepenuhnya berada di tangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis, tetapi melalui badan usaha disertai persyaratan yang harus dipenuhi," kata Mu'ti.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadilia menyatakan akan segera menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) pengelolaan batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) guna mengoptimalkan peran organisasi keagamaan.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo telah setuju dan akan memberikan konsesi batu bara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi.