Suara Umat: Survei Ungkap Satu dari Tiga Orang Boikot Merek Pro Israel
Negara mayoritas Muslim terlibat boikot merek, yakni Arab Saudi, UEA, dan Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari satu dari tiga orang mengatakan mereka memboikot merek yang dipandang mendukung Israel dalam genosida di Gaza. Negara-negara Teluk yang kaya minyak dan negara-negara mayoritas Muslim memimpin pemboikotan.
Edisi terbaru laporan tahunan Trust Barometer yang diterbitkan oleh firma hubungan masyarakat Edelman menggarisbawahi betapa tajamnya perpecahan akibat serangan Israel menyebabkan konsumen di seluruh dunia mengambil sikap yang tidak bisa diacuhkan.
BACA JUGA: Doa Rasulullah Saat Wukuf di Arafah Lengkap Bahasa Arab, Latin dan Terjemahnya
Dilansir di Middle East Eye, Jumat (14/6/2024), jajak pendapat tersebut menyurvei 15 ribu konsumen di 15 negara, termasuk Prancis, Arab Saudi, Inggris, dan Amerika Serikat.
Jajak pendapat tersebut tidak menyebutkan siapa yang berpihak pada responden dalam genosida tersebut, namun dari lima negara teratas yang terlibat dalam pemboikotan merek di Gaza, tiga di antaranya adalah negara mayoritas Muslim: Arab Saudi, UEA, dan Indonesia.
India juga memiliki minoritas Muslim yang cukup besar. Jerman adalah negara kelima.
Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) mendapat perhatian di seluruh dunia karena bertujuan memberikan tekanan pada Israel atas pelanggaran hukum internasional dan penindasan terhadap warga Palestina. Namun, hal ini juga menghadapi tentangan keras dari AS dan negara-negara Barat lainnya yang memiliki banyak penduduk yang bersimpati kepada Israel.
Baca di halaman selanjutnya...
Arab Saudi merupakan negara dengan jumlah responden terbanyak, yaitu 71 persen. Mereka mengatakan memboikot merek karena dianggap mendukung satu pihak. Mayoritas penduduk Arab Saudi pro-Palestina.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan pada Desember oleh Washington Institute for Near Eastern Affairs, sebuah lembaga pemikir pro-Israel, menemukan 96 persen warga Saudi percaya negara-negara Arab harus memutuskan hubungan dengan Israel sebagai tanggapan atas genosida mereka di Gaza.
BACA JUGA: Kasus Pembunuhan Vina, Terungkap Percakapan Liga Akbar dan Iptu Rudiana Soal Musuh Eky
Sebelum perang, AS secara aktif berupaya mencapai kesepakatan yang memungkinkan Israel dan Arab Saudi menormalisasi hubungan. Di UEA, 57 persen responden mengatakan mereka memboikot merek karena genosida.
Di Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, lebih dari satu dari dua orang juga mengatakan mereka memboikot merek.
Jumlah responden dari negara-negara Arab dan Muslim yang memboikot produk-produk terkait genosida di Gaza jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global sebesar 37 persen atau sedikit lebih tinggi dari satu dari tiga responden.
Baca di halaman selanjutnya...
Nasionalisme Konsumen Melonjak di Kawasan Teluk
Boikot dirasakan di ruang rapat perusahaan-perusahaan Barat. Pada Maret, raksasa ritel Alshaya Group, yang memiliki hak atas Starbucks di Timur Tengah, memutuskan mulai memberhentikan lebih dari 2.000 staf di wilayah tersebut dan Afrika Utara.
Jumlahnya empat persen dari total tenaga kerjanya. Keputusan diambil sebagai akibat dari boikot konsumen terkait dengan Starbucks.
CEO McDonald's Chris Kempczinski juga mengatakan awal tahun ini bahwa penjualan lebih lemah di negara-negara mayoritas Muslim, seperti Malaysia dan Indonesia serta di Timur Tengah.
McDonald's memicu kemarahan di kalangan aktivis pro-Palestina pada bulan Oktober ketika waralabanya di Israel mengumumkan mereka memberikan makanan gratis kepada tentara Israel di cabang-cabangnya di negara tersebut. Di Pakistan, waralaba tersebut menurunkan harganya dan terpaksa mengeluarkan pernyataan menjauhkan diri dari McDonald's di Israel.
“Dampak perang terhadap bisnis lokal para pewaralaba ini mengecewakan dan tidak beralasan,” kata Kempczinski pada Senin, berbicara kepada para analis melalui konferensi telepon perusahaan tersebut.
Baca di halaman selanjutnya...
Konsumen di kawasan Teluk telah lama menjadi primadona bagi perusahaan-perusahaan Barat karena generasi muda mereka memiliki daya beli yang relatif tinggi. Negara-negara penghasil minyak dan gas belum terkena dampak perang dan krisis seperti negara-negara Arab lainnya sejak Arab Spring.
Middle East Eye telah melaporkan bagaimana konsumen di Oman, mitra utama Barat, memboikot barang-barang barat karena dukungan yang diberikan AS dan sekutunya kepada Israel.
Mereka telah beralih dari minuman seperti Mountain Dew ke Kinsa, merek minuman Saudi. Di Pakistan, merek lokal sudah mulai memproduksi produk lokal untuk menggantikan minuman ringan dan kosmetik barat.
Jajak pendapat tersebut juga menunjukkan meningkatnya nasionalisme konsumen di negara-negara Teluk. Jumlah responden di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) yang menyatakan mereka lebih memilih membeli merek lokal dibandingkan merek asing masing-masing melonjak 13 dan 10 poin.