Telusur Sejarah, Kaitan Habib Yaman dengan Wali Songo
Ada pertalian sejarah antara kaum habib di Yaman dengan Wali Songo.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Habib adalah sebutan untuk ulama yang juga keturunan Nabi Muhammad SAW. Banyak habib atau habaib berasal dari Hadhramaut (Yaman).
Profil Hadhramaut sebagai “negeri habaib” bermula sejak masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah. Daulah Islam yang berpusat di Baghdad (Irak) itu pada abad kesembilan hingga awal abad ke-10 M kerap dirundung krisis politik dan bahkan konflik berdarah.
Ketika Bani Abbasiyah dipimpin de jure oleh Muqtadir Billah, di Basrah (Irak) terdapat seorang habib bernama Ahmad. Ia adalah keturunan Rasulullah SAW dari jalur Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Saat diangkat menjadi khalifah, usia Muqtadir Billah masih muda sekali, yakni 13 tahun. Perdana menterinya yang bernama Abbas bin Hasan lantas bersekongkol dengan sejumlah elite istana untuk menjungkalkan raja ini dari kursi kekuasaan.
Namun, Muqtadir bertindak keras. Tidak hanya menghukum mati para pemberontak, ia juga memenjarakan banyak ulama yang dituding terlibat rencana penggulingan kekuasaan. Alhasil, situasi Irak pada umumnya menjadi tidak stabil.
Untuk menghindari kekacauan itu, Ahmad pun hijrah ke Hadhramaut bersama dengan keluarga dan para pengikutnya. Karena itulah, sesampainya di kota Yaman tersebut, dirinya digelari sebagai Ahmad al-Muhajir, yakni ‘Syekh Ahmad, ulama yang telah berhijrah.’
Seperti apa kaitan habaib Hadhramaut dengan Indonesia?
Para cendekiawan Melayu, semisal Prof Buya Hamka dan Syed Hussein Naquib al-Attas, menegaskan adanya peran penting kaum habaib Hadhramaut dalam memperkenalkan Islam di Nusantara. Dengan perkataan lain, syiar agama tauhid mula-mula sampai ke Indonesia langsung dari Jazirah Arab, tidak melalui daerah-daerah "perantara" semisal Gujarat atau Bengal.
Jejak kaum habaib Hadhramaut di Nusantara tampak, antara lain, dari genealogi Wali Songo. Mereka adalah orang dai yang memelopori syiar Islam di Tanah Jawa. Akademisi Universitas John Hopkins, Syed Farid Alatas, menulis di dalam artikelnya, “Hadhramaut and the Hadhrami Diaspora: Problems in Theoretical History.” Menurut dia, nenek moyang kesembilan ulama tersebut adalah seorang habib yang bernama Jamaluddin Akbar al-Husain.
Kakeknya, Abdullah bin Abdul Malik, hijrah dari Hadhramaut ke India. Masyarakat dan penguasa negeri setempat kemudian menerimanya dengan amat baik. Gelarnya adalah Adzamat Khan, yang dalam bahasa Urdu berarti ‘keturunan yang mulia.’
Abdullah memiliki seorang putra, yakni Ahmad Shah Jalal, yang pada akhirnya menjadi ayah Jamaluddin Akbar. Sejak awal abad ke-14 M, keluarga habaib ini menetap di Malabar, pantai barat India. Begitu tumbuh mendewasa, Jamaluddin merantau ke Gujarat dan Campa—kawasan Indocina sekarang. Di antara anak-anaknya adalah dua bersaudara, Zainal Alam Barakat dan Nurul Alam.
Zainal Alam menurunkan Maulana Malik Ibrahim, yang ketika dewasa berhijrah ke Gresik, Jawa Timur, untuk menyebar syiar Islam. Di kemudian hari, sang pendakwah lebih dikenal sebagai Sunan Gresik, Wali Sanga pertama. Sementara itu, Nurul Alam berpindah ke Mesir dan memperoleh seorang putra yang bernama Syarif Abdullah Umdatuddin. Salah satu anaknya bernama Syarif Hidayatullah, yang belakangan ikut mendakwahkan Islam ke Jawa Barat. Namanya kemudian masyhur sebagai Sunan Gunung Jati.