Sejarah Takluknya Melaka di Bawah Kuasa Portugis
Jatuhnya Melaka ke tangan Portugis mengawali kolonialisme Barat atas Nusantara.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara seluruh bangsa Eropa, Portugis adalah yang pertama kali mencapai Asia tenggara atau yang disebut sebagai "India Timur." Bahkan, pada medio tahun 1511 M, armada kerajaan Katolik itu berhasil menaklukkan Kesultanan Melaka, sebuah negeri Islam di Semenanjung Malaya (kini Malaysia).
Bangsa dari Eropa barat itu menyadari betul, Malaka bukanlah penghasil rempah-rempah, komiditas yang amat mereka incar, tetapi "hanya" berperan sebagai pelabuhan tempat perdagangan yang strategis. Karena itu, mereka berfokus mendirikan basis kekuasaan di sana.
Menurut Barbara W Andaya dalam buku Historic Cities of the Islamic World (2007), jatuhnya Kesultanan Melaka ke tangan Portugis pada 1511 M merupakan awal dari kolonialisme bangsa-bangsa Barat atas Nusantara. Lebih lanjut, ia menggambarkan keadaan Melaka usai kerajaan Katolik itu menguasai daulah Islam di Semenanjung Malaya ini.
Banyak masjid di sana yang dihancurkan. Begitu pula dengan kompleks istana dan permakaman. Dari reruntuhan bangunan-bangunan itu, Afonso de Albuquerque (1453-1515) mendirikan benteng pertahanan untuk Portugis. Sebagai contoh, Benteng A’Famosa berdiri di atas puing-puing bekas masjid raya Sultan Mansur.
Setelah benteng berdiri, Portugis segera menyusun tata pemerintahan baru di Melaka. Kali ini, kaum Hindu setempat disertakan dan bahkan kepada mereka diberikan posisi yang tinggi.
Walaupun telah berupaya maksimal, jelas Andaya, Portugis tidak pernah bisa mengembalikan keadaan Melaka. Bandar ini tidak lagi ramai dengan aktivitas perdagangan internasional seperti sebelumnya.
Sepinya Pelabuhan Melaka disebabkan ulah Portugis sendiri. Para pedagang yang membuang sauh di sana justru dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada ketika kesultanan masih berkuasa.
Belum lagi perlakuan yang kasar dari petugas-petugas Portugis terhadap para pedagang Arab dan India Muslim. Wajar bila mereka lebih memilih Aceh sebagai pelabuhan alternatif begitu hendak melintasi Selat Melaka.
Selain Aceh, Pelabuhan Banten di Jawa juga menjadi kian ramai sejak jatuhnya Melaka pada 1511. Portugis juga dapat dikatakan gagal memonopoli perniagaan rempah-rempah dari Maluku. Para pedagang Muslim pada faktanya masih mengendalikan distribusi komoditas tersebut di Nusantara.
Portugis justru menghadapi ancaman dari keturunan ningrat Melaka yang usai jatuhnya negeri Islam mereka di Semenanjung mendirikan istana di Riau-Lingga. Berulang kali mereka menyerang benteng-benteng Portugis dengan tujuan merebut kembali pelabuhan Melaka. Dinasti Muslim ini kemudian membentuk kerajaan baru di Johor, Semenanjung Malaya.
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Persatuan Dagang Hindia Timur dibentuk pada 20 Maret 1602. Kongsi dagang berbendera Belanda itu tiba di Nusantara pada abad ke-17. Kompeni--demikian penduduk lokal melafalkan namanya--lantas melihat konflik antara Portugis dan Melaka sebagai sebuah kesempatan. Apalagi, yang kemudian itu mau bekerja sama untuk membentuk suatu koalisi.
Menurut Andaya, ada perbedaan perlakuan Belanda yang menganut Kristen Protestan daripada Portugis yang Katolik. Penduduk Muslim setempat pada umumnya tidak dipaksa untuk berpindah agama. Hal ini kontras dengan rezim Portugis yang cenderung memandang umat Islam sebagai kaum yang sesat sehingga harus dipaksa menjadi Nasrani.
Akhirnya, pada 1641 Melaka berhasil ditaklukkan Belanda. Hal ini menandakan akhir hegemoni Portugis di Nusantara. Sisa-sisa kekuatan Portugis hanya terdapat di Pulau Timor, yang dikuasainya sejak pengusiran dari Maluku pada 1575.
Bedanya Portugis dan Belanda ....
Belanda cenderung berbeda daripada Portugis setelah menguasai Melaka. Di antara kota-kota pelabuhan lain, Belanda memilih Batavia (kini Jakarta), alih-alih Melaka, sebagai bandar utama sekaligus pusat kekuasaan di Nusantara. Akan tetapi, Selat Melaka tetap dikuasainya. Dengan begitu, Dinasti Melaka yang tersisa tidak bergeser dari Johor.
Jatuhnya Melaka ke tangan bangsa-bangsa non-Muslim membuatnya tidak lagi bersinar selayaknya pusat peradaban Islam di Nusantara. Melaka kemudian menjadi daerah taklukan dari satu penguasa ke penguasa lain asal Eropa. Pada 1795, Perang Napoleon pecah sehingga mengubah geopolitik kolonialisme di Timur. Melaka jatuh ke tangan Inggris.
Sesudah perang itu mereda, Melaka dikembalikan kepada Belanda pada 1818. Namun, pelabuhan ini diberikan lagi kepada Inggris sebagai kompensasi penyerahan Bengkulu. Demikianlah keadaannya, kolonialisme Inggris yang berpusat di Singapura terus mengendalikan Semenanjung Malaya, termasuk Melaka.
Pada 1957, Federasi Malaysia memaklumkan kemerdekaan. Melaka menjadi salah satu bagian dari negara baru ini, sampai sekarang.