Tepis Kapolda Sumbar, LBH Ungkap Pengakuan W Tentang Kematian Anak di Padang

LBH Padang tak percaya pengakuan polisi yang sebut AM melompat dari jembatan..

Antara/Jafkhairi
Garis Polisi (ilustrasi)
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polda Sumatera Barat (Sumbar) keukeuh meyakini korban anak AM (13 tahun) tewas lantaran melompat dari atas jembatan saat dilakukan penangkapan oleh kepolisian saat melakukan pencegahan tawuran di Kota Padang, pada Ahad (9/6/2024) subuh.

Baca Juga


Namun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menegaskan penjelasan sebab kematian anak AM oleh Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono tersebut, cuma berbasis dari pengakuan satu saksi-korban.

Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan, penyampaian oleh Kapolda Sumbar itu berasal dari keterangan saksi-korban A (13). Padahal, kata Indira, Kapolda Sumbar sendiri yang menyebutkan tim kepolisian melakukan penangkapan terhadap 18 saksi-korban yang ditangkap karena disinyalir akan tawuran.
 
“Ada 18 orang yang diamankan oleh kepolisian. Dan dia, hanya memeriksa satu saksi anak A saja, yang kemudian mengaku terjadinya lompatan itu,” begitu kata Indira saat ditemui di kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin (1/7/2024).
 
Menurut Indira, pengakuan saksi-korban A tersebut, tetap tak bisa menjadi dalil sah untuk menguak apa sebab anak AM tewas. “Pemeriksaan satu anak A ini saja, itu sudah tidak umum dalam proses pengusutan kasus hukum. Apalagi ini terkait dengan kasus kematian yang tidak wajar,” ujar Indira.
 
Pun internal kepolisian, kata Indira, turut memeriksa 45-an anggota Sabhara Polda Sumbar. Dari pemeriksaan tersebut, kata Indira, Kapolda Irjen Suharyono sendiri yang menyampaikan adanya 17 anggotanya melakukan pelanggaran disiplin dalam prosedur antisipasi serta pengamanan terhadap pelaku kenakalan remaja.
 
Indira menerangkan, dalil Kapolda Sumbar tentang AM yang diduga melompat jembatan tersebut tak masuk akal. Karena dari dokumentasi yang dihimpun oleh LBH Padang selama melakukan penyelidikan mandiri, diketahui pada saat jenazah AM ditemukan oleh warga dalam kondisi mengambang dengan wajah bagian muka berada di posisi atas air.
 
Padahal, kata Indira, Jembatan Kuranji yang dikatakan tempat korban anak AM melompat itu tingginya mencapai 20 meter lebih. “Hingga saat ini, kami masih meyakini bahwa kematian anak AM ini adalah adanya kekerasan dan penyiksaan yang menyebabkan dia mati,” begitu ujar Indira.
 
Direktur LBH Padang Diki Rafiqi pada Selasa (25/6/2024) lalu pernah mengungkapkan, bahwa dari usaha pengungkapan lanjutan penyebab kematian anak AM ini, memang terkendala soal pengakuan saksi-korban A yang berubah. Saksi-korban A, mulanya menjadi sumber utama bagi LBH Padang dalam merangkum kronologis awal peristiwa sebelum anak AM ditemukan tak bernyawa di aliran sungai.
 
“Tetapi setelah kasus ini semakin mencuat, saksi A ini dibatas-batasi oleh kepolisian dan keluarga untuk dapat kembali kita temui,” ujar Diki.
 
Dari pemeriksaan kepolisian terhadap saksi-korban anak A, baru muncul narasi tentang AM yang lompat ke sungai saat hendak ditangkap polisi.  
 
Karena itu, kata Diki, LBH Padang mewawancarai saksi-korban lainnya yang ikut ditangkap oleh kepolisian, yakni inisial W (17). Dari kesaksian W memang berbeda dengan cerita yang mula-mula disampaikan saksi-korban A kepada LBH.
 
Saksi-korban A pada saat kejadian adalah teman AM yang berboncengan sepeda motor. Kesaksian A awalnya mengungkapkan kepada LBH Padang, bahwa pada saat berboncengan pada Ahad (9/6/2024) subuh, patroli kepolisian dengan motor KLX menendang kendaraan yang membuat AM terpental ke aspal. 
 
A mengaku melihat AM dari jarak dua meter dikerubungi polisi yang membawa pentungan dan rotan. A, kata Diki, dibawa oleh kepolisian ke Polsek Kuranji. Namun A, mengaku tak lagi melihat AM.
 
Sedangkan kesaksian W menyampaikan kepada LBH Padang, melihat AM saat berada di Polsek Kuranji. Kemudian W, kata Diki mengaku sempat melihat anak AM ditendang, dan dianiaya oleh sejumlah personel kepolisian di Polsek Kuranji.
 

 
“Saksi W bersama-sama pihak keluarga korban AM sudah meminta perlindungan kepada Komnas HAM dan juga LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi Korban),”  ujar Diki. 
 
Kasus kematian anak AM dan penyiksaan anak-anak pelajar di Padang ini, sebetulnya sudah menemukan 17 orang personel Sabhara Polda Sumbar sebagai terduga pelaku.
 
Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono bersama Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Purn Benny Mamoto yang mengumumkan sendiri, pada Kamis (27/6/2024) para terduga pelaku pelanggaran tersebut. Akan tetapi pada Ahad (30/6/2024) kemarin, Kapolda Irjen Suharyono malah menyatakan akan menutup kasus kematian anak AM tersebut.
 
“(Kasusnya) bisa dibuka lagi kalau ada bukti baru,” kata Kapolda di Padang, Ahad (30/6/2024).
 
Suharyono mengatakan, kepolisian dalam melakukan penyelidikan, maupun penyidikan tak bisa cuma berbasis pada informasi yang tak ada pembuktiannya. “Kita tidak mau berdasarkan katanya-katanya. Tetapi harus dengan bukti,” kata dia.
 
Dari penyelidikan sementara ini, kata Kapolda, penyebab kematian anak AM bukan karena kekerasan, ataupun penyiksaan. Namun diduga karena nekat terjun ke sungai saat akan dilakukan penangkapan. “Berdasarkan keterangan saksi A, AM berniat terjun dan mengajak saksi A terjun,” ujar Kapolda.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler