Indef: Utang Jatuh Tempo Indonesia Capai Rp 3.749 Triliun, Negara Bisa ‘Stroke’
Utang negara harus diimbangi dengan penerimaan yang memadai.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti ekonomi mewanti-wanti pemerintah baru, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk memperhatikan beban utang ke depan, seiring dengan banyaknya megaproyek yang bakal memakan biaya fantastis. Tak hanya beban ‘warisan’ utang dari pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, tetapi juga utang-utang jatuh tempo dalam lima tahun ke depan.
“Kita punya warisan utang yang luar biasa, sampai Mei 2024 kita punya utang Rp 8.300-an triliun, kemudian utang jatuh tempo 2025—2029 sekitar Rp 3.749 triliun. Sementara tahun depan (utang jatuh tempo) Rp 800 triliun dulu,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti dalam diskusi publik bertajuk ‘Warisan Utang untuk Pemerintah Mendatang’ yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024).
Kondisi utang negara tentu menjadi PR besar bagi pemerintahan mendatang. Hal itu seiring dengan banyaknya program yang memakan anggaran yang besar, seperti proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) dan program makan bergizi gratis.
Menurut catatannya, program IKN memakan biaya Rp 466 triliun dan dianggarkan dari APBN. Lalu program makan bergizi gratis dianggarkan sama, Rp 466 triliun, yang mana tahun pertama sudah ditetapkan Rp 71 triliun.
“Kalau itu tidak diimbangi dengan kapasitas penerimaan negara yang semakin meningkat, saya tidak terbayang, apakah negara ini akan mengalami stroke ketiga. Semoga tidak,” ujar Esther.
Dia menekankan bahwa mau atau tidak mau dan suka atau tidak suka pemerintah ke depan harus memperkuat pendapatan yang lebih banyak guna memperluas kapasitas ruang fiskal agar bisa meningkat.
“Karena apa? Karena program-programnya sangat fantastis kan dalam program pembangunan, tidak hanya IKN dan makan bergizi gratis, tapi masih ada program-program lainnya, seperti program pembangunan infrastruktur,” tuturnya.
Menurutnya, pemerintah harus mencari solusi dengan paling tidak membuat skala prioritas program yang bakal digulirkan. Esther menyebut, program-program yang sebaiknya diprioritaskan adalah yang berdampak jangka panjang.
“Jadi, pilih program yang multiplier effect-nya luas dan dampak jangka panjangnya ada. Seperti apa? Penguatan sumber daya manusia (SDM), penguatan modal, dan transfer teknologi. Dari negara-negara yang sudah maju hanya tiga itu syaratnya,” tutupnya.
Utang negara banyak dibahas di medsos ...
Insitute of Development for Economics and Finance (Indef) menggelar survei masyarakat di media sosial (medsos) atau warganet mengenai pembahasan utang negara. Ternyata, utang negara yang meroket pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi isu strategis yang banyak dibahas warganet di medsos.
Mayoritas masyarakat di medsos menyatakan bahwa utang negara menjadi beban bagi rakyat ke depan. Survei tersebut bertajuk 'Dinamika Utang di Era Jokowi' yang dilakukan pada periode 15 Juni-1 Juli 2024.
Survei dilakukan tim Continuum yang merupakan tim data Indef dengan meng-capture fenomena isu di X (sebelumnya Twitter). Selama periode survei tersebut, tercatat ada sebanyak 22.189 perbincangan dan 18.977 akun yang membahas mengenai utang negara.
"Artinya masyarakat di medsos Twitter aware dengan isu utang. Wajar berarti ini menjadi isu yang cukup strategis," kata Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto dalam diskusi publik bertema 'Warisan Utang untuk Pemerintah Mendatang' yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024).
Eko mengatakan, timnya juga menelisik Google Trends, dan menemukan isu utang negara pada periode 15 Juni-1 Juli 2024 mencapai 218 ribu keywords yang dicari pengguna di Google. Terutama, warganet mencari informasi isu utang negara yang jatuh tempo. "Kami menggambarkan bahwa isu ini strategis baik di dunia nyata maupun maya ya," ujar nya.
Utang beban bagi rakyat ...
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, menurut Eko, dominan dari para warganet mengungkapkan bahwa utang negara yang kian bertambah menjadi beban bagi rakyat. Hanya secuil warganet yang berpendapat bahwa utang negara memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi karena pelebaran defisit.
"Sebanyak 79 persen dari 22 ribuan perbincangan itu, rata-rata netizen kompak menganggap kenaikan utang sebagai beban, artinya dengan situasi sekarang dan tahun depan utang jatuh tempo cukup besar jadi konsen pemerintah," ujar Eko.
Meski begitu, tetap ada masyarakat yang tidak mempermasalahkan utang yang melonjak pada era Jokowi. "Tapi ada 21 persen menyatakan menambah utang itu bermanfaat diantaranya untuk pembangunan infrastruktur jalan tol dan sebagainya, sebagai bagian dari memperlebar defisit," jelas Eko.
Jumlah utang negara sejauh ini per Mei 2024 tercatat sebesar Rp 8.353 triliun atau naik Rp 14,59 triliun dibandingkan bulan sebelumnya di angka Rp 8.338 triliun. Angka itu menunjukkan rasio utang Indonesia di angka 38 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, saat transisi dari Presiden SBY ke Jokowi pada 2014, jumlah utang di kisaran Rp 2.608 triliun.
Adapun utang jatuh tempo RI pada 2025 sebesar Rp 800 triliun. Tanggungan sebanyak itu menjadi beban bagi pemerintah Prabowo Subianto nantinya, karena ada banyak program yang ingin digulirkan. Di antaranya, proyek lungsuran Presiden Jokowi, yakni Ibu Kota Nusantara (IKN) dan makan bergizi gratis yang memakan ratusan triliun rupiah.