Perum Damri Minta PMN Rp 1 Triliun untuk Beli 100 Bus Listrik Transjakarta
Alokasi Rp 490 miliar digunakan untuk meremajakan 384 bus diesel angkutan perintis.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Damri mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun untuk 2025. Dana itu nantinya digunakan untuk penyediaan 100 bus listrik Transjakarta dan peremajaan bus diesel angkutan perintis.
Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin, mengatakan, dari total PMN tersebut sebanyak Rp 510 miliar akan dialokasikan untuk menyediakan 100 bus listrik perkotaan beserta infrastruktur listrik. Sedangkan Rp 490 miliar akan digunakan untuk meremajakan 384 bus diesel angkutan perintis.
Setia memaparkan, usulan tersebut didasarkan oleh beberapa pertimbangan. Di antaranya, usia armada angkutan perintis yang rata-rata sudah lebih dari tujuh tahun dan kualitas bus yang kurang baik karena kondisi medan lapangan yang lebih berat.
Sementara itu, untuk armada angkutan perkotaan, usia bus yang beroperasi saat ini telah mendekati batas maksimal yang diperbolehkan beroperasi di Jakarta, yaitu 10 tahun. Damri, sebagai operator bus, memiliki kuota bus di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 467 unit.
Saat ini, Damri telah mengoperasikan 26 bus listrik pada segmen Transjakarta. Pengadaan listrik bekerja sama dengan PT PLN. "Ekuitas perusahaan juga belum mampu untuk berinvestasi dalam penggantian alat produksi bus untuk dua segmen ini," ucap Setia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2024).
Setia menjelaskan, suntikan PMN itu diperlukan karena Damri menghadapi beberapa kendala dalam meremajakan angkutan perintis. Di antaranya, faktor biaya, infrastruktur, dan permintaan. Dia mengatakan, biaya operasi kendaraan angkutan perintis Damri belum memperhitungkan beberapa faktor, seperti biaya operasional yang tinggi di daerah dan medan yang sulit.
Selain itu, menurut dia, kelangkaan BBM di beberapa daerah Indonesia Timur juga membuat harga BBM lebih mahal daripada harga resmi eceran. Belum lagi, kata Setia, populasi penduduk di daerah layanan perintis yang umumnya rendah, serta tarif angkutan perintis yang diatur pemda juga rendah.