Hal-Hal yang Memberatkan dan Meringankan Vonis Hakim Terhadap Syahrul Yasin Limpo
Syahrul Yasin Limpo divonis 10 penjara dan denda Rp300 juta.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dalam kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Putusan itu dibacakan oleh Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (11/7/2024).
Dalam kasus ini, hakim memutuskan SYL terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun penjara," kata Pontoh dalam sidang tersebut.
Dalam pertimbangannya, hakim mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan putusan terhadap SYL. Pertama, SYL dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Kedua, SYL selaku penyelenggara negara yang menjabat Menteri Pertanian tidak memberikan teladan yang baik sebagai pejabat publik.
Ketiga, SYL disebut tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. "Terdakwa, keluarga terdakwa, serta kolega terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana korupsi dari hasil perbuatan terdakwa," ujar Pontoh.
Adapun, hal yang jadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman bagi SYL. Pertama, SYL berusia lanjut 69 tahun. Kedua, SYL belum pernah dihukum. Ketiga, SYL telah memberikan kontribusi positif selaku Mentan terhadap negara dalam penanganan krisis pangan pada saat pandemi covid-19.
Keempat, SYL dinilai banyak mendapat penghargaan dari Pemerintah RI atas hasil kerjanya. Kelima, SYL dinilai bersikap sopan sepanjang pemeriksaan di persidangan.
"Terdakwa dan keluarga terdakwa telah mengembalikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa," ujar Pontoh.
Diketahui, SYL dinyatakan bersalah dalam perkara pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan). Sehingga, majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara.
Majelis hakim juga menjatuhkan sanksi denda Rp300 juta. Apabila SYL tak memiliki kesanggupan maka diganti dengan kurungan selama 4 bulan. SYL diyakini hakim melanggar melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Merespons vonis 10 tahun penjara terhadap dirinya, SYL menganggap hukuman itu sebagai risiko jabatan dan pemimpin. Pernyataan tersebut dikatakan SYL setelah majelis hakim menutup persidangan pembacaan putusan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (11/7/2024).
"Bahwa apa yang terjadi hari ini bagi saya, ini bagian dari konsekuensi jabatan saya, ini adalah tanggung jawab kepemimpinan saya," kata SYL kepada awak media pada Kamis (11/7/2024).
SYL merasa risiko besar itu harus diterimanya dengan lapang dada. Walau, SYL menyinggung Kementan di bawah kepemimpinannya sudah mencukupi kebutuhan pangan nasional, termasuk ketika pandemi Covid-19.
"Di dalam rangka memenuhi ketersediaan pangan, di dalam rangka melaksanakan keterjangkauan pangan Indonesia dalam kondisi Covid," ujar SYL.
"Ini risiko leadership, ini risiko dari jabatan dari sebuah diskresi dan jabatan yang saya ambil, saya akan pertanggungjawabkan itu adil, teman-teman pers, saya akan pertanggungjawabkan ini, dan saya akan hadapi ini dengan sebaik-baiknya," ujar SYL.
SYL juga mengutarakan rasa terima kasihnya kepada Presiden Joko Widodo yang sudah menunjuknya sebagai Mentan. Sehingga SYL bisa membuka kesempatan untuk mengambil kebijakan strategis untuk menghadapi ancaman krisis pangan.
"Saya sampaikan terima kasih Pak Jokowi membeberkan kesempatan sebagai menteri, apapun akibat dari sebuah kebijakan ini resiko jabatan bagi saya," ucap SYL.