Wahabi dan Perspektif tentang Tauhid

Perintis ajaran Wahabi menulis buku berjudul Kitab at-Tawhid.

Wikipedia.org/ca
Peta Arab Saudi. Negara kerajaan ini menjadi tempat tumbuh suburnya pemikiran Wahabi.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tujuan awal aliran Wahabi adalah mengembalikan umat kepada ajaran Islam yang murni seperti yang termuat dalam Alquran dan sunah. Karenanya, tauhid merupakan tema pokok dalam doktrin Wahabi.

Baca Juga


Dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, John L Esposito menuliskan bahwa Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792) memandang tauhid sebagai agama Islam itu sendiri. Penulis Kitab at-Tawhid itu berpendapat bahwa keesaan Allah diwahyukan dalam tiga bentuk.

Pertama, tauhid al-rububiyah, penegasan keesaan Tuhan dan tindakan-Nya: Tuhan sendiri adalah Pencipta, Penyedia, dan Penentu alam semesta.

Kedua, tauhid al-asma' wa al-sifat, yakni keesaan nama dan sifat-Nya, yang berhubungan dengan sifat-sifat Tuhan. "Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya, dan semua yang di bawah tanah" (QS Thaha: 6).

Aspek ketiga, tauhid al-ilahiyah, menjelaskan, hanya Tuhan yang berhak disembah. Penegasan "tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya" berarti bahwa semua bentuk ibadah seharusnya dipersembahkan semata kepada Tuhan; Muhammad tidak untuk disembah, tetapi sebagai Nabi, dia seharusnya dipatuhi dan diikuti.

Tawassul

Para pengikut Wahabi sangat tidak sepakat dengan lawan-lawannya mengenai masalah perantara (tawassul). Bagi Muhammad bin Abdul Wahhab, ibadah (sembahan) merujuk pada seluruh ucapan dan tindakan --lahir dan batin-- yang dikehendaki dan diperintahkan oleh Tuhan.

Menurutnya, meminta perlindungan kepada pohon, batu, dan semacamnya adalah syirik. Dengan kata lain, tidak ada bantuan, perlindungan, ataupun tempat berlindung kecuali hanya kepada Tuhan.

Guna menghindari perbuatan syirik yang berkembang di tengah umat, menurut pengikut paham Wahabi, seluruh makam yang disucikan harus dihancurkan. Kaum Wahabi berpendapat, kuburan harus dibangun sama rata dengan tanah, dan tulisan-tulisan, prasasti, serta hiasan-hiasan, ataupun penerangan di pekuburan harus dihindari.

Kaum Wahabi juga percaya bahwa mengaku sebagai Muslim saja tidak cukup menjadi benteng agar terhindar dari musyrik. Seseorang yang telah mengucapkan syahadat, tetapi masih tetap mempraktikkan syirik (seperti yang didefinisikan oleh kaum Wahabi) seharusnya dicela sebagai kafir dan seharusnya dibunuh.

Kebaruan dalam agama

Bidah merupakan isu lain yang menjadi perhatian Wahabi. Bidah, menurut paham Wahabi, adalah setiap ajaran atau tindakan yang tidak didasarkan pada Alquran, sunah Nabi, atau otoritas para sahabat Nabi. Abdul Wahhab menyalahkan semua bentuk bidah.

 

Konflik antara ijtihad dan taklid adalah prinsip lainnya yang menjadi perhatian kaum Wahabi. Menurut Abdul Wahhab dan pengikutnya, Tuhan memerintahkan orang untuk hanya mematuhi-Nya dan mengikuti ajaran Nabi.

Tuntutan Wahabi untuk mengikuti sepenuhnya Alquran dan sunah bagi semua Muslim adalah juga sebagai penolakan kaum Wahabi terhadap semua penafsiran "final" imam mazhab empat --termasuk pandangan yang mulanya diikuti Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab yakni Mazhab Hambali.

Kaum Wahabi menolak pendapat yang menyatakan, pintu ijtihad telah tertutup. Meskipun mengikuti mazhab Hambali, mereka tidak menerima pandangan-pandangannya sebagai jawaban yang final.

Apabila terdapat tafsiran Hambali terbukti salah, pendapat itu harus ditinggalkan. Untuk mendukung pendapat mereka, kaum Wahabi mengutip ayat-ayat Alquran dan hadis.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler