Ketika Menteri ESDM dan Luhut Beda Suara Soal Pembatasan BBM Subsidi Mulai 17 Agustus

Arifin menegaskan belum ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi.

Republika/Thoudy Badai
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa belum ada pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi di 17 Agustus 2024.

Baca Juga


"Nggak ada batasan di 17 Agustus, masih belum (ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi) ini kok," kata Arifin di Jakarta, Jumat (12/7/2024).

Sebelumnya, wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Menanggapi hal itu, Arifin menegaskan belum ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi di Peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia (HUT RI). Dia mengatakan, pihaknya masih mempertajam data dan kendaraan yang berhak menerima, sehingga jika kebijakan itu diterapkan maka benar-benar tepat sasaran.

"Kita lagi mempertajam dulu, mempertajam dulu datanya. Tidak ada yang berubah, tidak ada yang naik. Kita lagi mempertajam dulu ininya (datanya), kita mempertajam dulu datanya. Kita kan mau tepat sasaran, (jadi) kita perdalam lagi (datanya)," tegas Arifin.

Lebih lanjut, Menteri ESDM menuturkan bahwa saat ini pemerintah masih memproses revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Ia menyebutkan, revisi Perpres itu masih dalam pembahasan di tiga kementerian yaitu Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Ini mau di ini dulu (dibahas), masih di antara tiga menteri, baru ke (Menteri) Perekonomian," ujarnya.

Skema pembatasan nantinya akan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri (Permen). Pada Permen ini bakal diatur terkait jenis kendaraan yang bisa menggunakan BBM subsidi.

"Ya nanti kita ajukan melalui Permen, tapi kan memang harus tepat sasaran, mana yang memang (harus terima), kendaraan jenis apa yang dapat. Kalau yang komersial nggak," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pengetatan penggunaan subsidi bahan bakar minyak pada 17 Agustus, sehingga dapat mengurangi jumlah penyaluran subsidi kepada orang yang tidak berhak.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika membahas permasalahan penggunaan bahan bakar minyak yang berhubungan dengan defisit APBN 2024. Ia meyakini, dengan pengetatan penerima subsidi, pemerintah dapat menghemat APBN 2024.

Selain memperketat penyaluran BBM bersubsidi, Luhut juga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang berencana untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol. Luhut meyakini bahwa penggunaan bioetanol tidak hanya mampu mengurangi kadar polusi udara. Tingkat sulfur yang dimiliki bahan bakar alternatif ini juga tergolong rendah.

Diperlukan mekanisme yang jelas... (halaman berikutnya)

Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi mengatakan pemerintah harus memberikan penjelasan mengenai mekanisme pembatasan BBM bersubsidi. Fahmy mengaku belum mengerti maksud pembatasan BBM bersubsidi yang dilontarkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu.

"Saya tidak tahu yang dimaksud itu pembatasan apa, apakah dengan pengurangan kuota yang ini pasti akan menimbulkan kelangkaan BBM di beberapa SPBU dan tentu menimbulkan masalah baru," ujar Fahmy saat dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (12/7/2024).

Fahmy menilai kebijakan pembatasan BBM bersubsidi harus disertai dengan mekanisme yang efektif agar tepat sasaran. Fahmy menyebut metode penggunaan aplikasi My Pertamina dan pembatasan berdasarkan silinder mesin kendaraan sejauh ini masih jauh dari kata maksimal.

"Ini yang harus ada sebuah instrumen atau mekanisme yang tepat dan diterapkan di SPBU tanpa juga merepotkan petugas SPBU," ucap Fahmy.

Fahmy memahami urgensi pemerintah membatasi penggunaan BBM bersubsidi yang selama ini membebani keuangan negara. Fahmy mendorong pemerintah bersikap tegas dalam memetakan kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi.

"Tegaskan saja kalau misalnya yang berhak membeli BBM bersubsidi itu sepeda motor, kendaraan angkutan barang atau angkutan kota, truk, jadi yang selebihnya tidak boleh (mendapatkan BBM bersubsidi," kata Fahmy.

Rencana pembatasan BBM bersubsidi juga mendapat tanggapan dari PT Pertamina (Persero). Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan komitmen Pertamina menjalankan apa pun keputusan pemerintah.

"Kalau Pertamina prinsipnya akan mengikuti arahan pemerintah nantinya," ujar Fadjar saat dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (12/7/2024).

Fadjar mengatakan Pertamina mendukung segala upaya pemerintah dalam implementasi penyaluran BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Fadjar menyampaikan Pertamina juga telah melakukan sejumlah dalam menerapkan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran.

"Pertamina menggunakan teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM Bersubsidi di SPBU-SPBU secara real time untuk memastikan konsumen yang membeli adalah masyarakat yang berhak," ucap Fadjar.

Pertamina, lanjut Fadjar, juga memiliki program penguatan sarana dan fasilitas digitalisasi di SPBU. Fadjar menyebut Pertamina berkomitmen melakukan digitalisasi di seluruh SPBU Pertamina yang mencapai lebih dari 8000 SPBU, termasuk SPBU yang berada di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T).

"Hasilnya, hingga saat ini 82 persen SPBU telah terkoneksi secara nasional," lanjut Fadjar.

Menurut Fadjar, semakin banyak SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina akan semakin memudahkan monitoring dan pengawasan atas penyaluran BBM bersubsidi. Selain itu, Pertamina juga terus meningkatkan kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM bersubsidi yang tidak sesuai peruntukannya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler