Reaksi Ulama Aswaja saat Ditanya, Apakah Alquran Makhluk?

Alquran adalah kalam Allah SWT yang terjaga dari penyimpangan.

Republika.co.id
Ilustrasi Alquran
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa huru-hara terkait kontroversi khalqul Qur'an ("Alquran adalah makhluk") terjadi pada era Dinasti Abbasiyah, yakni sejak masa Khalifah al-Maˋmun, al-Mu'tashim, hingga al-Watsiq. Ini merupakan satu diantara sekian banyak pertikaian dalam tubuh umat Islam yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Baca Juga


Suatu pendapat semestinya diadu dengan pendapat lain pula. Namun, kala itu yang terjadi adalah, penguasa berpihak pada pendapat tertentu dan bahkan menjadikannya ideologi resmi. Kemudian, pandangan ini dipaksakan kepada setiap warga. Itulah awal sebuah petaka.

Kenyataannya, Alquran adalah firman Allah (Kalamullah) yang secara jelas memiliki bukti-bukti konkret. Prof Abdul Yazid Abu Zaid Al Ajami dalam buku Akidah Islam Menurut Empat Madzhab menjelaskan, Imam Abu Hanifah dalam Al-Fiqh al-Akbar menyebut, Alquran adalah Kalamullah yang tertulis dalam lembaran-lembaran.

Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia terpelihara dalam dada orang-orang yang dipilih Rabb semesta alam. Adapun tulisan Alquran adalah makhluk, bacaan Alquran juga makhluk. Penuturan lafaz Alquran pun adalah makhluk. Namun, tetap saja, Alquran bukanlah makhluk.

Manusia berbicara dengan alat dan huruf, sementara Allah SWT berbicara tanpa alat dan huruf sehingga huruf adalah makhluk. Kalamullah bukanlah makhluk.

Lebih dari itu, Imam Abu Hanifah juga mengetahui bahaya pandangan yang menyatakan bahwa Alquran adalah makhluk. Suatu ketika, ada seseorang datang ke Masjid Kufah untuk menanyakan masalah ini.

Murid-murid Abu Hanifah tidak memberi jawaban, saat itu Abu Hanifah sedang berada di Makkah.

Selanjutnya...

Setelah kembali, Abu Hanifah khawatir jika murid-muridnya mengatakan sesuatu tentang masalah ini. Setelah tahu bahwa tidak ada yang mengatakan apa pun, ia merasa lega.

Imam Abu Hanifah menyatakan, “Semoga Allah SWT berkenan memberi balasan baik pada kalian, jagalah wasiatku, jangan pernah membicarakan dan membicarakan masalah ini selamanya, cukuplah pada batas akhir bahwa Alquran adalah Kalamullah.”

Sementara itu, dalam buku Dzakau al-Fuqaha wa Daha al-Khulafa, Syekh Khubairi menuturkan sebuah cerita yakni mengenai Imam Syafii. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, periode Mihnah itulah pernah terjadi. Kata mihnah berakar dari mahana, yumhinu. Artinya, cobaan, ujian, atau bala.

Dalam fase tersebut, kalangan penguasa yang fanatik terhadap pemikiran Muktazilah melakukan berbagai persekusi.

Sasarannya adalah kaum ulama yang tidak sejalan dengan aliran tersebut. Salah satu pokok pembeda kala itu adalah dukungan atau penolakan terhadap status makhluk pada Alquran.

Suatu hari, Khalifah memanggil Imam Syafii. Penguasa langsung menginterogasinya, “Menurut Tuan, apakah Alquran adalah makhluk?” Sang fakih menja wabnya sambil menunjukkan jari telunjuk, Ia adalah makhluk.” Maka selamatlah ulama itu dari siksaan.

Ketika pulang, orang-orang bertanya dengan nada kecewa, “Mengapa engkau menyatakan bahwa Alquran adalah makhluk? Padahal kami menyangka engkau akan menegaskan bahwa Alquran adalah Kalamullah.”

“Aku tidak mengatakan kepada Khalifah bahwa Alquran adalah makhluk. Aku mengacungkan jari telunjuk, lalu aku berkata, ia (jari) adalah makhluk,” terang Imam Syafii.

Rupanya, ada seseorang yang dengki terhadapnya sehingga melaporkan keterangan itu kepada Khalifah. Sang alim pun kembali dipanggil ke Istana. “Bagaimana pendapatmu, apakah Alquran makhluk atau bukan?” tanya sang raja.

Imam Syafii pun menyebutkan satu per satu empat kitab suci yang pernah diturunkan Allah SWT sembari berisyarat dengan keempat jarinya.

“Zabur, Taurat, Injil, dan Alquran. Empat ini adalah makhluk,” katanya. Mendengar itu, Khalifah merasa puas sehingga membiarkannya pulang. Padahal, yang dimaksudkan sang imam dengan empat ini adalah empat jarinya sendiri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler