Parlemen Israel Bunuh Solusi Dua Negara, Tolak Pembentukan Negara Palestina

Mayoritas anggota parlemen Israel menolak pembentukan negara Palestina.

EPA-EFE/ABIR SULTAN
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri pemungutan suara pleno Knesset di Yerusalem, 10 Juni 2024.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Parlemen Israel alias Knesset memutuskan melalui pemungutan suara untuk mengeluarkan resolusi yang menolak pembentukan negara Palestina. Hal ini akan menyulitkan solusi dua negara yang digadang-gadang komunitas internasional sebagai jalan keluar konflik di Palestina.

Baca Juga


Sebelumnya, Knesset telah menolak pendirian Negara Palestina jika dilakukan secara sepihak. Melalui keputusan semalam, mereka bertindak lebih jauh lagi dengan menolak kedaulatan Palestina disertakan dalam negosiasi penyelesaian konfik.

The Times of Israel melaporkan, resolusi tersebut disponsori bersama oleh partai-partai di koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan partai-partai sayap kanan dari oposisi dan bahkan mendapat dukungan dari partai Persatuan Nasional yang berhaluan tengah Benny Gantz.

Anggota parlemen dari partai kiri-tengah Yesh Atid meninggalkan sidang pleno untuk menghindari mendukung tindakan tersebut, meskipun ketuanya Yair Lapid telah mendukung solusi dua negara. Satu-satunya yang mendukung resolusi tersebut adalah anggota parlemen dari partai Buruh, Ra’am dan Hadash-Ta’al. Inisiatif ini disahkan hanya beberapa hari sebelum kunjungan Netanyahu ke AS untuk berpidato di sesi gabungan Kongres dan bertemu dengan Presiden Joe Biden di Gedung Putih.

Langkah ini kemungkinan akan semakin membuat kesal Partai Demokrat di AS yang merasa tidak nyaman menerima pemerintahan Israel yang semakin menolak solusi dua negara. Pada Februari, Knesset mengeluarkan sebuah resolusi yang disponsori oleh Netanyahu yang menolak pembentukan negara Palestina, namun mosi tersebut secara khusus membahas pembentukan negara tersebut secara sepihak di tengah laporan bahwa negara-negara di luar negeri sedang mempertimbangkan untuk mengakui negara Palestina tanpa perjanjian damai dengan Israel.

Resolusi semalam – yang disahkan dengan hasil 68-9 – menolak pembentukan negara Palestina, meskipun hal tersebut merupakan bagian dari penyelesaian yang dinegosiasikan dengan Israel. “Knesset Israel dengan tegas menentang pembentukan negara Palestina di sebelah barat Yordania. Pendirian negara Palestina di jantung Tanah Israel akan menimbulkan bahaya nyata bagi Negara Israel dan warga negaranya, melanggengkan konflik Israel-Palestina dan mengganggu stabilitas kawasan,” bunyi resolusi tersebut.

“Hanya dalam waktu singkat Hamas akan mengambil alih negara Palestina dan mengubahnya menjadi basis teror Islam radikal, bekerja sama dengan poros yang dipimpin Iran untuk melenyapkan Negara Israel,” lanjut pernyataan itu. “Mempromosikan gagasan negara Palestina saat ini akan menjadi hadiah bagi terorisme dan hanya akan mendorong Hamas dan pendukungnya untuk melihat ini sebagai kemenangan.”


Saat ini, hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia memegang prinsip solusi dua negara untuk penyelesaian konflik di Palestina. Solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina mengusulkan penyelesaian konflik tersebut dengan mendirikan dua negara bangsa di bekas wilayah Palestina yang dikuasai mandat Inggris. Implementasi solusi dua negara akan melibatkan pembentukan Negara Palestina merdeka berdampingan dengan Negara Israel.

Batas wilayah kedua negara dalam skema solusi itu adalah batas sebelum perang 1967, yang artinya Israel harus menarik diri dari sejumlah wilayah yang kini mereka duduki. Batas wilayah itu terus diobrak-abrik Israel dengan pembangunan ilegal di wilayah Palestina yang diakui Resolusi PBB.

Dengan penolakan Israel melalui Knesset, solusi itu kecil kemungkinan bisa dicapai melalui perundingan antara Israel dan Palestina.

Kebijakan Israel terhadap Tepi Barat yang diduduki menghancurkan prospek solusi dua negara dengan Palestina, kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Melalui langkah administratif dan hukum, Israel mengubah geografi Tepi Barat, kata Guterres dalam pernyataan yang dibacakan oleh kepala stafnya, Courtenay Rattray, dalam pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Rabu.

Perluasan pemukiman diperkirakan akan meningkat karena perampasan lahan dalam jumlah besar di kawasan strategis dan perubahan perencanaan, pengelolaan lahan, dan tata kelola, tambah Guterres. “Perkembangan terkini seperti menancapkan tombak ke jantung solusi dua negara,” kata Sekjen PBB tersebut. 

Serangan militer Israel, penangkapan warga Palestina dan kekerasan pemukim meningkat di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sejak Benjamin Netanyahu naik tampuk pada 2022. Sejak Netanyahu menjabat hingga 7 Oktober, penyerangan-penyerangan Israel terhadap kota-kota Tepi Barat menewaskan 181 warga Palestina. Angka itu adalah yang terbanyak sepanjang sejarah di Tepi Barat, melampaui gelombang pembunuhan oleh Israel sepanjang 2022 yang menewaskan 151 warga Tepi Barat.

Sejak Israel melancarkan perang terhadap Gaza pada Oktober jumlah warga Palestina yang dibunuh Israel di Tepi Barat melonjak. Merujuk catatan PBB, antara 7 Oktober 2023 hingga 8 Juli 2024, 553 warga Palestina, termasuk 131 anak-anak, syahid. Sementara sedikitnya 9.000 warga Palestina di Tepi Barat sejauh ini ditangkap dan ditahan tanpa prosedur hukum oleh Israel.

Sebanyak 12.855 unit pemukiman ilegal di Tepi Barat disetujui pembangunannya oleh pemerintah Israel pada 2023. Hal ini ditambah dengan persetujuan bagi 5.700 perumahan lagi pada Juni 2023. Jumlah ini jauh melampaui persetujuan tahunan yang biasanya merentang dari angka 1.000 sampai 8.500 unit.  

Bulan Juli ini, Israel dilaporkan telah menyita sekitar 2.370 hektare lahan di Tepi Barat yang diduduki sepanjang tahun ini saja. Angka itu merupakan perampasan lahan terbesar dalam lebih dari tiga dekade. Demikian menurut laporan pengawas pemukiman Israel.

Kelompok antipemukiman Peace Now melaporkan pada Rabu bahwa Israel telah mendeklarasikan 3.138 hektar tanah di Lembah Jordan sebagai “tanah negara” sehingga membuka jalan bagi pembangunan ratusan unit perumahan pemukiman.

Guterres mencatat bahwa Israel telah mengambil langkah-langkah hukuman terhadap Otoritas Palestina dan melegalkan lima pos terdepan Israel di Tepi Barat. Israel telah membangun pos-pos tersebut sebagai bagian dari pendudukannya di Tepi Barat sejak 1967.

“Kita harus mengubah arah. Semua aktivitas pemukiman harus segera dihentikan,” kata Guterres. Sekjen PBB juga mengulangi seruannya untuk segera melakukan gencatan senjata dalam perang Gaza dan membebaskan semua sandera.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler