Pembuatan Film KM 50, Ade Armando: Dendam Rizieq Belum Tuntas

Ade menilai Rizieq Shihab tidak akan bisa mengubah putusan Mahkamah Agung.

Republika/Wihdan
Ade Armando
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PSI Ade Armando menilai dendam Habib Rizieq Shihab dalam kasus KM 50 belum tuntas. Dendam itulah yang membuat Rizieq ingin membuat film KM 50 seperti halnya pembunuhan Vina.

Baca Juga


HRS ingin menggambarkan bahwa pihak FPI-lah yang menjadi korban dalam insiden penembakan tersebut, bukan sebaliknya seperti dalam putusan persidangan.

"Apa yang dikatakan RS menunjukkan dendamnya yang belum tuntas. Dia seperti all out akan berperang.  Yang menjadi tujuan Rizieq adalah upaya mempengaruhi opini publik bahwa dalam tragedi KM 50 itu, FPI adalah korban," ujar Ade di Cokro TV.

Pihak FPI menganggap bahwa tudingan empat laskar melawan polisi adalah bohong. Mereka ingin menggambarkan bagaimana petugas membantai keempat anggota FPI yang tidak berdaya. "FPI juga menuduh polisi yang mulai menyerang, itu yang akan difilm-kan dalam KM50," ujarnya.

Namun yang perlu ditekankan, HRS tak akan bisa mengubah keputusan yang sudah ditetapkan oleh Mahmakah Agung. Putusan MA telah jelas menyebut bahwa petugas yang disebut melakukan unlawful killing tidak salah.

Sementara kasus Vina, kata Ade, bukan perkara hukum yang sudah selesai penyelidikannya. Ada tiga nama yang buron. Terakhir yakni dengan penangkapan Pegi Setiawan yang akhirnya tidak bisa dibuktikan. "Masih ada ada pertanyaan yang belum dijawab. Beda dengan KM 50 yang sudah final," ujar Ade.

Oleh karena itu, kata Ade, Rizieq salah jika membandingkan kasus FPI dengan pembunuhnan Vina yang tersaji dalam film "Vina Sebelum 7 Hari."

Jika Rizieq bersikukuh membuat film KM 50 ini dan disebut dibuat berdasarkan cerita nyata, maka akan bisa film fitnah. Karena film itu dibuat bertentangan dengan putusan pengadilan.

"Tapi dia nampaknya lupa, pembunuhan tersebut terjadi mungkin karena kesalahan orang yang memerintah, enam anggota FPI itu menyerang polisi, dan orang (memerintah) itu bisa jadi Rizieq sendiri."

 

Sekadar menyadarkan ingatan, kata Ade, pembunuhan itu terjadi pada Desember 2020. Ketika itu 6 laskar FPI dilaporkan menyerang polisi yang sedang memantau pergerakan HRS.

Setelah melalui aksi kejar mengejar dan saling tembak menembak, polisi akhirnya bisa melumpuhkan FPI. Namun dalam pertarungan itu, kata ia, enam anggota FPI ditembak polisi sampai mati.

Dua polisi yang menembak sempat diadili dengan tuduhan unlawful killing atau pembunuhan di luar jalur hukum.

"Namun pengadilan memutuskan polisi bebas dari tuduhan tersebut. Mereka dianggap terpaksa melakukan aksi penembakan sebagai tindakan bela diri karena nyawa mereka terancam," kata Ade Armando.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler