Keluarga Korban: Yang Ditembak TNI di Puncak Jaya Bukan OPM Tapi Cucu Pejuang NKRI
TNI mengeklaim tiga warga yang dibunuh adalah anggota OPM.
REPUBLIKA.CO.ID, PUNCAK – Republika memeroleh video kesaksian dari keluarga korban soal penembakan yang diklaim TNI menewaskan tiga anggota kelompok separatis. Keluarga korban menyatakan, bukan saja warga sipil, salah satu yang meninggal adalah cucu tokoh Papua yang mendukung wilayah itu masuk Indonesia melalui pemungutan suara pada 1969.
“Kami tidak keberatan kalau yang ditembak itu benar-benar OPM, tapi ini yang ditembak itu namanya 'Pemerintah', dan itu cucu dari salah satu tokoh Pepera,” ujar Otis Murib, salah satu keluarga korban Pemerintah Murib dalam video yang beredar pada Kamis (18/7/2024).
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) merupakan jajak pendapat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia di Papua di bawah pengawasan PBB pada 1969. Saat itu, sekitar 1.000 tokoh dari seantero Papua dipilih untuk menentukan apakah Papua merdeka atau ikut Indonesia. Hampir semua perwakilan itu memilih bergabung dengan Indonesia.
“Indonesia masuk di sini itu karena perjuangan bapaknya,” ia melanjutkan. Pemerintah Murib yang meninggal ditembak TNI juga merupakan kepala Desa Dokkome .
“Bapaknya mau kasih nama ‘Indonesia’ tapi dia lupa jadi dia kasih nama ‘Pemerintah’. Makanya kami semua sedih karena karena ini kami punya keluarga pejuang. Macam ini penghargaan yang Indonesia lakukan terhadap masyarakat ini?”
Ia kemudian menyatakan bahwa kerusuhan yang dilakukan masyarakat itu karena yang ditembak benar adalah warga sipil. Ia mengatakan, memang sudah sekitar 20 tahun ada keberadaan OPM di kampung tersebut, Namun begitu, warga tak pernah bergolak jika mereka yang ditembak tentara Indonesia.
“Kalau mereka meninggal kami masyarakat ini tidak pernah ribut. Itu memang tugasnya TNI-Polri jadi kami kasih tinggal. Tapi kalau memang masyarakat murni yang tidak tahu apa-apa dapat tembak, nah itu masyarakat pasti akan marah,” kata Otis Murib.
Menurut dia, akibat dari penembakan itu, terjadi konflik antara masyarakat lokal dengan “masyarakat Nusantara”. “Jadi kita hari ini kumpul dengan masyarakat Nusantara ini supaya sepakat dulu. Kita bersatu supaya TNI berurusan dengan hukum,” katanya.
Ia juga menuntut ganti rugi untuk korban penembakan TNI maupun untuk korban warga pendatang. “Darah kami sama-sama merah, kami sama-sama Indonesia, makanya bayar,” ujarnya.
Menurut kronologi yang diperoleh Republika dari warga setempat, pada Selasa (16/7/2024) militer Indonesia telah menembak mati tiga warga sipil sementara lainnya sedang mengalami luka tembak. Kejadian tersebut terjadi di Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya sekitar pukul 20.00 malam waktu setempat.
Penembakan itu mengakibatkan Tonda Wanimbo selaku kepala desa Kalome, Distrik Mepogolok meninggal dunia akibat mengalami luka tembak. Penembakan juga mengakibatkan kematian Pemerintah Murib selaku Kepala Desa Dokkome dan Dominus Enumbi seorang warga sipil yang tengah menyelesaikan kuliahnya di Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura. Sejumlah warga sipil setempat juga mengalami luka tembak namun belum diketahui identitas jelasnya.
Kejadian itu bermula saat seorang komandan TPNPB, Terinus Enembuni yang bermarkas di Nusineri memasuki Distrik Mulia untuk membeli rokok, Ketika berada di wilayah Karubate, keberadaannya terendus militer Indonesia. Prajurit kemudian melakukan pengejaran terhadap Terinus Enumbi dengan menggunakan tiga mobil.
Tepat di depan SD YPPG Distrik Mulia, prajurit TNI langsung melakukan penembakan terhadap Mayor Terinus Enumbi dari jarak 50 meter. Terinus Enumbi hanya terserempet di bagian kepala, badan, serta kaki dan akhirnya melarikan diri. Namun, tembakan dari tentara Indonesia justru mengakibatkan tiga warga sipil meninggal dunia di tempat kejadian di sekitar pukul 20.10 WIT.
Menyusul kejadian itu, warga setempat meradang dan melakukan aksi kerusuhan. Sejumlah kendaraan di bakar, dan warga pendatang dikabarkan menjadi korban. Konflik antara warga lokal dan pendatang sejauh ini sudah dimediasi, namun keluarga korban tetap menuntut pertanggungjawaban TNI.
Kelompok separatis menyangkal keanggotaan korban jiwa... baca halaman selanjutnya
Organisasi Papua Merdeka (OPM) membantah klaim Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menembak mati tiga separatis bersenjata di Puncak Jaya, di Papua Tengah, Rabu (17/7/2024). Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) Sebby Sambom menegaskan, yang dibunuh oleh militer Indonesia tersebut adalah masyarakat sipil. Pembunuhan tersebut memicu gelombang kerusuhan antara warga pendatang, dan masyarakat asli yang akhirnya juga menghilangkan nyawa warga sipil.“Mereka (yang ditembak TNI) warga sipil.
"Tiga ditembak, dan yang lainnya menderita luka tembak,” begitu kata Sebby saat dihubungi Republika dari Jakarta, Kamis (18/7/2024). TPNPB-OPM, kata Sebby menegaskan, tak ada kaitannya dengan aksi bentrok sesama sipil, pascapenembakan yang dilakukan oleh TNI tersebut. “Warga pendatang yang dibunuh oleh masyarakat sipil Puncak Papua, sebagai balasan. Kami TPNPB-OPM tidak ikut terlibat aksi spontanitas itu,” begitu kata Sebby.
Pada Rabu (17/7/2024), Kodam XVII Cenderawasih melaporkan terjadinya kontak tembak antara kelompok separatis bersenjata dengan personel Satgas Yonif Raider Khusus (RK) 753/Arga Vira Tama di Puncak Jaya. Kontak tembak tersebut, terjadi setelah TNI menerima informasi pentolan separatis Teranus Enumbi bersama kelompoknya memasuki Kampung Karubate, di Distrik Muara. Dari kontak tembak tersebut, TNI mengeklaim menembak mati tiga anggota separatis. “Tiga terduga OPM yang tewas tersebut adalah SS (33 tahun), YW (41), dan DW (36),” begitu kata Kapendam Cenderawasih Letnan Kolonel (Letkol) Chandra Kurniawan.
Dari kontak tembak tersebut, kata Letkol Chandra, menemukan bukti ketiga yang tewas itu adalah anggota separatis karena ditemukan adanya senjata api. Sementara pemimpin ketiganya, Teranus Enumbi lolos dan kabur ke dalam hutan. Kata Letkol Chandra, Teranus Enumbi tercatat memiliki rekam jejak separatisme dan kriminalitas. Seperti penembakan, dan pembacokan teradap warga biasa dari kalangan pendatang, dan juga menyasar prajurit-prajurit TNI. Pada 19 Maret 2024 lalu, kata Letkol Chandra, Teranus Enumbi membacok Sertu Ismunandar, dan Serka Salim.
Terkait dengan penembakan tiga terduga separatis itu, evakuasi yang dilakukan TNI membawa ketiga jenazah ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mulia di Puncak Jaya. Akan tetapi, setelah penembakan oleh TNI terhadap tiga terduga OPM tersebut, terjadi insiden kerusuhan. Sejumlah warga asli Papua menyerang posko, dan kendaraan-kendaraan militer serta kepolisian. Sejumlah kendaraan, dan posko aparat keamanan setempat dibakar. Penyerangan oleh orang-orang asli Papua (OAP) itu juga menyasar ke ruko-ruko milik warga pendatang.
Dari informasi yang tersebar, disebutkan empat warga sipil tewas dalam kerusuhan tersebut. Akan tetapi, sampai Kamis (18/7/2024) belum ada pernyataan resmi dari aparat keamanan terkait situasi keamanan di Puncak Jaya. Kabid Humas Polda Papua Komisaris Besar (Kombes) Ignatius Benny mengatakan kepada Republika, agar mencari tahu, dan mengkonfirmasi informasi terkait kerusuhan, dan situasi terkini di Puncak Jaya kepada pihak TNI. “Kapendam, Kapen Kogabwilhan, dan Kapen Koopshabema yang bisa menjawab ya,” begitu kata Kombes Benny. Sedangkan dari TNI, sampai berita ini ditulis, juga tidak merespons.