LBH Ungkap Delapan Fakta Baru Kasus Kematian Afif Maulana demi Bantah Klaim Kapolda Sumbar

Fakta baru terkait kematian Afif Maulana diperoleh dari wawancara saksi dan korban.

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Orangtua Afif Maulana, pelajar SMP yang tewas diduga dianiaya oknum polisi, menabur bunga di pusara anaknya di pemakaman umum (TPU) Tanah Sirah, Padang, Sumatera Barat, Rabu (10/7/2024). Keluarga Afif Maulana bersama LBH Padang dan mahasiswa menggelar doa bersama dan tabur bunga bertepatan dengan 31 hari meninggalnya Afif Maulana dan keluarga berharap mendapatkan keadilan atas peristiwa itu.
Rep: Bambang Noroyono Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengungkapkan delapan fakta baru dalam pengusutan lanjutan kasus kematian Afif Maulana (AM) di Sumatera Barat (Sumbar). Direktur LBH Padang Indira Suryani menegaskan, fakta-fakta baru temuan tim investigasinya itu sekaligus bantahan terhadap penyampaian Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono yang dinilai sepihak menyudutkan bocah tewas usia 13 tahun itu.

Baca Juga


Sejumlah fakta baru temuan LBH Padang tersebut, beberapa di antaranya terkait dengan situasi yang dikatakan polisi terjadinya tawuran, pada Sabtu (8/6/2024) dan Ahad (9/6/2024) dini hari-subuh di Kota Padang. Dan temuan fakta baru atas tudingan Irjen Suharyono yang menuding Afif Maulana sebagai pelajar tawuran hanya berdasarkan temuan foto bocah 13 tahun itu, yang sedang memegang pedang panjang.

LBH Padang, kata Indira, juga mengungkapkan fakta-fakta baru hasil dari wawancara langsung para saksi-korban yang turut ditangkap oleh kepolisian pada subuh nahas tersebut. “Hasil investigasi dari LBH Padang ini, kami maksudkan untuk membuat semakin terangnya kasus kematian Afif Maulana, serta penyiksaan anak-anak lainnya dalam tragedi Kuranji 9 Juni 2024,” kata Indira dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (23/7/2024).

Indira mengawali temuan baru tim investigasi LBH Padang terkait dengan situasi, serta kondisi sebelum Afif Maulana, ditangkap dan ditemukan tewas. “Diamankan (ditangkap) bukan saat tawuran terjadi,” kata Indira.

Ia menerangkan, tim Sabhara Polda Sumbar menangkap Afif Maulana bersama-sama 18 anak-anak juga orang dewas lainnya pada Ahad (9/6/2024) dini hari-subuh bukan pada saat terjadinya tawuran. Tetapi diduga akan terjadinya baku-pukul antarpelajar tersebut.

“Terjadi kejar-kejaran antara kelompok anak-anak dan dewas di Simpang Empat Ampang-Durian Tarung dengan tim kepolisian. Ada sekitar 30-an motor anak-anak dan orang dewasa. Dan 30-an motor tersebut berpencar ke arah Duriang Tarung, dan ada yang ke arah Ampang. Namu tim Ditsamapta mengejar mereka yang mengarah lurus ke arah Balai Baru. Dan sempat terjadi blokade jalan oleh kepolisian di dekat Polsek Kuranji,” kata Indira.

Selanjutnya, kata Indira, LBH Padang membantah penyampaian Kapolda Irjen Suharyono atas temuan foto Afif Maulana yang terdokumentasi memegang pedang panjang. Menurut Indira, foto yang disampaikan oleh Irjen Suharyono itu memang benar, dan terkonfirmasi oleh keluarga adalah dokumentasi milik Afif Maulana.

Tetapi dalam foto tersebut, bukan menggambarkan tentang bocah Kelas-1 SMP Muhammadiyah-5 Kota Padang itu, sedang memegang pedang. Melainkan, kata Indira, foto tersebut merekam Afif Maulana yang memegang gagang teralis besi yang dibalut dengan kain bendera berwarna kuning salah-satu partai politik (parpol).

“Soal foto Afif Maulana memegang pedang, kami sampaikan fakta-fakta bahwa di dalam foto tersebut, Afif Maulana bukan memegang pedang, tetapi teralis besi jendela yang diperbaiki di dekat rumah ayah Afif Maulana di Indarung. Foto tersebut direkam oleh anak A, dengan handphone milik anak F dan dikirim ke handphone milik Afif Maulana. Foto tersebut dilakukan hanya untuk gaya-gayaan seorang anak seusia Afif Maulana (13 tahun),” kata Indira.

 

Fakta baru ketiga temuan LBH Padang, juga terkait dengan tiga saksi usia dewasa yang sudah diperiksa penyidik di Polresta Padang. Tiga saksi tersebut, kepada LBH Padang menyampaikan tentang kesaksian masing-masing yang menyatakan melihat kondisi luka-luka mengenaskan di bagian punggung Afif Maulana.

“Saksi-saksi ini menerangkan tentang kondisi pada Afif Maulana yang memiliki memar tiga bagian yang besar di punggung sebelah kiri. Dan ditemukan luka memar yang berasal dari benda tumpul sepanjang 4 sampai 10 sentimeter di bagian punggung kiri, dan kanan,” kata Indira.

Dari temuan luka memar besar pada bagian punggung Afif Maulana tersebut, LBH Padang meyakini, putra sulung dari Afrinaldi (34) dan Anggun Anggraini (32) itu, sempat mengalami kekerasan sebelum ditemukan tewas di aliran sungai dangkal di bawah Jembatan Kuranji, Ahad (9/6/2024) siang

“Kesaksian tiga orang dewas tersebut memberikan petunjuk bahwa Afif Maulana sudah bertemu dengan polisi dilihat dari petunjuk luka-luka benda tumpul yang diduga manau (rotan) atau tongkat pentungan yang dipukulkan ke bagian punggung Afif Maulana. Dan luka-luka tersebut juga ada pada tubuh saksi-saksi-korban lainnya,” kata Indira.

Temuan fakta lainnya dari LBH Padang, kata Indira, yakni menyangkut kesaksian dua orang yang sudah diperiksa di Polresta Padang. Dikatakan Indira, bahwa salah-satu saksi-korban dalam kejadian tersebut mengaku melihat, dan mengetahui saat Afif Maulana berada di Jembatan Kuranji pada subuh nahas.

“Satu saksi menerangkan bahwa Afif Maulana ada di jembatan, dan kerumuni oleh sedikitnya tiga orang anggota polisi. Saksi tersebut mengaku hanya berjarak sekitar 14 meter dari keberadaan Afif Maulana. Dan saksi tersebut mendengar jelas suara Afif Maulana meminta tolong minta ampun,” begitu kata Indira.

Menurut Indira, satu saksi-korban tersebut, juga mengaku turut bersama-sama enam saksi-korban lainnya yang ditangkap anggota kepolisian dan dikumpulkan di jembatan. Dan saat dikumpulkan tersebut, satu saksi-korban itu mengaku melihat dua anggota kepolisian sambil merekam menggunakan handphone.

“Terdapat dua orang polisi, yang pertama bernama Aseng, dan satu lagi memegang handphone merekam kejadian. Dan saksi tersebut (pada saat dikumpulkan di jembatan), diancam untuk tidak melihat ke arah Afif Maulana,” kata Indira.

Sedangkan satu saksi-korban lainnya yang diperiksa di Polresta Padang, mengaku melihat Afif Maulana berada di Polsek Kuranji. “Sedangkan satu saksi-korban lainnya, melihat Afif Maulana di Polsek Kuranji dengan dikawal polisi ke arah belakang saksi-korban tersebut,” ujar Indira.

Temuan fakta kelima LBH Padang, kata Indira, adalah terkait Polda Sumbar yang sudah memeriksa enam anak-anak saksi-korban lainnya. Pemeriksaan tersebut, kata Indira, sudah terindikasi pelanggaran hukum karena pemeriksaan terhadap anak-anak tersebut dilakukan oleh Propam Polda Sumbar.

Dan pemeriksaan oleh Propam Polda Sumbar terhadap enam saksi-korban anak-anak itu, terjadi beragam penyiksaan. “Enam orang anak-anak sudah diperiksa di Propam Polda Sumbar. Dan pemeriksaan terhadap enam orang anak-anak tersebut terjadi penyiksaan oleh Paminal dan Imposum di dua lokasi yang berbeda,” kata Indira.

Kepada LBH Padang, kata Indira, enam saksi-korban anak-anak tersebut memiliki kualitas verifikasi objektif karena mampu mengidentifikasi para anggota kepolisian, pelaku penyiksaan. “Mereka mampu mengidentifikasi polisi yang melakukan penyiksaan berupa sentruman, sulut rokok, dan penyiksaan lainnya,” kata Indira melanjutkan.

 

Fakta lainnya, kata Indira, LBH Padang menemukan putaran video Ditsamapta yang di-launching pada akun Instagram resmi Ditsamapta sebelum wafatnya Afif Maulana. Dari video tersebut, kata Indira, sedikitnya ada empat informasi yang dapat dijadikan bahan penyelidikan dan penyidikan oleh Polda Sumbar untuk mengidentifikasi para anggota terduga pelaku kekerasan, dan penyiksaan.

“Ada yang merekam proses malam tersebut yang mestinya dimintai penyidik videonya. Dan dari pengamatan kami, video tersebut merupakan gambar berbagai maam kegiatan yang kemudian digabungkan menjadi satu. Dan di dalam video tersebut, diduga kuat ada anggota polisi yang tidak menggunakan seragam, dan menggunakan baju hitam, celana batik sehingga mengindikasikan adanya polisi dari luar tim Ditsampta Polda Sumbar,” kata Indira.

“Juga dari video tersebut, terekam penggunaan alat-alat kekerasan berupa pentungan warna hitam yang panjang, dan diduga manau (rotan),” sambung Indira.

Fakta ketujuh dan kedelapan yang ditemukan LBH Padang, adalah situasi terkini terkait dengan dugaan perusakan tempat kejadian perkara, dan permintaan autopsi ulang yang tak direspons oleh Polda Sumbar. Kata Indira, terkait dengan tempat kejadian perkara (TKP) ditemukannya mayat Afif Maulana di aliran sungai dangkal di bawah Jembatan Kuranji tak pernah diberikan informasi atau tanda terjadinya peristiwa hukum.

“Bahwa sejak mayat Afif Maulana ditemukan, TKP tidak pernah dipasangi police line,” kata Indira.

Akan tetapi, kata Indira, setelah kasus kematian Afif Maulana ini menjadi informasi konsumtif seluruh masyarakat di Indonesia, Polda Sumbar mendadak menjadikan lokasi temuan mayat tersebut sebagai salah-satu titik dilakukannya proses penyelidikan, dan baru dipasangi pita sabuk kuning polisi.

“Akan tetapi di aliran sungai dangkal tempat lokasi temuan mayat Afif Maulana tersebut saat ini dilaksanakan pengerjaan proyek pengerukan untuk pendalaman dasar sungai,” kata Indira.

 

Pada saat tim investigasi LBH Padang kembali mendatangi TKP temuan mayat Afif Maulana, pekerja proyek mengingatkan untuk tak mendekat ke titik temuan mayat Afif Maulana. Menurut Indira, pengerukan-pendalaman dasar sungai tempat temuan mayat Afif Maulana itu, dipastikan sudah merusak TKP. Karena pada saat temuan mayat, sungai tersebut hanya sedangkal betis di bawah lutut orang dewasa.

“Dan setelah dilakukan pengerukan, dan pendalaman, dasar sungai di lokasi temuan mayat Afif Maulana itu, sudah sedalam lebih dari satu meter, dan terlihat adanya penumpukan batu-batu sungai di sekitar TKP. Kami mengindikasikan pengerukan dasar sungai ini merupakan hal yang disengaja,” kata Indira.

Kesengajaan tersebut diduga untuk memperkuat narasi Polda Sumbar yang sampai kini meyakini Afif Maulana meninggal dunia karena terjun dari Jembatan Kuranji setinggi lebih dari 20-an meter pada saat hendak ditangkap. “Penyidik Polda Sumbar harus bertanggung jawab atas seluruh pengrusakan TKP temuan mayat Afif Maulana tersebut,” kata Indira.

Dan temuan fakta terakhir atau kedelapan, kata Indira, menyangkut autopsi ulang untuk penyidikan yang sudah dimintakan oleh pihak keluarga atas jasad Afif Maulana. Menurut Indira, pihak keluarga sudah menyetujui agar dilakukan ekshumasi terhadap jasad Afif Maulana.

Persetujuan tersebut, pun sudah disampaikan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pihak LBH Padang, kata Indira, juga meminta Komnas HAM untuk turut serta membantu agar ekshumasi untuk autopsi ulang tersebut segera dilakukan. Bahkan kata Indira, tim dari LBH Advokasi Publik Muhammadiyah juga sudah meminta langsung ke Mabes Polri (22/7/2024) agar dilakukan ekshumasi untuk autopsi ulang jasad Afif Maulana.

“Namun permintaan pihak keluarga, LBH Padang, dan LBH AP PP Muhammadiyah untuk dilakukan ekshumasi tersebut tidak pernah direspons baik oleh Kapolri, maupun oleh Kapolda Sumatera Barat,” ujar Indira.

Menurut dia, LBH Padang sempat mendengar adanya penyampaian Kapolda Sumbar Irjen Suharyono yang menyetujui dilakukan ekshumasi. “Tetapi kesediaan oleh Kapolda Sumatera Barat itu, hanya kepada media, tanpa memberikan surat kesediaan resmi kepada pihak keluarga ataupun kepada LBH Padang untuk dilakukan ekshumasi sebagai langkah pro justicia dalam pengusutan terang kasus kematian Afif Maulana,” ujar Indira.

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono sebelumnya menegaskan, dirinya sebagai otoritas kepolisian tertinggi di Sumbar bertanggung jawab atas seluruh proses pengusutan kasus kematian anak AM.

“Saya bukan pelaku kejahatan. Saya pembela kebenaran,” kata Suharyono, belum lama ini ujar dia.

Suharyono melalui pesannya tersebut juga ‘menyerang’ balik koalisi sipil termasuk LBH Padang sebagai kelompok yang merasa benar sendiri. Bahkan disebutkan dia, sebagai kelompok masyarakat yang merasa tak pernah salah.

“LBH sok suci. Dia mengatur skenario dan alibi sedemikian rupa. Seolah-olah prediksinya yang paling benar,” kata Suharyono.

Suharyono menegaskan, bahwa kematian anak AM yang selama ini disebut-sebut oleh LBH Padang lantaran mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh para personel Sabhara Polda Sumbar merupakan spekulasi tanpa bukti. “Kami bertanggung jawab, bahwa kami yakini berdasarkan kesaksian dan barang bukti yang kuat, Afif Maulana (AM) melompat ke sungai untuk mengamankan diri sebagaimana ajakannya ke (saksi-korban) Adhitya (A). Bukan karena dianiaya polisi. Itu keyakinan kami,” kata Suharyono menegaskan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler