Menteri Israel Ben Gvir Kembali Provokasi Penyerbuan Al-Aqsa
Pemukim Yahudi berulang kali menerobos Masjid al-Aqsa Belakangan.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Keamanan Dalam Negeri Israel Itamar Ben-Gvir mengeluarkan pernyataan provokatif yang membolehkan orang-orang Yahudi diizinkan untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa. Pernyataan ini bertentangan dengan kebijakan yang telah berlangsung selama beberapa dekade dan berpotensi menyulut Muslim sedunia.
“Saya berada di eselon politik, dan eselon politik mengizinkan orang Yahudi berdoa di Bukit Bait Suci,” katanya dalam pidato di sebuah konvensi yang mendorong kunjungan orang Yahudi ke tempat suci tersebut dilansir Aljazirah.
Pada Kamis pekan lalu, Ben-Gvir menyerbu halaman Masjid Al-Aqsa di bawah perlindungan polisi pendudukan. Kantor berita WAFA melaporkan bahwa Ben-Gvir menyerbu Masjid Al-Aqsa dari Gerbang al-Maghrabi, dan berkeliaran di sekitar alun-alun timur, ditemani oleh sejumlah besar petugas polisi pendudukan.
WAFA mengindikasikan bahwa pendudukan mencegah jamaah memasuki Masjid Al-Aqsa, bertepatan dengan penggerebekan Masjid Suci oleh Ben-Gvir. Ini adalah serangan ketiga Ben-Gvir terhadap Masjid Al-Aqsa dalam waktu kurang dari setahun.
Ia juga berulang kali menerobos masuk ke al-Aqsa sejak menjabat sebagai menteri pada 2022. Provokasi berulangnya jadi salah satu alasan dibalik serangan pejuang Palestina ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.
Terletak di Yerusalem Timur yang diduduki, Masjid Al-Aqsa, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount, adalah titik konflik yang berulang dalam konflik Israel-Palestina.
Sejak 1967, Badan Wakaf yang ditunjuk Yordania mengelola situs tersebut, sementara Israel memiliki kontrol “keamanan”. Berdasarkan perjanjian tersebut, hanya umat Islam yang diperbolehkan shalat di sana, dan kunjungan non-Muslim hanya diperbolehkan pada waktu-waktu tertentu.
Namun, seperti yang dikatakan oleh analis International Crisis Group Mairav Zonszein, semakin banyak pengunjung Yahudi yang berdoa di sana “yang bertentangan langsung” dengan perjanjian status quo. “Mengumumkan perubahan tersebut sekarang adalah upaya langsung untuk memicu kekerasan dan bentrokan di Yerusalem dan dunia Muslim,” kata Zonszein.
Selain itu, beribadah di Masjid al-Aqsa juga sedianya terlarang bagi umat Yahudi jika merujuk hukum agama mereka. Mereka hanya boleh memasuki wilayah itu jika bangsa Yahudi telah “disucikan” dengan abu dari sapi merah yang dikorbankan. Sapi tersebut hingga saat ini belum ditemukan. Rencana pengorbanan sapi merah yang direkayasa secara genetik beberapa waktu lalu tak kunjung dijalankan.
Pekan lalu, Ben-Gvir mengunjungi lokasi tersebut dalam apa yang oleh para kritikus disebut sebagai provokasi berbahaya yang bertujuan menggagalkan perundingan yang sudah rapuh mengenai kembalinya para tawanan yang ditahan di Gaza.
Sementara polisi Israel masih menolak orang Yahudi diperbolehkan shalat di Masjid Al-Aqsa. “Kami tidak mengizinkan doa [Yahudi] di Bukit Bait Suci,” kata Eyal Avraham, komandan unit tempat suci polisi Israel, dalam sebuah video di situs berita Walla. Komentar Avraham muncul setelah menteri sayap kanan Itamar Ben-Gvir mengatakan orang-orang Yahudi diizinkan untuk berdoa di situs tersebut.
Namun, pada Senin lalu pemukim ilegal Yahudi di bawah perlindungan polisi Israel menerobos masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa. Saksi mata mengatakan puluhan pemukim memasuki situs suci tersebut secara berkelompok, melakukan tur provokatif ke seluruh kompleks, dan melakukan ritual Talmud.
Selama penyerangan tersebut, polisi Israel memberlakukan pembatasan masuknya jamaah Palestina ke masjid. Selain itu, polisi Israel memperketat pembatasan di gerbang Kota Tua, yang secara efektif mengubah daerah tersebut menjadi zona militer.
Provokasi terus menerus Israel di Masjid al-Aqsa... baca halaman selanjutnya
Sebelumnya, pihak Israel menggembar-gemborkan bahwa serangan Hamas pada 7 Oktober adalah serangan mendadak tanpa provokasi dari pihak mereka. Republika menelusuri pemberitaan terkait Israel sejak awal tahun dan mendapatkan gambaran yang sangat berbeda dari klaim itu. Sebelum Operasi Badai Al-Aqsa, kelangsungan keberadaan Palestina benar-benar terancam.
Sejak tahun lalu, para pejabat sayap kanan Israel tak henti melakukan provokasi-provokasi terhadap warga Palestina. Tepat di awal tahun ini, menteri kabinet Israel Itamar Ben-Gvir mengunjungi Kompleks Masjid al-Aqsa.
Tokoh ultranasionalis itu memasuki situs yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount dan bagi Muslim sebagai area Masjid al-Aqsa diapit oleh kontingen besar petugas polisi. Situs tersebut sering menjadi tempat bentrokan antara pengunjuk rasa Palestina dan pasukan keamanan Israel, terakhir pada bulan April tahun lalu.
Ben-Gvir telah lama menyerukan akses Yahudi yang lebih besar ke situs suci. Bagi warga Palestina, tindakan itu sebagai upaya provokatif dan sebagai pendahulu bagi Israel untuk mengambil kendali penuh atas kompleks tersebut.
Aksi-aksi kaum ekstremis Yahudi dari Israel kian menjadi-jadi selama Ramadhan tahun ini. Selain penyerangan-penyerangan oleh pemukim ilegal yang terus terjadi, gangguan dan provokasi di Masjid al-Aqsa juga terus dilakukan.
Gerakan ekstremis Temple Mount meminta para pengikutnya, pada Selasa (4/4/2023) malam untuk berkumpul di pintu masuk kompleks Masjid al-Aqsa pada malam hari raya Paskah Yahudi, yang akan berlangsung pada 5 April.
Para pendukung diminta untuk membawa hewan untuk disembelih di dalam kompleks al-Aqsa, situs tersuci ketiga dalam Islam dan area di mana doa dan ritual non-Muslim dilarang berdasarkan kesepakatan lama. Penyembelihan hewan kurban ini signifikan karena para ekstremis meyahini ia adalah awal pembangunan kembali kuil Sulaiman yang berarti penghancuran masjid-masjid di Kompleks al-Aqsa.
Polisi Israel kemudian menembak mati seorang warga Palestina di pintu masuk menuju Masjid al-Aqsa, Sabtu (1/4/2023). Saksi mata warga Palestina menuturkan, pada Sabtu pagi bahwa polisi menembak pria itu setidaknya 10 kali.
Pasukan Israel kembali menyerang Masjid al-Aqsa pada Rabu (5/4) malam, tak sampai 24 jam setelah serangan pertama pada dini hari. Kali ini, serangan dilakukan saat jamaah masih melaksanakan shalat Tarawih.
WAFA melaporkan, puluhan polisi Israel bersenjata berat menerobos masuk ke ruang shalat Masjid al-Qibli di kompleks al-Aqsa, sementara hampir 20 ribu jamaah masih melakukan shalat Tarawih.
Polisi secara brutal menyerang jemaah Palestina, memukuli mereka dengan pentungan dan menargetkan mereka dengan granat kejut, tabung gas air mata, dan peluru baja berlapis karet. Hal itu sebagai cara untuk mengusir mereka secara paksa dari tempat suci umat Islam.
Pasukan pendudukan Israel kemudian menyerbu Mushala Bab al-Rahma (Gerbang Rahmat) di Kompleks Masjid al-Aqsa, Senin (24/4/2023). Mereka juga dilaporkan menyita banyak isi di dalamnya.
Penyerbuan-penyerbuan ke Masjid Al-Aqsa ini terus berlangsung sepanjang tahun. Ekstremis Yahudi semakin intensif menyerbu Al-Aqsa saat mereka merayakan hari raya Sukkot, yang berlanjut hingga awal Oktober. Mereka dilaporkan mengadakan ritual keagamaan sebagai persiapan pembangunan Kuil Sulaiman. Seribu lebih esktremis Yahudi itu melakukan penerobosan ke Masjid al-Aqsa hingga dua hari menjelang Badai al-Aqsa.