Ini Lima Isu yang Bisa Rontokkan Calon di Pilwalkot Bogor
Jika publik tahu dan percaya maka bisa merontokkan elektabilitas calon.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — LSI Denny JA mengingatkan para kandidat yang ingin berkontestasi di Pemilihan Walikota (Pilwalkot) Bogor pada November 2024, agar mewaspadai, lima isu negatif yang berpotensi merontokan elektabilitas.
Dari temuan survei terbarunya, Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, menyebut setidaknya ada lima isu negatif yang penting diwaspadai. Isu ini potensial ditolak oleh mayoritas publik di Kota Bogor.
“Jadi kelima isu tersebut adalah: Narkoba (99,8%), Judi (99,5%), Korupsi (99,3%), LGBT (99,3%) dan terakhir poligami atau beristri lebih dari satu (88,6%),” kata Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, Kamis (25/7/2024). Survei ini dilakukan mulai tanggal 11- 16 Juli 2024 lalu.
Isu negatif lainnya yang menjadi pertimbangan memilih seperti latar belakang suku, gender, putra daerah, bahkan agama, menurut Toto, tidak terlalu dipermasalahkan. Termasuk isu dinasti dan nepotisme, kata Toto, sejauh ini tidak terlalu membumi yang berefek pada kemerosotan elektabilitas. “Karena isu tersebut lebih bersifat elitis, hanya menjadi wacana kalangan elit,” ungkapnya.
Dicontohkannya, isu tentang dinasti pada Pilpres kemarin. Sejumlah kalangan akademisi dan civil society mengkritisi keras isu tersebut yang dialamatkan kepada Gibran Rakabuming. Namun, faktanya, mayoritas dibawah tetap saja memilihnya.
Hal yang menarik, kata Toto, dari lima isu penting itu, isu poligami itu cukup mendapat respon publik yang negatif. Ditolak oleh 88,6%. Meskipun, kandidat yang melakukan itu menikah dengan istri keduanya secara sah.
“Kenapa menarik? karena di hampir setiap melakukan survei dimana saja, temuan data seperti itu selalu muncul dengan tingkat penolakan yang cukup tinggi. Apalagi, yang sudah jelas-jelas dianggap melanggar hukum seperti korupsi, LGBT, Judi dan Narkoba,” ungkapnya.
Mengenai seberapa besar isu-isu negatif itu berpengaruh kepada anjloknya elektabilitas, menurut Toto, kembali kepada hukum perilaku pemilih. Yaitu, seberapa publik tahu dan seberapa publik percaya. Sebab, bisa saja publik tahu, tapi publik tak percaya terhadap isu tersebut, maka otomatis tak berefek elektoral buruk.
Dari data LSI Denny JA, khusus di Kota Bogor, publik yang tahu terhadap isu-isu negatif para calon itu baru 5,5%. Selebihnya, 93,6% mengaku tidak tahu dan tidak pernah dengar.
“Data ini bisa menjadi goodnews buat para kandidat yang terkena salah satu isu negatif seperti poligami, LGBT, korupsi dan lain-lain, tapi publik tidak tahu. Sebaliknya, menjadi badnews pada saat mayoritas publik akhirnya tahu,” papar Toto.
Tentang siapa aja kandidat yang terkena isu tersebut, Toto menolak berkomentar. Meskipun, dalam survei, nama yang terseret isu itu, minimal LGBT dan Poligami, terpotret. Namun, tidak etis jika disebutkan kepada publik karena harus ada konfirmasi kepada yang bersangkutan.
Pada bagian lain, Toto juga mengingatkan ada isu lain yang penting diantisipasi para calon. Yaitu, angka penerimaan publik yang menganggap wajar terhadap money politic cukup tinggi, 49,1%. Ini gambaran tingginya sikap pragmatisme publik di Kota Bogor