Pesan di Dinding TKP Temuan Kerangka Ibu-Anak, Psikolog Soroti Satu Kalimat Huruf Kapital
Pesan yang ditulis di dinding dinilai bahwa korban selama ini merasa tersakiti.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Antara
Sederet pesan berupa tulisan di dinding ditemukan di rumah tempat kejadian perkara (TKP) penemuan kerangka diduga ibu dan anak, di Perumahan Tanimulya, Kabupaten Bandung Barat. Tulisan-tulisan itu diduga dibuat oleh ibu dan anak tersebut sebelum meninggal dunia.
Psikolog Retno Lelyani Dewi menjelaskan, sebuah pesan dituliskan di dinding mengandung sejumlah alasan. Pertama, orang yang menulis pesan itu ingin meluapkan emosi yang menjadi bebannya selama ini. Pesan itu juga ditujukan agar semua orang bisa membacanya.
"Dinding itu tegak artinya dia eye catching ya, kelihatan oleh mata. Jadi siapapun yang masuk ke ruangan itu akan melihat tulisan itu gitu. Jadi yang pertama, kalau saya menduga bahwa yang menuliskan itu, itu sangat ingin kelihatannya diketahui orang lain gitu," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (4/8/2024).
Retno yang juga merupakan Kepala Biro Psikologi Rumah Cinta telah membaca tulisan di dinding itu. Ia menyebutkan, dalam tulisan di dinding rumah TKP penemuan kerangka tersebut terdapat huruf besar dan kecil yang digunakan. Besar kecilnya huruf itu menunjukkan penekanan saat menulis pesan tersebut.
Ia menyoroti beberapa pesan yang disampaikan dalam tulisan itu. Salah satunya adalah kalimat "Aku harap kau jangan menyakiti..." yang diduga ditulis oleh sang ibu.
Menurut Retno, pesan itu jelas menunjukkan bahwa korban selama ini merasa tersakiti oleh suaminya. "Itu kan kesannya kan itu huruf besar semua. Itu menunjukkan bahwa si yang menuliskan itu, ingin memberitahu, ingin menginformasikan ya tadi. Dia sangat tersakiti gitu, sehingga dia nggak pengin gitu, orang lain masakan hal yang sama gitu," ujar dia.
Retno juga mencoba menafsirkan pesan yang diduga dibuat oleh anak kepada ayahnya. Dalam tulisan itu, sang anak menunjukkan kekecewaannya terhadap ayahnya yang tidak memfasilitasi dalam hal pendidikan.
Padahal, ayahnya disebut sudah berjanji untuk menyekolahkan anaknya. Namun, janji ayahnya itu tak kunjung ditepati.
"Intinya dia mengalihkan kemarahan itu ke ayah. Bisa kemarahan langsung, karena mungkin ayahnya pada saat dimintai uang sekolah, ternyata tidak memberikan apapun alasannya gitu. Apakah mungkin, ayah tadi belum punya uang, untuk kamu sudah makin minta uang sekolah bisa kayak gitu ya," kata dia.
Retno menambahkan, kekecewaan sang anak bukan hanya terkait karena janji ayahnya untuk menyekolahkan dirinya yang tak ditepati. Lebih dari itu, anaknya juga menunjukkan kekecewaan terhadap ayahnya karena meninggalkan ibunya.
"Nah kemudian, ditambahkan lagi tadi di bawahnya keterangan bahwa, tadi istrimu aja, dia mempersonifikasi, dia orang luar gitu ya. Istrimu aja, gitu. Artinya itu kemarahan yang luar biasa. Bahwa, ini nih si ayah ini, gitu. Ini sudah sedemikian menyakiti istrinya, gitu. Ibunya dia," kata Koordinator Satgas Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan (PPKK) Ikatan Psikolog Klinis Jawa Barat itu.
Retno menduga, pesan-pesan itu dituliskan pada saat kondisi kedua orang itu masih sehat secara fisik. Bahkan, keduanya disebut tak memiliki keinginan untuk meninggal dunia. Namun, kondisi emosi yang tidak stabil membuat fisik keduanya lama-kelamaan terganggu.
Kondisi psikis yang menurun itu perlahan membuat keduanya menjadi depresi. Apalagi, diduga di rumah itu tidak ada orang lain yang bisa menetralisir kondisi psikis anak dan ibu itu yang terus menurun.
"Mungkin akhirnya muncul halusinasi. Nah, halusinasi tadi, kebayang nggak sih yang dia harusnya ngeliat tadi, harusnya dia ngeliat itu apel, gitu ya, dia ngeliatnya itu jadi bentuknya misalnya arang besar, gitu. Jadi, dia nggak pengin makan," kata dia.
Akibatnya, kemampuan ibu dan anak itu untuk bertahan hidup menjadi terganggu. Di sisi lain, kedua orang itu diduga tidak melakukan kontak dengan orang-orang di sekitarnya.
"Nah, jadi mereka sendiri sebenarnya sibuk dengan pikiran masing-masing yang sakit, gitu, kalau bayangkan saya. Jadi, ini bisa jadi kalau saya menduga, tulisan ini dibuat pada saat mereka masih mentalnya masih sehat, masih emosinya meledak, ya, tulis tuh di situ. Di kondisi-kondisi berikutnya, tadi yang saya bilang, mungkin ada yang nggak mau makan, nggak mau minum, gitu," kata Retno.
Menurut dia, kasus yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat itu harus menjadi pelajaran bagi semua pihak. Artinya, masyarakat di sekitar juga harus berperan dalam mencari tahu kondisi tetangganya.
Mencari tahu yang dimaksud bukan semata karena ingin ikut campur, melainkan untuk memastikan lingkungan di sekitarnya baik-baik saja. "Artinya tadi, warga di lingkungan sekitar ini bisa tadi bisa diedukasi bahwa penting ini warga untuk agak kepo lah, gitu. Kalau rumah penuh rumput, ditanya. Orang-orang harusnya tadi bisa kita bantu, gitu. Tapi karena kita kurang peka, kita belum tahu apa yang harus kita lakukan," kata dia.
Kepolisian Resor Cimahi sebelumnya mengatakan, akan mendalami temuan sejumlah pesan di tembok rumah yang diduga ditulis oleh Iguh Indah Hayati (55) dan Elia Putra (24), yang ditemukan telah menjadi kerangka di Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Kapolres Cimahi AKBP Tri Suhartono mengatakan saat ini pihaknya juga tengah melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti USB yang didapati di rumah dimana ditemukan kedua kerangka manusia tersebut.
"Isinya berpesan kekecewaan terhadap keluarga, kehidupan. Itu semuanya yang ada di dalam USB," kata Tri di Bandung Barat, Jumat.
Tri mengaku masih melakukan analisis terhadap pesan kekecewaan yang ditujukan kepada suami korban. Pihaknya juga tengah mencocokkan tulisan yang ada di dinding tembok rumah dengan tulisan yang dibuat sehari-hari.
Keduanya ditemukan oleh Mudjoyo Tjandra yang merupakan suami dari Iguh serta ayah Elia pada Senin (29/7/2024). "Sampai saat ini kami menganalisa (kekecewaan) terhadap suaminya. Terkait dengan kekecewaan, kekeluargaan dan kehidupan cuma sekedar itu," kata dia.
Tri menyebut pihaknya sudah memeriksa sebelas orang saksi yaitu nama-nama yang tertera di tulisan di dinding, suami korban, ketua RT, ketua RW, tetangga dan keluarga korban. Tri mengatakan, suami dari Iguh tengah dijadikan saksi untuk mengungkap penyebab kematian ibu dan anak tersebut.
"Menurut keterangannya, masih pisah rumah. Belum ada perceraian dan memang keluar dari rumah ini semenjak tahun 2015," katanya.
Adapun isi pesan yang ditulis di tembok rumah tersebut ditujukan kepada suami dan ayah korban. Mereka kecewa dengan janji-janji suaminya yang tidak pernah ditepati.
Berikut sebagian pesan yang ditulis ibu dan anak tersebut:
Surat untuk Mudjoyo
"Kalau buat janji, jangan bikin janji kalau gak bisa menepati janji. Aku mau sekolah katanya mau membiayai sekolah tapi semua itu dusta. Catatan, akan kubawa sampai mati semua janji manismu," mengutip tulisan di dinding tersebut.
"Aku hanya minta uang sekolah, tapi kau seperti itu, katanya raihlah cita cita setinggi langit tapi kau tidak dukung aku dengan biaya sekolah. Maafkan aku tidak bisa menjadi anak yang sempurna karena manusia tidak ada yang sempurna. Termasuk istrimu saja kau tinggalkan karena kau menuntut dia menjadi sempurna dan menjadi sangat sempurna. Ketahuilah hanya tuhan yang sempurna," mengutip tulisan di dinding tersebut.