Viral Video Gadis Palestina Kirim Pesan Sedih ke Dunia Usai Pembantaian Sekolah Al Tabi'in
Sambil menangis, gadis itu berdoa kepada Allah SWT tidak memaafkan Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Militer Israel membombardir sebuah sekolah bernama Al Tabi'in di Jalur Gaza pada Sabtu (10/8/2024). Seratusan warga Palestina dikabarkan meninggal dunia saat bom berjatuhan saat mereka melaksanakan shalat Subuh.
Israel mengakui serangan ke sekolah di Gaza tersebut, seraya berdalih bahwa gedung itu menjadi “markas militer” kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Selain menewaskan seratusan warga Palestina yang mengungsi di sekolah itu, serangan Israel tersebut melukai ratusan pengungsi lainnya.
Seusai aksi biadab militer Israel itu, beredar viral di media sosial, video seorang gadis Palestina yang menjadi saksi mata bagaimana saudara-saudara mereka dibantai oleh bom-bom Israel yang menghujani sekolah Al Tabi'in. Sambil menangis, gadis berjilbab ungu itu mengaku lelah atas penderitaan yang dialaminya selama ini di Gaza.
Berikut pesan menyentuh gadis itu kepada dunia, seperti ditranslasi oleh Quds News Network:
"Bukan hanya saya, semua lelah, semua anak-anak."
"Semua anak muda tumbuh dengan lelah."
"Cukup sudah, cukup. Apa yang Yahudi lakukan terhadap kami? Dan bangsa Arab menyaksikan kami. Apakah penderitaan kami menyenangkan mereka?"
"Kami muka, dunia, kami muak."
"Dan kamu, kamu negara-negara Arab. Saya tidak tahu mau ngomong apa soal kamu."
"Anak-anak sekarat di bawah reruntuhan, tangan mereka terluka, kaki mereka patah, kepala mereka hancur."
"Untuk semua bangsa Arab dan bangsa asing yang melihat kami, darah apa yang mengalir di nadimu, dari tanah apa kamu diciptakan, jika anakmu sendiri yang menghadapi ini, apakah kamu akan tetap diam?"
"Saya punya satu kata yang ingin saya katakan."
"Saya tidak akan memaafkanmu. Dan saya akan berdoa kepada Tuhan saya agar tidak memaafkanmu juga."
"Ini adalah kata-kata terakhir yang saya ucapkan."
Pihak Kepresidenan Palestina menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS) turut bertanggung jawab atas serangan Israel di sebuah sekolah di kawasan Daraj, Kota Gaza, yang menewaskan lebih dari 100 orang pada Sabtu. Menurut laporan, serangan udara Israel terhadap sekolah Al Tabi’in yang menampung ribuan pengungsi tersebut terjadi pada Sabtu “pada waktu shalat Subuh”.
“Kami menganggap pemerintah AS bertanggung jawab atas pembantaian ini karena dukungan finansial, militer, dan politik mereka kepada Israel,” kata Kepresidenan Palestina dalam pernyataannya yang dipantau di media sosial pada Sabtu (10/8/2024).
Palestina memandang serangan tersebut sebagai bagian dari tindakan sistematis Israel untuk “memusnahkan” rakyat Palestina dengan pembantaian dan pembunuhan setiap hari. Apalagi, serangan tersebut terjadi sehari setelah AS menyuntikkan dana tambahan sebesar 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp55,8 triliun) kepada militer Israel.
“Bantuan tersebut dikucurkan pada saat yang sama dengan serangan parah ini, yang membuktikan keterlibatan AS dalam genosida yang sedang berlangsung,” tulis pernyataan itu.
Untuk itu, Palestina kembali mendesak AS untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya, berhenti membunuh warga Palestina yang tidak bersalah, dan mematuhi hukum dan norma internasional.
“AS harus segera mengakhiri dukungan tanpa syaratnya kepada Israel, yang menyebabkan tewasnya ribuan orang tak bersalah, termasuk anak-anak, wanita, dan lansia,” kata pernyataan itu.
Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Palestina, Francesca Albanese menyebut Israel melakukan genosida di Jalur Gaza. Pernyataan Albanese keluar setelah Israel mengebom sekolah hingga menewaskan sedikitnya 100 warga Palestina.
"Israel secara terpisah melancarkan genosida terhadap warga Palestina di daerah permukiman, rumah sakit, sekolah, kamp pengungsi, hingga zona aman," tulis Albanese di media sosial X pada Sabtu.
Albanese bahkan menggambarkan Gaza sebagai "kamp konsentrasi" terbesar dan paling parah yang terjadi pada abad 21. Albanese mengkritik penggunaan senjata Amerika Serikat dan Eropa dalam serangan Israel ke sekoal At Tabi'in itu.
Ia mengaku kecewa atas "ketidakpedulian negara-negara beradab" terhadap situasi kemanusiaan di Gaza.
"Semoga warga Palestina memaafkan kami atas ketidakmampuan kami semua untuk melindungi mereka maupun menghormati makna paling mendasar dari hukum (internasional)," kata Albanese.