Malaysia Gagal Lagi Dapat Emas Olimpiade, Atlet Dirundung, Anwar Ibrahim Angkat Bicara

Anwar Ibrahim akan buat rencana untuk meningkatkan kualitas olahraga nasional.

AP Photo/Eugene Hoshiko
PM Anwar Ibrahim.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, KUALALUMPUR --  Malaysia belum juga berhasil memecah telor untuk memperoleh emas di Olimpiade. Atlet Malaysia hanya memperoleh dua medali perunggu di Olimpiade Paris. 

Baca Juga


Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan bahwa pemerintahannya membuat rencana baru untuk meningkatkan prestasi olahraga setelah berakhirnya Olimpiade di Paris.

Pada Senin (12/8/2024), Anwar juga mengucapkan selamat kepada para atlet Malaysia yang telah berkompetisi di Olimpiade tersebut. 

“Saya ingin mengucapkan selamat kepada mereka yang tampil di Olimpiade dan mereka yang telah berusaha sebaik mungkin. Kami harus menerima hasil ini."

“Kami berharap kedepannya kami dapat menyelesaikan beberapa rencana baru untuk meningkatkan prestasi olahraga nasional,” kata Anwar seperti dikutip Malay Mail pada Senin di sebuah acara di Kuala Lumpur.

Dua medali perunggu Malaysia datang dari tim bulu tangkis - Aaron Chia dan Soh Wooi Yik (ganda putra) dan Lee Zii Jia (tunggal putra).

Harapan untuk meraih medali emas terakhir pupus setelah pebalap sepeda Azizulhasni Awang didiskualifikasi pada 10 Agustus karena kesalahan teknis pada lintasan balap sepeda. Azizulhasni meraih perunggu di Rio pada 2016 dan perak di Olimpiade Tokyo.

Dengan 15 medali perak dan perunggu, Malaysia adalah negara tanpa medali emas di Olimpiade selama bertahun-tahun. Sementara itu di Asia Tenggara, empat negara yang belum meraih medali di Olimpiade – Brunei, Kamboja, Laos, dan Myanmar.

Perundungan

Dijagat maya persoalan emas Olimpiade menjadi pembicaraan hangat publik, termasuk di Asia Tenggara.  Sebelumnya netizen RI juga terlibat 'perang' komentar dengan warganet Malaysia.

Salah satu yang dipertanyakan warganet Malaysia yakni soal Indonesia yang hanya bisa dapat dua emas padahal jumlah penduduk 175 juta. Sementara netizen RI menyindir Malaysia yang gagal meraih medali emas. 

Baca juga,  Netizen Malaysia Sindir 275 Juta Penduduk RI Cuma Dapat 2 Emas, Langsung di Skakmat

Namun di dalam negeri Malaysia ada isu lain yakni perundungan atlet.  Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil pada hari Sabtu mengatakan bahwa ia mengetahui keluhan beberapa atlet Olimpiade Malaysia yang merasa telah dirundung di dunia maya oleh netizen.

 

Fahmi memperingatkan bahwa beberapa komentar dapat dianggap sebagai perundungan siber jika berdampak negatif pada kesehatan mental atlet Malaysia, meskipun ia tidak memberikan contohnya.

"Saya belum menerima laporan terbaru, oleh karena itu, saya tidak memiliki informasi terkini (tentang atlet yang dirundung di dunia maya).

"Meskipun demikian, saya akan menyelidiki masalah ini jika atlet merasa bahwa kesejahteraan mereka terpengaruh misalnya (karena kasus-kasus seperti itu) karena kita terkadang melihat bahwa komentar dari netizen agak kasar, terlepas dari apakah itu akun palsu atau tidak," ujar Fahmi dikutip oleh New Straits Times.

Fahmi menambahkan bahwa ada beberapa kejadian di mana atlet menjadi sasaran komentar kasar secara daring. "(Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia) memang menerima laporan dari waktu ke waktu, tetapi yang penting untuk dicatat adalah bahwa beberapa pelaku perundungan siber bersembunyi di balik akun palsu. Tindakan oleh platform media sosial tidak efektif dalam mengekang akun palsu …” Bernama melaporkan perkataannya.

Media lokal sebelumnya melaporkan bahwa tidak ada undang-undang khusus untuk mengatasi perundungan siber di negara tersebut setelah kematian influencer Rajeswary Appahu yang bunuh diri setelah diduga menjadi korban perundungan siber.

Pihak berwenang Malaysia sejak itu mengatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan usulan untuk mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana negara tersebut untuk memperkenalkan ketentuan khusus untuk pelanggaran perundungan siber di negara tersebut.

Dalam beberapa minggu terakhir, pemerintah Malaysia juga telah mengambil sikap yang lebih keras terhadap Big Tech dan perusahaan media sosial. Pemerintah telah mengumumkan bahwa semua platform media sosial dan pengiriman pesan internet dengan sedikitnya delapan juta pengguna terdaftar di negara tersebut harus mengajukan lisensi kelas mulai tahun 2025 atau menghadapi hukuman.

Sebelumnya, Fahmi menyampaikan kepada CNA bahwa rezim lisensi kelas baru akan menambah kekuatan legislatif Malaysia untuk memastikan internet lebih aman bagi anak-anak dan keluarga.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler