Keributan Warganet RI-Malaysia Soal Emas Olimpiade Masih Berlanjut, Noordin M Top Terseret

Warganet Malaysia pamer layanan autogate di Schiphol meski negaranya tak meraih emas.

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Lifter Indonesia Rizky Juniansyah (tengah) membawa bendera Merah Putih saat mengikuti penutupan Olimpiade Paris 2024 di Stadion Stade de France, Paris, Prancis, Ahad (11/8/2024). Pada Olimpiade Paris 2024, Indonesia berada di urutan 39 dengan perolehan medali 2 emas dan 1 perunggu, sementara olimpiade selanjutnya akan dilakasanakan di Los Angeles, Amerika Serikat pada 2028.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik kegagalan Malaysia meraih emas di Olimpiade Paris 2024 hingga kini masih menjadi bahan polemik warganet di media sosial X. Nama gembong teroris Noordin M Top sampai ikut terseret.

Baca Juga


'Keributan' bermula saat seorang warganet Malaysia memamerkan foto jalur kedatangan di Bandara Schiphol, Belanda di mana negara jiran itu menjadi salah satu di antara sedikit negara yang bisa memanfaatkan fasilitas autogate. Dalam foto itu, bendera Malaysia berjejer dengan negara-negara yang mendapatkan hak khusus autogate seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Singapura, hingga negara-negara Uni Eropa. 

"Tanpa medali emas di olimpade terakhir, tapi minimal warga Malaysia bisa menggunakan layanan autogate di Schiphol," ujar seorang warganet dalam unggahannya, Selasa (13/8/2024).

Seperti tersindir, banyak warganet yang diduga adalah akun-akun warga Indonesia merespons unggahan foto autogate Schiphol tadi. Bahkan salah satu akun menyematkan data diri dan foto Noordin M Top dalam responsnya.

"Paspor kami mungkin akan lebih kuat jika saja salah seorang dari Anda tidak memainkan peran utama dalam mengindoktrinasi suatu generasi di Indonesia untuk menjadi pengebom yang mengakibatkan banyak negara berpikir dua kali untuk menerima kami masuk," kata warganet itu.

Warganet di atas mengunggah tangkapan layar profil Noordin M Top dari Wikipedia. Tercatat, Noordin M Top lahir pada 11 Agustus 1968 di Kluang, Johor, Malaysia dan meninggal pada 17 September 2009. Dalam riwayat itu, Noordin M Top disebut sebagai seorang ekstrimis Muslim Malaysia yang adalah teroris paling dicari di Indonesia.

Noordin M Top diyakini sebagai tokoh utama pembuat bom dan penyandang dari untuk Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yang kemudian membentuk kelompok yang lebih ekstrem yakni Tanzim Qaedat al-Jihad. FBI menyebut Noordin M Top sebagai 'ahli bahan peledak', dan 'kepala, perekrut, dan pembuat bom dan pelatih di JI'.

Noordin bersama Dr Azhari dikenal sebagai otak di balik aksi terorisme di Makassar pada 2002, pemboman hotel Marrott di Jakarta pada 2003, bom Kedutaan Besar Australia pada 2004, bom Bali pada 2005, hingga ledakan bom di JW Marriott - Ritz-Carlton di Jakarta pada 2009.

Noordin M Top tewas terbunuh pada 17 September 2009 dalam sebuah penyergapan yang dilakukan oleh kepolisian Indonesia di sebuah rumah di Mojosongo, Jebres, Jawa Tengah. Selama persembunyian dan pelariannya di Indonesia, Noordin M Top menikahi beberapa wanita Indonesia dan memiliki beberapa anak dari pernikahan itu.

Komik Republika Si Calus Generasi Emas - (Daan Yahya/Republika)

Polemik raihan medali kontingen Malaysia di Olimpiade Paris 2024 diduga bermula dari cuitan salah satu warganet Malaysia yang menyindir Indonesia terkait perolehan medali di Olimpiade Paris 2024. Warganet itu merespons cuitan akun parodi presiden Korea Utara Kim Jong-un, @unmagnetism, yang meminta pengikutnya di X menyebutkan negara yang belum mendapatkan medali emas Olimpiade Paris dan seharusnya malu.

Seperti terpantik dengan cuitan @unmagnetism, warganet Malaysia itu menimpali, "Lagi malu ada 275 juta penduduk tapi ada dua emas je (saja). Betul-betul tak pandai cari talent (bakat) ke apa?"

Sontak cuitan warganet Malaysia itu memantik kegaduhan di X pada Ahad (11/8/2024) lalu. Ramai-ramai warganet Indonesia menggeruduk akun warganet Malaysia tadi seraya mengingatkan bahwa, selama 70 tahun Malaysia merdeka, belum sekalipun negara jiran itu meraih emas di olimpiade.

Di Olimpiade Paris 2024, Malaysia 'hanya' berhasil meraih dua medali perunggu dari cabang bulu tangkis. Yakni dari tunggal putra Lee Zii Jia dan pasangan ganda putra Aaron Chia-Soh Wooi Yik.

Raihan medali dari tiap olimpiade membuat Malaysia memperpanjang masa paceklik medali emas meski sudah hampir 70 tahun mengikuti pesta olahraga empat tahunan itu. Pencapaian di Paris 2024 bahkan dinilai masih kurang memuaskan dibandingkan edisi Olimpiade Tokyo, di mana Malaysia masih mampu meraih satu perak yang diraih Mohd Azizulhasni dan satu perunggu dari Aaron-Wooi Yik.

Jika Malaysia pulang dari Paris tanpa medali emas, sementara kontingen Indonesia berhasil membawa pulang dua emas dan satu perunggu. Para peraih medali Olimpiade Paris 2024 dari kontingen Indonesia adalah Veddriq Leonardo (panjat tebing) dan Rizki Juniansyah (angkat besi) yang masing-masing membawa satu medali emas dan Gregoria Mariska Tunjung (bulu tangkis) dengan medali perunggu.



Akademisi dari Universitas Teknologi Mara (UiTM) Shah Alam, Mohd Sadek Mustafa berpandangan sudah tiba saatnya bagi Malaysia untuk melirik cabang olahraga lain daripada hanya fokus ke cabang olahraga tertentu yang populer. Ia berpandangan, Malaysia perlu menjadikan negara tetangga seperti Indonesia sebagai contoh, yang mampu meraih emas dari panjat tebing dan angkat besi, saat bulu tangkis tidak bisa meneruskan tradisi emas.

"Kita tak usah pergi jauh dan jadikan Indonesia sebagai contoh. Olimpiade ini (Paris 2024) mereka tak dapat emas dari badminton tapi dapat dari angkat besi dan panjat dinding," kata Mustafa kepada Bernama, Selasa (13/8/2024).

“Kita juga boleh melirik olahraga-olahraga berpotensi meraih emas seperti kano dan kayak, karena kita ada atlet-atlet berbakat dan fasilitas yang bagus. Olahraga itu tidak bertumpu pada aspek fisik tapi juga teknologi alat bantu olahraga itu," ujarnya menambahkan.

Sadek juga menyarankan negaranya mencontoh bagaimana negara seperti China menerapkan metode dalam pembinaan atlet. Ia menyoroti perekrutan atlet di tiap cabang olahraga selain pembibitan usia muda.

"Harus ada perubahan dari segi mentalitas. Pelatih-pelatih di level nasional harus punya faktor X. Contoh, pelatih seperti Pep Guardiola menerapkan data dan analisis dalam pendekatan pelatihannya. Kita butuh pelatih yang bisa mematok prestasi atlet mereka sebagai prioritas utama," kata Sadek dikutip New Straits Times.

In Picture: Tiba di Tanah Air, Atlet Indonesia yang Berlaga di Olimpiade Paris Disambut Meriah

 

Sementara, pengamat olahraga Asan Ahmad berpandangan, ketidakmampuan negaranya meraih emas akan terus berlanjut jika federasi-federasi olahraga di Malaysia tidak mengubah program yang mampu melahirkan talenta-talenta baru di dunia olahraga. Selama ini Malaysia terlalu mengandalkan atlet senior yang mereka istilahkan sebagai 'kuda tua'.

"Pada pandangan saya, kita masih gagal untuk mendapat emas olimpiade karena kita gagal melahirkan atlet baru yang berpotensi menyumbang medali emas. Kita masih bergantung kepada atlet lama untuk meraih medali," kata Asan.

"Bisa dibayangkan atlet seperti Mohd Azizulhasni Awang yang semakin dimakan usia masih diberi kepercayaan untuk bertanding di pentas olimpiade. Tak salah mendaftarkan dia, tetapi dia harus didampingi oleh pelapis (atlet muda)," ujar Asan, menambahkan.

Minimnya atlet-atlet pelapis di Malaysia, menurut Asan, menunjukkan kelemahan program federasi dalam melahirkan atlet-atlet berbakat. Menurutnya, Malaysia tidak boleh bergantung kepada Azizulhasni selamanya.

"Harus ada lebih ramai (atlet) pelapis,” kata Asan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler