Infrastruktur Sehat, Negara Kuat

Infrastruktur telah menjadi prioritas pemerintah dalam 10 tahun terakhir.

Biropers Istana/Muchlis Jr
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) meninjau Jalan Tol Pamulang-Cinere-Raya Bogor usai diresmikan di Gerbang Tol Limo Utama, Depok, Jawa Barat, Senin (8/1/2024).
Rep: Frederikus Bata, Muhammad Nursyamsi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, Pembangunan infrastruktur adalah salah satu prioritas utama dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama hampir sepuluh tahun pemerintahannya. Proyek-proyek infrastruktur yang telah rampung kini mulai memberikan buah berupa peningkatan daya saing Indonesia.

Baca Juga


Kendati memiliki dampak positif, pembangunan infrastruktur bukan tanpa risiko. Kalkulasi yang tepat diperlukan agar pembangunannya tidak menimbulkan beban utang berlebihan. Pelaksanaan pekerjaan pun harus dikawal agar tidak menimbulkan kasus korupsi yang merugikan negara.

Jokowi kerap menekankan bahwa pemerintah telah membangun beragam infrastruktur baik berupa konektivitas jalan hingga infrastruktur yang berfungsi sebagai pelayanan masyarakat. Jokowi memandang penting pembangunan infrastruktur bagi negara sebesar Indonesia karena infrastruktur memiliki beragam fungsi dan manfaat, mulai dari efisiensi biaya logistik hingga sebagai pemersatu bangsa. Dia meyakini, kehadiran infrastruktur dapat membuat biaya logistik lebih efisien sehingga akan turut meningkatkan daya saing Indonesia dalam berkompetisi dengan negara lain.

“Efisiensi biaya logistik ini sangat penting sehingga akan mempengaruhi daya saing investasi negara kita. Tidak akan mungkin investor datang kalau infrastruktur kita jelek. Mau ke sebuah pulau tidak bisa karena tidak ada airport, mau ke sebuah pulau tidak bisa karena tidak ada seaport, mau ke sebuah pulau tidak bisa karena tidak ada jalan,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyampaikan, pemerintah telah melakukan pembangunan infrastruktur yang masif dan konsisten di seluruh wilayah Tanah Air.

Foto udara pembangunan jalan tol Bayung Lencir - Tempino (Baleno) Seksi 3 di Sungai Landai, Muaro Jambi, Jambi, Jumat (19/4/2024). - (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Hal itu memberi dampak positif. Pertama, untuk perekonomian nasional, meningkatkan konektivitas antar wilayah, mempercepat distribusi barang dan jasa, serta membuka peluang investasi bagi investor domestik dan asing.

Data Kementerian PUPR menunjukkan Indonesia kini berada di peringkat ke-27 dunia dalam hal daya saing. Keadaan ini lebih baik dari posisi di 2023 yakni di urutan ke-34. Ada kenaikan tujuh anak tangga.

Indonesia memperoleh skor 71,52 dalam riset IMD World Competitivenes Ranking (WCR 2024). Di Asia Tenggara, Indonesia berada di urutan ketiga, berada di belakang Thailand (25), dan Singapura di peringkat pertama. Infrastruktur yang andal melalui penguatan jasa konstruksi diyakini merupakan kunci utama dalam meningkatkan daya saing di tengah persaingan global.

Basuki mengatakan infrastruktur merupakan instrumen utama untuk mengejar ketertinggalan menuju Indonesia Emas 2045. Infrastruktur telah menjadi prioritas pemerintah dalam 10 tahun terakhir.

"Infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintah itu, menghasilkan pembangunan yang masif, mendukung peningkatan daya saing nasional, pemerataan pembangunan dan keadilan sosial, serta meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa," kata Basuki.

Proyek infrastruktur yang dibangun di era Jokowi memang mulai dirasakan manfaatnya. Ada pembuatan jalan tol, pelabuhan, bendungan, dan sebagainya. Berbagai proyek tersebut membutuhkan dana besar.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut, anggaran infrastruktur nasional pada 2024 mencapai Rp 423,4 triliun atau sebesar 12,73 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Abdul Muis mengungkapkan, besarnya alokasi anggaran itu perlu diikuti dengan kesiapan industri konstruksi dalam menyediakan pasokan suplai bahan konstruksi.

Akselerasi pembangunan infrastruktur tidak terlepas dari tantangan. Proyek-proyek raksasa itu berpotensi menyisakan dampak utang, juga bahaya laten korupsi. Beberapa pihak terkait bahkan telah berurusan dengan penegak hukum saat mengerjakan proyek infrastruktur.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menilai, ada banyak pelajaran dari situasi ini. Sehingga, ujarnya, ke depannya terbuka ruang perbaikan.

"Harus ada desain atau rancangan infrastruktur yang dibangun itu ingin mendorong pertumbuhan ekonomi seperti apa?" kata Faisal.

Ia menerangkan, di setiap daerah, kondisinya berbeda. Ini mengacu pada kebutuhan masing-masing tempat. Semua harus disesuaikan dengan karakteristik penduduk dan wilayahnya.

Jadi, lanjut Faisal, bukan hanya tentang membangun fisik infrastruktur saja. Lebih dari itu, harus dibangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Sehingga, bisa bermanfaat dalam jangka panjang dan menyeluruh.

Berikutnya, pembangunan infrastruktur tersebut idealnya tidak terlalu membebani anggaran negara dan anggaran BUMN yang terlibat. Itu mengurangi risiko utang negara.

Menteri BUMN Erick Thohir bahkan turut menegaskan program bersih-bersih merupakan bagian dari transformasi BUMN. Seperti diketahui, sejumlah pihak di BUMN yang bergerak di bidang konstruksi atau BUMN karya justru terjerat kasus hukum dalam pembangunan infrastruktur.

Erick menyampaikan, Kementerian BUMN sejak awal berkolaborasi dengan banyak pihak mulai dari Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), TNI, Polri, hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewujudkan tata kelola perusahaan BUMN yang bersih dan profesional, tak terkecuali terhadap BUMN-BUMN karya.

Di samping itu, Erick juga menyiapkan skema konsolidasi guna memperbaiki tata kelola BUMN karya. Dengan konsolidasi, Erick meyakini kinerja BUMN karya akan jauh lebih efisien dan profesional.

"Di (BUMN) karya hari ini, kita sudah konsolidasi dalam tahap proses menggabungkan tujuh perusahaan karya menjadi tiga perusahaan karya, yaitu dengan penggabungan yang namanya Adhi Karya, Nindya Karya, Brantas, dan Nindya Karya," ujar Erick.

Selain itu, Erick pun mengkonsolidasikan Hutama Karya dengan Waskita serta PT PP dengan Wijaya Karya. Erick menekankan salah satu tujuan utama konsolidasi ini ialah berfokus pada penyehatan perusahaan.

Erick juga sudah mulai mengklasifikasi BUMN karya ini ke berbagai kelompok kategori bisnis. Hal ini bertujuan agar BUMN karya bisa lebih fokus pada tugasnya masing-masing. "Misalnya di Hutama Karya dan Waskita mereka akan fokus di jalan tol, nontol, institutional building, dan juga residential commercial," ucap Erick.

Sementara untuk Wika dan PP, lanjut Erick tidak menggarap segmen jalan tol. Erick meminta Wika dan PP fokus pada pembangunan atau pengembangan pelabuhan dan bandara, meski masih akan tetap masuk di segmen residential karena masih ada aset-aset yang tertinggal sebelumnya.

"Lalu juga penggabungan Adhi Karya, Nindya Karya, mereka akan fokus kepada air, rel, dan juga tentu beberapa konteks lagi. Ini yang kita lakukan sebenarnya, konsolidasi sekaligus penyehatan," kata Erick.

Mengatasi Darurat Transportasi Umum

Angkutan umum semakin menjadi kebutuhan dasar masyarakat terutama bagi yang hidup di perkotaan. Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno dalam tulisannya meminta tindakan khusus dari pemerintah agar benar-benar-benar fokus mengurusi hal ini.

Dengan adanya transportasi yang memadai, diharapkan tidak mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Djoko mencontohkan kasus mangkraknya perumahan bersubsidi. Pemicunya karena pembeli menyadari hunian miliknya jauh dari jalur transportasi umum. Ada biaya tambahan. Akibatnya, pemilik rumah tersebut memilih ngekos atau sewa di tempat yang dekat dengan lokasi kerja.

Itu gambaran nyata tentang pentingnya jalur transportasi umum. Idealnya dekat dengan tempat tinggal penduduk. Layanan angkutan umum yang buruk, lanjut Djoko tidak hanya berdampak buruk pada kemacetan lalu lintas tapi juga pencemaran udara, kecelakaan lalu lintas, kesehatan, dan ekonomi biaya tinggi.

"Juga berita terkini, sejumlah perumahan subsidi mangkrak, akibat tidak ada layanan angkutan umum, sehingga enggan membeli rumah itu walau sudah mendapat subsidi," katanya dalam pesan kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Djoko menilai Indonesia sedang mengalami darurat angkutan umum. Meski, ujarnya, di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera telah terhubung jaringan jalan tol dan telah membangkitkan bisnis angkutan umum antarprovinsi semakin membaik. Adanya bus Antar Kota Antar provinsi (AKAP) jenis sleeper bus, double decker, serta menjamurnya bisnis angkutan travel antar kota atau Angkutan Jemput Antar Perkotaan (AJAP) menandakan keberhasilan angkutan umum jarak jauh.

Namun, Djoko mencatat, Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP), angkutan perkotaan, angkutan perdesaan justru makin terpuruk. "Bahkan, banyak kota di Indonesia sudah tidak memiliki layanan angkutan umum," ujar Djoko.

Suasana Terminal Bus Leuwipanjang Kota Bandung. - (Edi Yusuf/Republika)

Dari 38 ibukota provinsi, baru 15 kota mencoba membenahi angkutan umum berbadan hukum dan diberikan subsidi. Itupun hanya Kota Jakarta yang mandiri (karena APBD mencukupi), selainnya ada pemda yang masih tergantung bantuan APBN (mendapat stimulus), seperti Pemkot Bogor (Trans Pakuan), Pemkot Bekasi (Trans Patriot), Pemkab Banyumas (Trans Banyumas), Pemkot Bandung (Trans Metro Pasundan), Pemkot Palembang (Trans Musi Jaya), dan Pemprov Bali (Trans Metro Dewata).

Djoko mengatakan, pembenahan angkutan umum tidak bisa berhenti hanya di Kementerian Perhubungan. Keikutsertaan Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri juga diperlukan. Tidak kalah pentingnya alokasi anggaran dari Kementerian Keuangan untuk keberlangsungannya dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK).

Djoko memahami, tak mudah membenahi angkutan umum di Indonesia yang sudah lama dibiarkan tidak berkembang. Sebagai contohnya, di Kota Semarang beroperasi Bus Trans Semarang tahun 2009, setelah dirintis sejak 2005. Bus Trans Jateng beroperasi tahun 2017, butuh waktu delapan tahun sejak 2009 dilakukan kajian, perencanaan, sosialisasi hingga pengalokasian anggaran. Pendekatan kepada operator eksisting memerlukan waktu diskusi cukup lama. Sementara Program Pembelian Layanan (buy the service/BTS) dirintis sejak akhir tahun 2017, baru efektif beroperasi Juni 2020.

"Semua itu membutuhkan proses dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Itupun Program BTS hingga sekarang masih harus dilakukan proses penyempurnaan agar mendapatkan model yang tepat dalam mengelola angkutan umum bersubsidi di Indonesia," kata Djoko.

Penyediaan transportasi umum perkotaan yang memadai menjadi semakin diperlukan karena data penggunanya juga terus meningkat. Di ranah layanan kereta, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mencatat jumlah penumpang KRL, Kereta Api Lokal, dan LRT Jabodebek menunjukkan tren yang meningkat. Pada Januari hingga Juli 2024, volume penumpang KRL tercatat sebanyak 191.895.323 penumpang atau naik 15,89 persen dari periode yang sama di tahun 2023 sebanyak 165.581.152 penumpang.

Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan tren yang sama juga terjadi pada angkutan penumpang KA Lokal. Anne menyampaikan jumlah penumpang yang berhasil diangkut pada semester I 2024 sebanyak 20.694.169 penumpang atau naik 9,84 persen dari periode yang sama pada 2023 sebanyak 18.840.027 penumpang.

"Antusias masyarakat dalam menggunakan layanan KA perkotaan terbaru yaitu LRT Jabodebek untuk aktivitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah dan lainnya juga sangat tinggi," ujar Anne.

Anne mengatakan, LRT Jabodebek telah melayani sekitar 15,2 juta penumpang sejak Agustus 2023 hingga Juli 2024. Tingginya volume tersebut juga menunjukan kereta perkotaan kini semakin menjadi solusi transportasi bagi masyarakat urban di wilayah Jabodebek.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler