2 Peristiwa Ini Perkuat Fakta Bahwa Benda Mati pun Turut Bertasbih kepada Allah SWT
Segala yang ada di langit dan bumi bertasbih kepada Allah SWT
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tahukah Anda jika sebenarnya segala apa yang ada di bumi baik makhluk hidup hingga benda mati sekalipun bertasbih, meski kita tidak mengerti bahasa mereka.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat al-Isra ayat 44 yaitu sebagai berikut:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”
Pertama, bertasbihnya makanan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا نَعُدُّ الْآيَاتِ بَرَكَةً وَأَنْتُمْ تَعُدُّونَهَا تَخْوِيفًا كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَقَلَّ الْمَاءُ فَقَالَ اطْلُبُوا فَضْلَةً مِنْ مَاءٍ فَجَاءُوا بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ قَلِيلٌ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الطَّهُورِ الْمُبَارَكِ وَالْبَرَكَةُ مِنْ اللَّهِ فَلَقَدْ رَأَيْتُ الْمَاءَ يَنْبُعُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ولقَدْ كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيحَ الطَّعَامِ وهو يُؤْكَلُ.
Dari [Abdullah] berkata, "Kami dahulu menganggap tanda-tanda luar biasa (seperti mukjizat) sebagai berkah sedangkan kalian menganggapnya sebagai sesuatu yang menakutkan. Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu perjalanan kemudian persediaan air menipis, maka beliau bersabda: "Carilah sedikit air". Maka mereka datang dengan membawa sebuah bejana berisi air yang sedikit lalu beliau memasukkan tangan beliau ke dalam bejana itu kemudian bersabda, "Kemarilah bersuci dengan penuh keberkahan dan keberkahan itu datang hanya dari Allah." Sungguh aku melihat air memancar dari sela-sela jari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan sungguh kami pun pernah mendengar makanan bertasbih ketika sedang dimakan." (HR Bukhari).
Kedua, bertasbihnya tujuh tongkat
عن الزهري ، عن رجل يقال له : سويد بن يزيد السلمي . قال : سمعت أبا ذر يقول : لا أذكر عثمان إلا بخير بعد شيء رأيته ؛ كنت رجلا أتتبع خلوات رسول الله صلى الله عليه وسلم فرأيته يوما جالسا وحده ، فاغتنمت خلوته فجئت حتى جلست إليه ، فجاء أبو بكر فسلم عليه ، ثم جلس عن يمين رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ثم جاء عمر فسلم وجلس عن يمين أبي بكر ، ثم جاء عثمان فسلم ، وجلس عن يمين عمر ، وبين يدي رسول الله صلى الله عليه وسلم سبع حصيات . أو قال : تسع حصيات . فأخذهن في كفه فسبحن حتى سمعت لهن حنينا كحنين النحل ، ثم وضعهن ، فخرسن ، ثم أخذهن فوضعهن في يد أبي بكر فسبحن حتى سمعت لهن حنينا كحنين النحل ، ثم وضعهن فخرسن ، ثم تناولهن فوضعهن في يد عمر فسبحن حتى سمعت لهن حنينا كحنين النحل ، ثم وضعهن فخرسن ، ثم تناولهن فوضعهن في يد عثمان فسبحن حتى سمعت لهن حنينا كحنين النحل ، ثم وضعهن فخرسن ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : " هذه خلافة النبوة "
BACA JUGA: Wakil Aceh di Paskibraka Nasional 'Dipaksa' Lepas Jilbab?
Dari Zuhri, dari pria bernama Suwaid bin Yazid as-Sulami, dia berkata, “Aku mendengar Abu Dzar berkata, “Aku tidak menyebut Utsman kecuali kebaikan setelah aku melihatnya sendiri. Suatu saat aku pernah mengikuti khalwat (menyepi) Rasulullah SAW, lalu aku melihat beliau duduk sendirian, lalu aku ikut menemaninya dan duduk tak jauh darinya. Datanglah Abu Bakar mengucapkan salam, duduk di samping kanan Rasulullah SAW, disusul Umar bin Khattab duduk di sebelah kanan Abu Bakar, datang kemudian Utsman bin Affan duduk di sebelah kanan Umar. Sementara itu, di tangan Rasulullah SAW terdapat tujuh tongkat (atau tiga tongkat, seperti disampaikan perawi). Lalu dia mengambilnya di telapanya, kemudian dia bertasbih, hingga aku mendengar seperti suara nyaring lebah. Kemudian beliau meletakkannya dan diam. Kemudian dia mengambilnya dan meletakkannya di tangan Abu Bakar kemudian bertasbih dan bersuara nyaring seperti suara lebah, lalu diletakkan dan terdiam. Demikian juga dilakukan di tangan Umar lalu bertasbih serupa, diletakkan dan diam. Begitu juga dilakukan Utsman bin Affan. Nabi SAW bersabda, “Inilah penerus kenabian.” (HR al-Baihaqi).
Seperti apakah tasbih benda mati itu? Dalam buku at-Tasbih fi al-Kitab wa as-Sunnah wa ar-Raddu 'ala al-Mafahim al-Khathiah Fih, jilid I, karya Dr Muhammad bin Ishaq Kendo, dijelaskan bahwa para ahli tafsir mengatakan tentang tasbih makhluk:
Dalil-dalil...
Dalil-dalil dari Kitab, Sunnah dan atsar adalah konsisten, tidak menyisakan ruang untuk keraguan dan keraguan, tentang pujian yang benar dari semua makhluk kepada Allah SWT dalam bahasa kata-kata, di samping bahasa keadaan, yang merupakan indikasi mereka, dengan munculnya efek-efek dari karya Ilahi di dalamnya - tentang kebesaran dan kesempurnaan Penciptanya dan penyucian-Nya dari cacat, kekurangan, sekutu dan persamaan.
Namun, yang mengherankan adalah bahwa terlepas dari keragaman dan kejelasan dalil-dalil pada bagian ini, para ahli tafsir dan penulis lainnya berselisih pendapat tentang tasbih yang dinisbatkan kepada makhluk: Apakah dalam bentuk perkataan atau perbuatan?
Beberapa orang berpendapat bahwa referensi Alquran tentang tasbih segala yang ada di langit dan bumi kepada Allah adalah pujian metaforis, yaitu tasbih dalam bahasa gerakan, bukan dalam bahasa yang diucapkan.
Namun, beberapa di antaranya mengkhususkan kategori itu terhadap tasbih untuk makhluk-makhluk yang tidak berakal. Sementara aitu, tasbihnya makhluk-makhluk berakal, yaitu malaikat, manusia, dan jin adalah kata-kata yang nyata, dan tasbihnya hewan-hewan yang tidak berakal, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mati adalah kata-kata kiasan.
Sebagian dari mereka ada yang merincikan maksud tasbihnya makhluk yang tidak bernyawa, dengan mengatakan bahwa tasbihnya binatang -baik yang berbicara maupun yang tidak berbicara- adalah nyata, sedangkan yang berbicara sudah dimaklumi sementara yang tidak berbicara dapat kemungkinan tasbih nya dengan suaranya saja. Sedangkan yang bukan hewan, seperti benda mati, memiliki maksud tasbihnya adalah metaforis.
Sebagian dari mereka menolak pembedaan ini, dengan mengatakan bahwa tasbih yang dinisbatkan kepada makhluk harus dianggap sebagai metafora, dan tidak boleh ada pembedaan antara yang berakal dan yang tidak berakal, atau antara hewan dan bukan hewan, agar tidak terjadi penggabungan antara metafora dan realitas dalam satu kata.
Sebagian dari mereka lebih memilih akomodatif, dengan mengatakan bahwa orang yang berakal bertasbih dengan dua cara yaitu perkataan dan perbuatan. Sementara yang tidak berakal hanya bertasbih dengan perbuatan, karena tidak mungkin baginya bertasbih dengan lisan, maka bertasbih dengan perbuatan merupakan takdir umum bagi semua makhluk).