Buntut Polemik Paskibraka Lepas Jilbab, LBH Solo Gugat Jokowi dan BPIP 

Gugatan tersebut menuntut ganti rugi hingga pencopotan kepala BPIP.

Republika/Thoudy Badai
Pasukan pengibar bendera (Paskibra) melakukan pengibaran bendera Merah Putih saat di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (15/8/2024). Pengibaran bendera tersebut dilakukan selama Agustus sebagai bagian dari program Bulan Kebangsaan untuk menyambut HUT ke-79 Kemerdekaan Republik indonesia sekaligus meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap Tanah Air.
Rep: Muhammad Noor Alfian Choir Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) dan yayasan Mega Bintang menggugat Presiden Jokowi dan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi untuk meminta maaf kepada  masyarakat dan memberikan ganti rugi pasca polemik paskibraka lepas hijab saat pengukuhan. 

Baca Juga


Ketua LP3HI, Arif Sahudi mengatakan pihaknya selaku penggugat 1 beserta Boyamin dan Rus Utaryono dari yayasan Mega Bintang selaku penggugat 2. Pihaknya juga menjelaskan gugatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Solo, Jawa Tengah, Kamis, 15 Agustus 2024 dengan nomor perkara 172/Pdt.G/2024/PN Skt. Dimana Jokowi selaku tergugat 1 dan Kepala BPIP, Yudian Wahyudi selaku tergugat 2. 

"Jelas-jelas ini melanggar undang-undang hak asasi manusia (HAM) pasal 22. Kemudian aturan BPIP nomor 35 tahun 2024. Di situ nama seragam cewek tidak ada produk gambar jilbab, hingga diterjemahkan tidak ada jilbab," kata Arif Sahudi, Kamis (15/8/2024).

Pihaknya juga menuntut 3 hal karena timbulnya polemik ini. Dimana ia meminta ganti rugi Rp 100 juta hingga pencopotan Yudian Wahyudi dari jabatannya. 

"Tuntutan yang pertama adalah ganti rugi uang sebesar Rp 100 juta. Untuk penyembuhan psikologi pemulihan paskibraka. Kedua kita ingin kepala bpip dicopot presiden. Ketiga kita minta presiden dan BPIP minta maaf di media massa. Mau 17 Agustus malah membuat polemik seperti ini," katanya. 

Pihaknya mengatakan jika suatu aturan dinilai baik seharusnya tidak menimbulkan polemik. Namun jika menimbulkan polemik maka aturan tersebut dinilai tidak baik.

"Kita berharap dengan gugatan ini mengingatkan kita semua. Bahwa ini salah, katanya toleran. Kita juga tidak ada kepentingan aneh-aneh, hanya ingin meluruskan aturan tidak menabrak aturan diatasnya," katanya mengakhiri. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler