Tiga Bahaya Mengintai Pemimpin Zalim
Pemimpin yang zalim kepada rakyat tak hanya akan dilempar ke neraka.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sungguh berat beban seorang pemimpin. Sebab, pertanggungjawabannya tidak hanya di dunia yang fana ini, melainkan juga akhirat kelak.
Oleh karena itu, sifat amanah harus melekat pada dirinya. Allah SWT menebar ancaman kepada para pemimpin yang berbuat zalim kepada rakyat atau orang yang dipimpinnya.
Pertama, azab-Nya yang pedih. Ini dialamatkan kepada mereka yang terus-menerus menipu rakyat. Ingatlah bahwa Allah Mahamembuat perhitungan. Dia tak akan membiarkan penguasa yang zalim dan melampaui batas, tanpa balasan--baik di dunia maupun akhirat.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka” (HR Ahmad).
Neraka adalah seburuk-buruknya tempat kembali. Di sanalah orang-orang yang jauh dari ridha Allah memperoleh azab dan siksa. Bahkan, seperti disebut dalam sebuah hadis, siksaan paling ringan di sana adalah panas yang dapat membuat otak manusia mendidih.
Alquran memberi peringatan. “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih” (QS asy-Syura: 42).
Seorang pemimpin yang zalim akan merasakan akibat dari perbuatannya pada Hari Pembalasan. Demikian pula, pemimpin yang adil akan menyaksikan hasil dari perbuatannya.
“Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR Tirmidzi).
Hal kedua adalah, didoakan kesukaran. Rasulullah SAW sendiri yang mendoakan kesusahan bagi para penguasa yang menindas umat beliau.
“Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia,” demikian munajat beliau, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim.
Doa itu menyiratkan bahwa beliau menyebut adanya dua tipikal pejabat. Pertama, yang kerap menyusahkan rakyat. Selain itu, ada pula yang cenderung memudahkan hidup rakyat.
Semestinya, seorang pemimpin yang ingin selamat di dunia maupun akhirat berlomba-lomba masuk ke dalam kategori yang kedua. Ia pun seyogianya menjalankan tugas dengan baik dan seadil-adilnya. Bila ia terus berupaya, insya Allah, pertolongan dari-Nya akan datang.
Jika ia justru menyepelekan amanah, kesulitan akan menimpanya. “Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR Bukhari-Muslim).
Hal terakhir adalah dijauhi rakyat. Rasulullah SAW berpesan agar kaum Muslimin mematuhi pemimpin (ulil amri) dari kalangan mereka, selama pemimpin itu tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah.
Jika rakyat diperintahkan untuk maksiat, maka hilanglah kewajiban untuk taat.
“Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf,” sabda beliau, seperti diriwayatkan Imam Bukhari. Maka, pemimpin yang zalim akan cenderung dijauhi orang-orang yang masih berpegang teguh pada kebenaran.
Inilah pentingnya nasihat atau kritik. Kalangan ulama atau orang-orang berilmu dapat mengingatkan penguasa agar tetap amanah dan tak salah arah. Ujaran pun disampaikan dengan tegas, tetapi baik dan sopan. Tidak kemudian dibumbui niat ingin mempermalukan penguasa.