Syukur Itu Indah
Sebagai penyakit hati, keserakahan timbul akibat diri enggan bersyukur.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada banyak ayat Alquran yang menegaskan pentingnya bersyukur. Tak terhitung jumlah rezeki yang Allah karuniakan untuk manusia, baik mereka yang beriman maupun menolak kebenaran. Dia adalah ar-Rahmaan (Maha-pengasih) dan ar-Rahiim (Maha-penyayang). Kekuasaan-Nya meliputi seluruh alam semesta.
"Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur" (QS al-Baqarah: 243).
Bisa jadi, selama ini kita menjalani kehidupan tanpa rasa syukur. Kita merasa semua yang diperoleh sudah selayaknya menjadi hak diri. Karena itu, ketika tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau diidam-idamkan, kita menjadi kesal. Mungkin juga kecewa, lalu mencela kehidupan.
Kita sering memusatkan perhatian pada keinginan dan ego diri. Padahal, sebenarnya apa-apa yang diinginkan itu tidak kita butuhkan. Perhatian tidak berpusat pada segala yang telah dan sedang menjadi milik kita.
Akibatnya, kita masih merasa kurang dengan apa yang sedang dimiliki saat ini. Selain itu, muncul kecenderungan untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Kita menganggap orang lain lebih beruntung.
Sering kali, kita menetapkan syarat yang sangat sulit untuk bisa dipenuhi agar bisa berbahagia. Kita akan senang kalau mempunyai sesuatu yang dimiliki orang lain. Namun, begitu mendapatkannya, kesenangan yang muncul hanyalah sesaat.
Kita tetap tak puas dan menginginkan yang lebih lagi. Tak pernah merasa cukup dengan banyaknya harta yang dimiliki.
Bila itu yang terjadi, kita memang belum bersyukur. Nafsu yang bersemayam dalam hati menjadi berhala. Justru, kita sendiri yang menjadi budaknya. Inilah akar segala ketidakbahagiaan.
Orang yang tidak bersyukur berarti tidak tahu diri. Hatinya dikuasai oleh keserakahan sehingga menjadi tidak peduli, sebanyak apa pun ia memperoleh. Pandangan matanya diliputi keserakahan. Ketika hanya memperoleh sedikit daripada yang telah direncanakannya, ia menolak untuk berterima kasih.
Dalam hidup ini, kita tak selalu mendapatkan segala yang disukai. Karena itu, kita mesti belajar menyukai apa pun yang didapatkan. Belajar untuk mewujudkan perasaan syukur. Bersyukur adalah sikap menerima dengan lapang dada, senang, tulus, pasrah, dan berterima kasih.
Dengan demikian, syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Orang yang kaya bukanlah yang memiliki banyak harta, melainkan yang dapat menikmati apa-apa yang dimiliki. Artinya, merasa cukup dengan apa yang ada (qana'ah).
Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat memiliki sifat qana'ah. Dengan bersyukur, perasaan damai dan tenteram akan senantiasa meliputi diri kita. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.