Pakar ITB Ungkap Ini Hasil Penelitian Kandungan BPA di Galon Air
Dari empat merek AMDK galon yang diuji tidak menunjukkan ada BPA yang membahayakan
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bisphonel-A atau BPA saat ini menjadi bahan kimia yang diperdebatkan karena disebut banyak ditemukan pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon. Bahkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Hingga saat ini, aturan BPA dalam AMDK galon pun masih menjadi perdebatan apakah bisa membahayakan ketika dikonsumsi atau tidak. Menurut Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Dr Akhmad Zainal Abidin, pihaknya sudah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan BPA dalam AMDK galon.
BACA JUGA: Ini 10 Peribahasa Betawi, dari 'Ente Jual Ane Beli' Hingga 'Anget-Anget Tai Ayam'
Hasilnya, kata dia, dari empat merek AMDK galon yang diuji tidak menunjukkan adanya BPA yang bisa membahayakan. Ketika air minum tersebut mengandung BPA, kadarnya pun masih sangat aman, berada jauh dari ambang batas yang ditetapkan BPOM dan organisasi kesehatan dunia (WHO).
Penelitian ini dilakukan, kata dia, sebagai bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, terpercaya, dan independen. Provinsi Jawa Barat, dipilih menjadi lokasi uji dan pengambilan sampel penelitian karena wilayah ini memiliki jumlah sarana produksi industri AMDK terbanyak di Indonesia.
"Temuan ini menegaskan bahwa kemasan galon polikarbonat yang diuji aman untuk penyimpanan air minum," ujar Akhmad dalam konferensi pers di Bandung, Senin (26/8/2024). Adapun merek AMDK galon yang diteliti adalah Amidis, Aqua, Crystallin, dan Vit.
BPA, kata dia, pertama kali dibuat pada tahun 1891, telah digunakan secara luas terutama dalam pembuatan plastik polikarbonat. BPA tahan terhadap suhu dari 40 hingga 145 derajat celcius. Selain digunakan dalam produk kemasan pangan, BPA juga ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari seperti tambal gigi, makanan dan minuman kaleng, serta kertas termal yang digunakan untuk struk belanja.
“BPA ini tidak lepas dari kehidupan sehari hari kita. Suka tidak suka, sadar tidak sadar kita terpapar oleh BPA. Jadi, hal yang perlu diperhatikan pada kemasan ini adalah batas aman, dan itu sudah diatur oleh regulator,” katanya.
Sementara menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialis Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, Dr dr Laurentius Aswin Pramono, masyarakat jangan parno dengan berbagai pemberitaan atau informasi adanya kandungan BPA pada AMDK galon. Karena, selama ini tidak ada kasus seseorang terkena penyakit akibat BPA pada kandungan air minum.
Namun, kata dia, saat ini narasi mengenai bahaya BPA bagi kesehatan masyarakat terus berkembang. Padahal, belum ada riset dan kesepakatan ahli yang mendasari pernyataan tersebut.
"Belum ada penelitian yang secara pasti membuktikan BPA menyebabkan gangguan kesehatan. Saya tegaskan bahwa sampai saat ini, belum ada bukti kuat atau data ilmiah yang cukup untuk menyatakan bahwa BPA dapat menyebabkan masalah kesehatan, baik itu gangguan hormonal atau bahkan diabetes," kata Laurentius.
Hasil penelitian yang ada, kata dia, saat ini membuktikan BPA ketika masuk ke dalam tubuh akan didetoksifikasi oleh hati, dibuang menjadi urin dan feses. Sehingga zat tersebut tidak masuk ke dalam sistem peredaran darah. Artinya, sejumlah kecil BPA yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya bagi kesehatan.
"Produk-produk terkenal tentu punya standar kualitas produknya. Masyarakat tidak perlu khawatir memilih air minum dalam kemasan galon polikarbonat yang beredar di pasaran, karena terbukti aman," katanya.