Ini Kata Senior Aulia Risma di PPDS Undip Soal Isu Pemalakan dan Afirmasi 'Siap, Mas/Mbak'

Angga Rian adalah mahasiswa semester tuju, senior almarhumah Aulia Risma Lestari.

ANTARA FOTO/Aji Styawan
Sejumlah civitas akademika dan alumni Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (UNDIP) memberi dukungan kepada Dekan FK UNDIP Yan Wisnu Prajoko sekaligus sebagai Dokter Spesialis Bedah dengan Subspesialis Bedah Onkologi serta dosen pendidikan dokter spesialis-subspesialis yang aktivitas klinisnya diberhentikan sementara di RSUP Kariadi Semarang, saat aksi solidaritas bertajuk Bersama Membangun Pendidikan Bermartabat di FK Kedokteran UNDIP, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/9/2024). FK Kedokteran UNDIP menentang pemberhentian aktivitas klinis dokter Yan Wisnu di RSUP Kariadi oleh Kemenkes terkait dugaan adanya kasus perundungan yang menyebabkan salah satu mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi berinisial ARL (30) diduga meninggal karena bunuh diri, serta membuka diri untuk keadilan bagi semua pihak dalam kasus yang masih dalam proses investigasi oleh Kemenkes dan Polda Jateng itu.
Rep: Kamran Dikrama Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Salah satu senior Aulia Risma Lestari (ARL) dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia Universitas Diponegoro (Undip), Angga Rian (37 tahun), membantah dugaan aksi perundungan terhadap dokter Aulia Risma Lestaria. Aulia, yang ditemukan meninggal di kamar kosnya pada 12 Agustus 2024 lalu, diduga bunuh diri akibat menghadapi perundungan dari para seniornya.

Baca Juga


Angga mengungkapkan, terdapat 85 mahasiswa PPDS Anestesia Undip yang melaksanakan pendidikan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi, Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Saat ini Angga adalah mahasiswa semester tujuh atau senior Aulia yang merupakan mahasiswi semester lima.

Hal pertama yang dibantah Angga adalah dugaan praktik pemalakan yang dilakukan oknum senior PPDS Anestesia Undip terhadap para juniornya. "Pemalakan itu tidak ada," ujar Angga di Fakultas Kedokteran (FK) Undip ketika dimintai konfirmasi awak media soal temuan investigasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa Aulia menjadi korban pemalakan oknum seniornya, Senin (2/9/2024).

Kemenkes telah menyampaikan, hasil investigasi mereka menemukan bahwa Aulia diduga dipalak oknum seniornya sebesar Rp20 hingga Rp40 juta per bulan. Angga mengatakan temuan Kemenkes bisa ditanyakan kepada teman-teman seangkatan Aulia.

Angga kemudian menyinggung soal kewajiban mahasiswa junior PPDS Anestesia membelikan makanan untuk para seniornya. Angga mengklaim, pemberian makanan untuk para senior bersifat gotong royong.

Angga mengatakan, layanan operasi di RSUP Dr. Kariadi berlangsung 24 jam. Dia menyebut para dokter residen anestesia tidak disediakan makan malam oleh pihak RS.

"Sementara residen ini posisinya masih di kamar operasi menjalani pembiusan. Satu sistemnya adalah kita dibelikan makanan dan itu akan berlanjut seperti itu terus sampai program operasinya bisa selesai," ucapnya.

Menurut Angga, karena Aulia Risma terhitung sebagai mahasiswi PPDS Anestesia Undip senior, makanan almarhumah pun disediakan para juniornya. "Jadi memang pembagian makan itu dibantu adik (junior) paling kecil agar yang di kamar operasi tetap bisa di kamar operasi menjalani pembiusan," katanya.

Dia mengungkapkan, dalam sehari, program pembiusan di kamar operasi RSUP Dr. Kariadi bisa mencapai antara 120 sampai 140. Kemudian program pembiusan di luar kamar operasi sebanyak 20 hingga 30.

Angga mengatakan, karena uang yang dihimpun digunakan untuk membeli makanan seluruh dokter residen anestesia, satu mahasiswa junior bisa patungan sebesar Rp10 juta per bulan. "Tapi ini tidak tentu. Kadang-kadang saya tidak iuran juga karena uang kasnya masih penuh," ujarnya.

"Dan kalau masih ada sisa (kas), itu dikembalikan," tambah Angga.

Angga mengklaim bahwa mahasiswa yang tidak membayar iuran untuk penyediaan makanan juga tidak akan mengalami perundungan. Dia mengungkapkan bahwa iuran yang dikeluarkan mahasiswa junior berlangsung selama satu semester.

"Jadi ketika next semester, kita tidak mengeluarkan iuran lagi. Karena yang membelikan kita makan yang juniornya," katanya.

Angga pun membantah kabar bahwa mahasiswa PPDS anestesia semester satu tidak boleh berkomunikasi dengan mahasiswa senior yang sudah berada di semester tiga ke atas, termasuk hanya boleh memberi jawaban afirmatif seperti "Siap, Mas/Mbak".

"Dulu kebetulan saya dapat yang sangat terbuka. Itu terserah saja (komunikasinya)," ucapnya.

Dia menyebut ketika proses pembiusan memang tidak ada komunikasi antara junior dan senior. "Tapi kalau situasinya sudah tenang, pasien sudah aman, komunikasi (junior-senior) tentu ada," ujar Angga.

"Kalau memang ada temuan seperti itu (junior tidak boleh berkomunikasi dengan senior), silakan diproses. Kita sangat terbuka," tambah Angga.

 

Bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis - (Infografis Republika)

 

Sementara itu Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, mengatakan Undip membuka diri untuk terhadap proses investigasi terkait adanya praktik pemalakan terhadap Aulia Risma. "Saya mengulang yang disampaikan Pak Rektor. Jadi Undip berkomitmen untuk membuka investigasi seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, seluruhnya," ujar Yan kepada awak media ketika ditanya tentang laporan Kemenkes soal adanya praktik pemalakan terhadap Aulia Risma, Senin (2/9/2024).

Dia mengatakan, dalam praktik pemalakan, pasti ada yang memalak dan dipalak. "Yang dipalak siapa saja, yang memalak siapa, besaran uang itu berapa, dan uang itu ke mana. Itu diungkap saja. Kami tidak akan menutupi," ucapnya.

Yan menambahkan, jika memang terbukti terdapat mahasiswanya yang melakukan aksi pemalakan, Undip siap menjatuhkan sanksi tegas. "Kami berkomitmen jika ada pelaku disanksi seberat-beratnya," katanya.

Sebelumnya Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, hasil investigasi kematian Aulia Risma yang dilakukan institusinya menemukan bahwa ARL menjadi korban pemalakan oleh oknum-oknum seniornya. ARL dimintai uang di luar biaya pendidikannya.

"Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 hingga Rp40 juta per bulan," ujar Syahril dalam keterangamnya, Ahad (1/9/2024).

Syahril menambahkan, berdasarkan keterangan yang dihimpun tim investigasi Kemenkes, ARL sudah menjadi korban pemalakan sejak dia memulai semester satu PPDS Anestesia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi, yakni sekitar Juli hingga November 2022.

Kemenkes mengungkapkan, Aulia Risma ditunjuk sebagai bendahara angkatan. Dia bertugas menghimpun pungutan dari teman-teman seangkatannya. Uang tersebut nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan non-akademik para seniornya, seperti membiayai penulis lepas, membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan lainnya.

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.

Dia menambahkan, bukti dan kesaksian tentang praktik pemalakan itu sudah diserahkan tim Kemenkes ke kepolisian, dalam hal ini Polda Jawa Tengah. "Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," ujarnya.

Saat ini Kemenkes diketahui telah menangguhkan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi. Penangguhan akan berlangsung hingga penyelidikan kasus kematian ARL rampung dilakukan.

ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya. Undip sudah membantah hal tersebut. Mereka mengklaim ARL meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler