Bolehkah Menolak Hubungan Seksual Jika Suami/Istri Alami Penyakit Menular?
Hubungan suami istri dinilai perlu dilakukan saat suami/istri dalam kondisi sehat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam sangat memperhatikan aspek kesehatan dan kemanusiaan. Ajarannya mendorong umat untuk menjaga kesehatan diri dan orang lain. Dalam konteks hubungan suami istri, Islam juga memberikan panduan yang bijak, salah satunya terkait hubungan seksual saat salah satu pasangan mengalami penyakit menular.
Peneliti Organisasi Riset Ilmu Sosial dan Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang juga merupakan lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Jazuli, mengatakan pandangan fikih Islam memperbolehkan istri atau suami menolak ajakan hubungan seksual apabila sedang menderita penyakit yang menular. "Misalkan salah satu pasangan baik laki-laki atau perempuan ada mengandung bahaya dari penyakit menular maka menolak mafsadat atau kerusakan itu harus lebih diutamakan," katanya dalam suatu webinar yang dipantau di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Dia mengatakan meskipun menurut ajaran Islam istri wajib melayani suami berhubungan seksual, namun aktivitas tersebut harus dilakukan ketika keduanya dalam kondisi sehat dan tanpa halangan. Namun, apabila istri atau suami sedang menderita penyakit berbahaya atau menular, hubungan seksual menjadi diharamkan karena membawa mudharat atau bahaya bagi salah satu pihak atau keduanya.
Ahmad menjelaskan empat mahzab dalam agama Islam yakni Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali sepakat bahwa hubungan seksual tidak diperbolehkan apabila terdapat halangan dari salah satu pihak atau menimbulkan bahaya bila dilakukan. "Apabila itu (hubungan seksual) dilakukan bisa berbahaya bagi salah satu pihak atau keduanya, maka hubungan suami istri ini diharamkan. Dalam hal ini suami atau istri berdosa kalau sengaja melakukan hubungan badan," ujarnya.
Oleh karenanya, Ahmad menekankan pentingnya kejujuran dalam hubungan rumah tangga. Apabila salah satu pihak sedang mengalami penyakit berbahaya dan menular, harus dikomunikasikan dengan pasangannya.
Penolakan atau komunikasi kepada pasangan, kata dia, sebaiknya dilakukan secara baik dan lemah lembut agar salah satu pihak tidak merasa diabaikan. "Kalau tidak disampaikan kepada pasangannya takutnya berisiko terhadap pasangannya itu sendiri atau bahkan kalau memang perempuan itu sedang hamil maka itu bisa berdampak pada janin yang dikandungnya," ujarnya.