Geruduk Polda, Aliansi Kebhinekaan Bali Kembali Pertanyakan Status AWK
Arya menganggap tidak ada ucapannya yang menyinggung kelompok agama manapun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Aliansi Kebhinekaan Bali melakukan aksi damai menjaga kebhinekaan di Mapolda Bali, Denpasar, Bali, Sabtu (7/9/2024). Aliansi yang terdiri dari 29 organisasi lintas agama Bali seperti Krama Bali, Nyame Selam, Nyame Kristen melakukan aksi damai menjaga kebhinekaan dengan pengawalan kasus penistaan agama yang dilakukan mantan anggota DPD RI Arya Wedakarna berdasarkan tiga laporan polisi.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, Polda Bali melalui Dirkrimsus dan Kabid Humas Polda Bali menerima 12 Orang perwakilan peserta aksi dalam sesi tersebut. Muhammad Zainal Abidin., S.H., CCL., CLI. pengacara pelapor sekaligus Sekretaris Aliansi Kebhinekaan mengungkapkan sejak tanggal 29 April 2024 perkara tersebut sudah naik ke tahap penyidikan. Meski demikian, sampai saat ini, terlapor Arya Wedakarna belum dipanggil dan diperiksa.
Dia pun menjelaskan, terdapat tiga laporan polisi. Tiga laporan tersebut yakni:Nomor LP/B/10/I/2024/SPKT/POLDA BALI tanggal 03 Januari 2024; Nomor LP/B/15/I/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 15 Januari 2024; Nomor LP/B/8/I/2024 /SPKT/POLRES BULELENG/ POLDA BALI, tanggal 4 Januari 2024.
Menurut Zainal, ada satu Laporan Polisi yang sudah matang dan sampai di Ditreskrimsus Polda Bali yakni Laporan Polisi Nomor LP/B/506/XII/SPKT Polda Bali tanggal 20 Desember 2017 terkait Laporan tersebut proses mindik dan penyidikan telah lengkap karena seluruh saksi, ahli, terlapor dan bukti sudah lengkap. Dalam laporan polisi tersebut, Arya Wedakarna sudah diperiksa dalam proses penyelidikan dan proses penyidikan. Menurut dia, tahap selanjutnya yang harus di lakukan oleh penyidik adalah melakukan gelar perkara dan menetapkan Arya Wedakarna sebagai tersangka.
"Namun sampai saat ini kepastian dan transparansi atas Laporan Polisi tersebut tidak Jelas sehingga jika benar Polda Bali menjaga dan berkomitmen atas netralitas penegak hukum sudah seharusnya Polda Bali melanjutkan dan melakukan gelar perkara atas Laporan Polisi Nomor LP/B/506/XII/SPKT Polda Bali dan segera menetapkan Arya Wedakarna sebagai tersangka,"ujar Zainal.
Menurut Zainal, dalam pertemuan perwakilan Aliansi Kebhinekaan dengan Dirkrimsus Polda Roy H.M Sihombing selaku Dirkrimsus Polda Bali berkomitmen untuk melanjutkan dan memproses lebih lanjut atas Laporan Polisi tersebut pasca pelantikan mengingat adanya Surat Telegram (ST) Nomor : ST/1160/V/RES.1.24.2023 pada tanggal 31 Mei 2023. Dalam pertemuan tersebut Dirkrimsus menyampaikan komitmen netralitas dan akan melanjutkan proses penyidikan dengan memanggail Arya Wedakarna setelah adanya pelantikan anggota DPD RI tanggal 01 Oktober 2024.
"Beliau menyampaikan tindakan demokrasi yang dilakukan kawan kawan Aliansi Kebhinekaan Bali ini adalah sebagai bentuk kontrol dan pengawasan bagi penyidik Polda Bali,"jelas dia.
Zainal menegaskan, segenap komponen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Kebhinekaan Bali akan terus mengawal kasus ini. Dia menjelaskan, jika Polda Bali mengingkari komitmennya untuk melanjutkan proses penyidikan dan memanggil Arya Wedakarna di Bulan Oktober, Aliansi Kebhinekaan Bali akan turun aksi lagi di Mapolda Bali.
Republika berupaya menghubungi Arya Wedakarna untuk meminta komentarnya mengenai tuntutan dari aksi demonstrasi tersebut. Akan tetapi hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban dari yang bersangkutan.
Baca selanjutnya..
Arya Wedakarna dilaporkan ke kepolisian setelah mengunggah video di akun Instagram, ketika ia sedang memarahi kepala Kanwil Bea Cukai Bali Nusa Tenggara dan kepala Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai, serta pengelola bandara.Ucapan Arya yang ingin agar pegawai asli Bali ditempatkan di meja depan melayani wisatawan dibandingkan pegawai yang memakai hijab menimbulkan kontroversi.
"Saya gak mau yang front line, front line itu, saya mau yang gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup, penutup gak jelas, this is not Middle East. Enak aja Bali, pakai bunga kek, pake apa kek," ucap Arya dikutip Republika di Jakarta, Senin (1/1/2024).
Sontak saja ucapan Arya itu mengundang kecaman warganet. Mereka mengecam ucapan Arya yang seolah merendahkan hijab yang dipakai pegawai beragama Islam. Terkait dengan video tersebut, Arya memberikan klarifikasi dalam sebuah video unggahan di media sosial pribadinya yang dikutip Republika pada Selasa (2/1/2024).“Video yang beredar adalah video yang telah dipotong oleh sejumlah media maupun oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” ujar Arya.
Menurut Arya, pernyataannya yang berujung viral bermula saat dia menggelar rapat daerah. Saat itu, Arya sedang memberikan arahan kepada petugas bea cukai dan pimpinan bea cukai yang hadir.
Dalam arahan tersebut, ia meminta agar putra putri terbaik bangsa dalam hal ini rakyat Bali, agar yang menjadi frontliner yang menyambut langsung para tamu yang mendarat di bandara Ngurah Rai, Bali. Frontliner merupakan sebuah profesional bidang customer service yang bekerja langsung dengan para pelanggan.“Saya kira hal ini sangat wajar, siapapun dan di manapun, tetap semangat putra daerah menjadi cita-cita dari semua wakil rakyat,” kata Arya.
Kebetulan, ujar Arya, dalam rapat tersebut ada karyawati Bali yang ikut hadir, lalu ia mencontohkan agar para frontliner ini seperti karyawati tersebut. Yakni, yang mengedepankan budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, bahkan jika memungkinkan termasuk juga menggunakan beras suci mereka.
“Dalam memberikan arahan, kami meminta kepada salah seorang karyawan atau karyawati yang kebetulan bersuku Bali yang hadir, untuk dapat lebih mengedepankan ciri-ciri kebudayaan Bali di dalam proses menyambut, Selamat datang atau kritik atau pemeriksaan bea cukai, misalkan kami menyarankan untuk dapat menggunakan beras suci yang biasanya di dapat setelah persembahyangan,” beber Arya.
Dari pernyataannya itu, Arya menganggap tidak ada ucapannya yang menyinggung kelompok agama manapun dan suku apapun. Arya juga menerapkan, bahwa arahannya ini selaras dengan Peraturan Daerah Bali No 2 Tahun 2012.
“Maka dari itu kami tak ada menyebutkan nama agama apapun, nama suku apapun, dan juga kepercayaan apapun, bahwa hal tersebut sudah selaras dengan peraturan Perda Bali, Nomor 2 Tahun 2012 yakni tentang pariwisata Bali yang berlandaskan kebudayaan dan dijiwai agama hindu,” tuturnya.