Tak Ada Nama Sudirman Said dan Mantan Pegawai KPK yang Dipecat Firli di 20 Besar Capim KPK

Sudirman Said sempat lolos tes tertulis calon pimpinan KPK periode 2024-2029.

Republika/Thoudy Badai
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti tes Calon pimpinan (Capim) KPK periode 2024-2029 di Pusat Pengembangan Kompetensi ASN Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (31/7/2024). Menurut panitia seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Masa Jabatan 2024-2029, sebanyak 229 calon pimpinan KPK hadir pada pelaksanaan tes tertulis, sementara tujuh orang yang tidak hadir dan dipastikan gugur.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Antara

Lewat siaran persnya pada Rabu (11/9/2024), Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan masing-masing 20 nama yang lolos asesmen profil. Dari 20 nama capim KPK, tidak ada nama Sudirman Said atau mantan pegawai KPK yang pernah dipecat mantan ketua KPK Firli Bahuri lantaran tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Sejumlah nama yang lolos di antaranya para pejabat dari internal, beberapa jaksa, pun juga dari kepolisian. Tim Panitia Seleksi (Pansel) KPK selanjutnya, akan melakukan tes kesehatan jasmani, dan rohani terhadap 20 nama-nama tersebut pada 17 sampai 20 September 2024.

Ketua Pansel Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, semula 40 nama yang menjalani asesmen profil pada 28 dan 29 Agustus 2024 lalu. “Dari jumlah peserta profile assessment tersebut, yang dinyatakan lulus masing-masing sebanyak 20 orang calon pimpinan KPK, dan sebanyak 20 orang calon Dewas KPK,” kata Yusuf dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Dari 20 capim KPK yang lolos terdapat nama-nama dari latar belakang pejabat internal di KPK, pun juga mantan pegawai di KPK. Juga ada yang berasal dari korps kepolisian, serta dari kejaksaan.

Berikut daftar 20 capim KPK yang lolos asesmen profil:

  1. Agus Joko Pramono (mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan)
    Baca Juga


    2. Ahmad Alamsyah Saragih (mantan Anggota Ombudsman RI)
    3. Didik Agung Widjanarko (anggota kepolisian, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK)
    4. Djoko Purwanto (Kapolda Kalimantan Tengah)
    5. Fitroh Rohcahyanto (Jaksa fungsionaris di Kejaksaan Agung, mantan jaksa KPK)
    6. Harli Siregar (Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung)
    7. I Nyoman Wara (auditor Badan Pemeriksa Keuangan)
    8. Ibnu Basuki Widodo (hakim)
    9. Ida Budhiati (mantan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)
    10. Johan Budi Sapto Prabowo (mantan Juru Bicara KPK, mantan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat)
    11. Johanis Tanak (Komisioner KPK aktif)
    12. Michael Rolandi Cesnanta Brata (Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta)
    13. Muhammad Yusuf
    14. Pahala Nainggolan (Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK aktif)
    15. Poengky Indarti (Komisioner Komisi Kepolisian Nasional)
    16. Sang Made Mahendrajaya (Purnawirawan, Pejabat Gubernur Bali)
    17. Setyo Budiyanto (mantan penyidik KPK dari korps kepolisian)
    18. Sugeng Purnomo (Jaksa fungsionaris, Plt Deputi III Kemenko Polhukam)
    19. Wawan Wardiana (Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK)
    20. Yanuar Nugroho (mantan staf khusus Presiden Joko Widodo)

KPK didera persoalan - (Republika/berbagai sumber)

Dari 20 nama yang diumumkan Pansel Capim KPK, tidak ada lagi nama Sudirman Said. Padahal, mantan menter Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) itu ikut mendaftar proses seleksi setelah didorong oleh kalangan masyakarat sipil atau LSM.

Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha pada Juli lalu menjadi salah satu yang mendorong Sudirman Said mendaftar ikut seleksi capim KPK. Praswad, yang merupakan mantan penyidik KPK, mengatakan saat ini lembaga antirasuah butuh pimpinan yang berintegritas, serta berani dan punya penguasaan politik yang mumpuni.

“Kriteria seperti itu ada pada Sudirman Said. Kita ingat bagaimana beliau tak takut dicopot dari jabatannya untuk melawan Setya Novanto dalam skandal Papa Minta Saham. Tak berselang lama, KPK menetapkan Setnov jadi tersangka,” ujar Praswad.

Hal senada juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari. Dia juga memberikan dukungan kepada Sudirman Said untuk membenahi KPK.

“Banyak yang berintegritas tapi belum tentu berani, ada yang berani tapi belum teruji ketika berhadapan dengan kekuatan politik. Sudirman Said sudah teruji,” ujar Feri Amsari.

Sudirman akhirnya memang mendaftarkan diri menyusulnya banyaknya aspirasi yang ia terima. Pada akhir Juli, Sudirman pun sempat menjalani tes tertulis dan lolos.

Saat itu Sudirman menjelaskan, pertanyaan tes tertulis yang diberikan pansel seputar pengetahuan umum mengenai korupsi dan kelembagaan KPK, serta pandangan masing-masing calon terhadap isu krusial. "Misalnya, soal kewenangan, soal perampasan aset. Jadi, lebih ke pengetahuan umum dan visinya peserta," ucapnya.

Di samping itu, Sudirman mengatakan bahwa pimpinan KPK ke depan memiliki tugas utama untuk memperkuat konsolidasi internal dan menampilkan diri sebagai teladan.

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap menilai, keikutsertaan Sudirman Said  semakin memeriahkan kontestasi seleksi capim KPK. Sebab, menurutnya, persaingan antarcapim KPK akan semakin ketat.

"Sehingga capim yang ikut bukan dia lagi dia lagi atau sosok yang belum dikenal publik," kata Yudi.

Karikatur Opini Republika : Ketua KPK Jadi Tersangka - (Republika/Daan Yahya)

 

 

Nama lain yang tak lolos seleksi asesmen profil adalah mantan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK, Giri Suprapdiono. Giri adalah satu dari 75 pegawai yang pernah dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) saat KPK dipimpin oleh Firli Bahuri. TWK merupakan sebuah tes yang sudah dinyatakan melanggar HAM oleh Komnas HAM dan telah terbukti maladministrasi oleh Ombudsman RI.

Ironisnya, selama mengabdi di KPK, Giri merupakan pengajar wawasan kebangsaan yang rutin menjadi narasumber di berbagai sekolah, kampus, hingga lembaga negara. Sosok yang sudah 16 tahun mengabdi di KPK sebelum akhirnya dipecat itu bahkan pernah menerima penghargaan sebagai lulusan terbaik dalam pelatihan kepemimpinan nasional II angkatan XVII di LAN.

Dalam proses seleksi capim KPK periode 2024-2029, Giri sempat lolos tes tertulis dan masuk dalam 40 besar. Namun, sama nasibnya seperti Sudirman Said, nama Giri tak ada dalam daftar 20 besar capim KPK yang lolos tes profil asesmen.

Selain Giri, beberapa mantan pegawai KPK yang pernah dipecat Firli sebenarnya ingin ikut serta dalam proses seleksi capim KPK, namun terbentur aturan syarat usia. Mereka bersama mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan pun kemudian menggugat Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Pemohon Novel Baswedan (kedua kanan) bersama Ketua IM 57+ Institute Praswad Nugraha (kedua kiri) dan mantan penyidik KPK Lakso Anindito (kiri) mengikuti sidang putusan tentang gugatan syarat usia calon pimpinan KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (12/9/2024).
 
 
 
Namun, pada Kamis (12/9/2024), Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Novel Baswedan dan rekan. Diketahui, untuk menjadi capim KPK, seseorang harus berusia minimal 50 tahun.

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 68/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Pada perkara ini, Novel Baswedan meminta MK untuk memasukkan frasa tambahan ke dalam Pasal 29 huruf e UU KPK. Novel ingin pegawai KPK yang berpengalaman menjalankan fungsi utama KPK juga dapat mendaftarkan diri sebagai capim.

Novel dan rekan meminta agar pasal tersebut dimaknai menjadi:

Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai pegawai KPK yang menjalankan fungsi utama KPK, yaitu pencegahan atau penegakan hukum tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama satu periode masa jabatan pimpinan KPK, atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun.”

Novel, salah satunya, mendalilkan bahwa pembatasan usia 50 tahun dapat mengakibatkan hilang dan berkurangnya peluang mendapatkan capim KPK yang mempunyai kemampuan atau kualifikasi istimewa. Menurut dia, banyak warga negara Indonesia berusia di bawah 50 tahun yang mempunyai kualifikasi maupun kemampuan menjadi pimpinan KPK.

Calon-calon pimpinan tersebut diperlukan untuk memperbaiki KPK yang dianggap sedang berada di titik nadir dan mengalami krisis kepemimpinan. Terkait dalil tersebut, MK menyatakan, tidak atau belum adanya kesempatan para pemohon untuk mendaftar capim KPK pada periode saat ini, tidak serta merta menutup upaya perbaikan lembaga KPK.

“Mahkamah berpendapat bahwa perbaikan lembaga KPK dapat dilakukan dengan proses seleksi yang menghasilkan calon-calon pimpinan yang lebih baik, berintegritas, memiliki kompetensi yang andal, serta teruji independensinya,” ucap Suhartoyo.

Menurut MK, sembari menunggu momentum para pemohon memenuhi syarat untuk mendaftar sebagai capim KPK, Novel dan rekan tetap dapat berkontribusi untuk pemberantasan tindak pidana korupsi melalui peran serta masyarakat.

MK pun menegaskan bahwa penentuan batasan usia dalam suatu undang-undang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. Batasan usia dapat dinilai oleh MK, apabila ketentuan tersebut melanggar batasan kebijakan hukum terbuka.

Namun, MK tidak menemukan adanya pelanggaran batasan kebijakan hukum terbuka dalam perkara yang dimohonkan Novel dan rekan. Selain itu, ketentuan syarat usia yang dipersoalkan juga dinilai tidak menimbulkan problematika kelembagaan.

“Setidak-tidaknya Mahkamah tidak menemukan adanya potensi yang kuat bahwa perubahan syarat usia demikian mengakibatkan kebuntuan hukum serta menghambat pelaksanaan tugas-tugas KPK sebagai lembaga pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi,” kata Ketua MK.

Lebih lanjut, MK menilai, permasalahan yang dihadapi KPK saat ini tidak berkorelasi langsung dengan syarat usia capim KPK. Menurut MK, jika permasalahan KPK seperti yang didalilkan Novel benar, maka hal itu lebih berkaitan dengan komitmen dan integritas, baik secara personal pimpinan KPK maupun secara kelembagaan.

“Dengan mengubah batas syarat paling rendah usia calon pimpinan KPK, menjadi lebih rendah atau menjadi lebih tinggi, menurut Mahkamah tidak akan serta-merta mengakibatkan bertambahnya jumlah pendaftar yang berintegritas atau berkurangnya jumlah pendaftar yang berintegritas,” imbuh Suhartoyo.

Atas dasar pertimbangan tersebut, MK menyatakan dalil permohonan Novel Baswedan dan rekan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Namun, Hakim Konstitusi Arsul Sani memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Arsul menilai, seharusnya MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler