Gelombang Ledakan Kedua di Lebanon: Giliran Mobil, Walkie-Talkie, Solar Panel Meledak
Sembilan warga meninggal menyusul gelombang ledakan kedua di Lebanon.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Sehari setelah ledakan penyeranta (pager) meledak serentak di Beirut, Lebanon, pada Rabu (18/9/2024) terjadi gelombang ledak kedua yang menurut laporan Al Jazeera, menewaskan sembilan orang dan sedikitnya 300 warga luka-luka. Beberapa ledakan terjadi di Lebanon pada Rabu, di mana stasiun televisi nasional melaporkan kali ini bukan hanya pager tapi alat komunikasi seperti walkie-talkie juga meledak.
Al Manar TV melaporkan, ledakan walkie-talkie terjadi beberapa area di Lebanon, sementara jurnalis Al Jazeera, Ali Hashem menjadi saksi terjadinya dua ledakan di Tyre, Lebanon selatan. "Sebuah mobil di belakang kami meledak. Pada saat yang sama, terjadi ledakan di tempat lain di dekat saya," kata Hashem.
"Saya saat ini berada di tengah jalan. Banyak ambulans, kekacauan di mana-mana," kata Hashem menambahkan.
Beberapa ledakan terjadi secara serentak, kata Hashem, sama seperti yang terjadi pada Selasa (17/9/2024). "Namun saat ini, kebanyakan yang meledak adalah walkie-talkie atau radio," ujarnya, sambil menambahkan alat-alat listrik bertenaga surya dan batere mobil juga meledak.
Kantor Berita Lebanon melaporkan, bahwa, sistem listrik tenaga surya (solar panel) di beberapa rumah di Beirut meledak. Di Beirut, jurnalis Al Jazeera, Imran Khan mengatakan ledakan dilaporkan terjadi di Dahiyeh, daerah pinggiran Beirut.
"Kami mendengar banyak ambulan bergerak di area ini yang memberi petunjuk adanya korban di daerah ini dan rumah sakit terdekat, kemungkinan akibat dari ledakan di Beirut itu sendiri," kata Imran.
Gelombang ledakan kedua ini terjadi setelah pada Selasa, ratusan pager meledak serentak, yang menewaskan 12 orang, termasuk dua anak-anak dan melukai 2.800 jiwa. Hizbullah dan pemerintah Lebanon sudah menyalahkan Israel atas insiden ledakan itu.
Sekjen PBB Antonio Guterres lewat juru bicaranya, Stephane Dujarric meminta semua pihak terkait untuk menahan diri guna mencegah eskalasi ketegangan yang lebih jauh. Dujarric juga mendesak pihak terkait untuk "berkomitmen mengimplementasikan secara penuh Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701". Resolusi itu diketahui mengakhiri perang antara Hizbullah dan Israel pada 2006.
Ledakan di Lebanon yang terjadi pada Selasa dan Rabu terjadi setelah Israel mengumumkan perluasan dari tujuan perang mereka, termasuk pengembalian warga mereka ke wilayah utara tempat mereka tinggal berdekatan dengan perbatasan Lebanon. Belakangan, sekitar 10 ribu warga Israel meninggalkan kawasan utara sejak Perang Israel-Hamas di Gaza pecah hampir setahun lalu.
Sejak itu, Hizbullah ikut terlibat dalam perang di perbatasan dengan Israel hampir setiap hari. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, masa-masa menghindari konfrontasi militer dengan Lebanon telah habis dan bahwa, "satu-satunya jalan tersisa untuk memastikan komunitas Israel utara kembali adalah melalui aksi militer".
Terkait insiden meledaknya ratusan pager, penulis buku Spies Against Armageddon, Yossi Melman, dikutip the Guardian meyakini insiden ini adalah hasil operasi Mossad. "Ini pasti hasil operasi Mossad. Seseorang telah menanam bahan peledak kecil atau virus ke dalam penyeranta. Saya tahu (penyeranta-penyeranta) itu baru dibeli juga (oleh Hizbullah)," ujar Melman.
Menurut Melman, banyak anggota Hizbullah memiliki penyeranta, dan alat komunikasi itu tidak hanya dimiliki oleh eselon top atau para komandan di Hizbullah. Mereka menggunakan penyeranta sebagai alat untuk saling berkomunikasi lantaran mereka khawatir telepon seluler mudah disadap dan kerap menjadi alat bagi Israel untuk menitik-targetkan serangan misil.
"Mossad mampu memenertasi dan menginfiltrasi Hizbullah lagi dan lagi," ujar Melman. Namun, Melman mempertanyakan tujuan strategis dari operasi ledakan serentak penyeranta ini. "Tidak akan mengubah situasi (konflik) di lapangan, dan saya tidak melihat ada untungnya (bagi Israel)," kata Melman.
Insiden ledakan serentak ratusan penyeranta di Lebanon terjadi tidak lama setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggelar pertemuan tingkat tinggi dengan kepala-kepala pertahanan dan militer Israel di tengah meningkatnya ketegangan dengan Hizbullah. The Times of Israel dan Ynet delam pemberitaan mereka menggambarkan pertemuan itu berlangsung 'dramatis'.