Israel Tewaskan 569 di Lebanon, Puluhan Ribu Mengungsi
Deeskalasi ketegangan di Lebanon diserukan di Majelis Umum PBB.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Korban serangan Israel ke Lebanon terus berjatuhan. Dalam 24 jam serangan tersebut, dan memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka.
Hingga Selasa, tentara Israel terus melancarkan serangan sengit di berbagai wilayah Lebanon, menewaskan 569 orang dan melukai 1.835 orang dalam serangan dua hari, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Sebagai balasan, Hizbullah menembakkan rentetan rudal ke pangkalan udara Israel dan menyerang fasilitas angkatan laut dengan drone, ketika para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB (UNGA) menyerukan deeskalasi.
Militer Israel menyerang berbagai lokasi di Lebanon sejak Senin. Setelah hampir setahun berperang melawan kelompok militan Palestina Hamas di Gaza di perbatasan selatannya, Israel mengalihkan fokusnya ke perbatasan utara, tempat Hizbullah menembakkan roket ke Israel untuk menekan Israel agar menghentikan serangan ke Gaza.
“Dalam satu jam terakhir, pesawat tempur membom sasaran Hizbullah di Lebanon selatan, termasuk peluncur rudal, gedung militer, dan gedung tempat penyimpanan senjata,” juru bicara militer Israel Avichay Adraee memposting di X dilansir Reuters.
Hizbullah mengatakan pihaknya menargetkan beberapa sasaran militer Israel semalam termasuk pabrik bahan peledak 60 km ke Israel, yang diserang dengan roket Fadi sekitar pukul 04.00. Dikatakan bahwa pihaknya juga telah menyerang lapangan terbang Megiddo dekat kota Afula di Israel utara sebanyak tiga kali secara terpisah.
Lebih dari 30 penerbangan internasional ke dan dari Beirut pada hari Selasa dibatalkan, menurut situs web Bandara Internasional Rafic Hariri. Maskapai yang terkena dampak termasuk Qatar Airways, Turkish Airways dan beberapa dari Uni Emirat Arab.
Beberapa rumah sakit di Lebanon kewalahan menangani jumlah korban luka, kata seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Lebanon, dan rumah sakit utama Haifa telah memindahkan operasinya ke fasilitas bawah tanah setelah kota Israel itu diserang pada hari Senin.
“Kami memperkirakan ada puluhan ribu (pengungsi di Lebanon), namun kami memperkirakan jumlah tersebut akan mulai meningkat,” kata juru bicara badan pengungsi PBB, Matthew Saltmarsh. “Situasinya sangat mengkhawatirkan.”
Sejak selasa malam, suasana mulai sedikit tenang. Namun, Aljazirah melaporkan warga tetap berbondong-bondong meninggalkan Beirut. Mereka bergerak ke atas pegunungan, mungkin bergerak lebih jauh ke utara.
Ini terjadi setelah masuknya puluhan ribu orang yang mengungsi dari wilayah selatan akibat kampanye ini selama dua hari terakhir. Menteri Lingkungan Hidup Lebanon Nasser Yassin mengumumkan pembukaan 252 sekolah untuk menampung para pengungsi tersebut.
Sejauh ini, 27.000 orang memanfaatkan tempat penampungan sementara tersebut. Dengan begitu, jumlah total orang yang mengungsi selama konflik ini jauh melebihi jumlah orang yang mengungsi sebanyak dua hari yang lalu.
Berbicara di Majelis Umum PBB, Presiden AS Joe Biden menyerukan solusi diplomatik ketika Israel terus menyerang Beirut, memperingatkan bakal terjadinya “perang skala penuh”. Menteri Luar Negeri Lebanon mengatakan pidato Biden “tidak kuat, tidak menjanjikan”, dan menambahkan bahwa AS adalah satu-satunya negara “yang benar-benar dapat membuat perbedaan di Timur Tengah”.
Utusan Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan negaranya “berpikiran terbuka” mengenai ide-ide untuk meredakan konflik, dan mengatakan bahwa Israel lebih memilih “solusi diplomatik”.