Depan Tokoh Agama Dunia di Paris, Kiai Marsudi Sampaikan 6 Urgensi Toleransi
Kiai Marsudi menghadiri pertemuan tokoh agama dunia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) KH Marsudi Syuhud menghadiri pertemuan pemuka agama Komunitas De Sant'Egidio, di Paris Prancis bertajuk ‘Imagine Peace’ (Imagine La Paix), Senin (24/9/2024).
Dalam kegiatan yang dibuka Presiden Prancis Emmanual Macron itu, Kiai Marsudi menggarisbawahi tentang toleransi antarumat beragama saat menyampaikan ceramahnya di hadapan tokoh agama dunia itu.
Kiai Marsudi juga menekankan pentingnya perdamaian dan keharmonisan. Salah satunya, peran tokoh agama dalam menghentikan perang. Sebab, manusia harus hidup dengan kedamaian sesuai dengan yang diajarkan oleh seluruh agama.
‘’Saya Marsudi Syuhud dari Indonesia sekarang bergabung denga para tokoh-tokoh agama dunia datang ke Paris. Kami berada, berbicara dan berdiskusi tentang kedamaian. Kami sepakat untuk menghentikan perang, kami harus hidup dengan damai,’’ kata Kiai dia, dalam keterangannya, Rabu (25/9/2024).
Kiai Marsudi mengungkapkan, para tokoh agama dunia dalam pertemuan tersebut mengimajinasikan dunia dalam kedamaian. Untuk itu, selain sepakat untuk menghentikan perang, para tokoh agama dunia juga memikirkan bagaimana caranya menghentikan perang.
"Jangan ada perang karena agama mengajarkan peace, peace, peace atau damai, damai, damai. Imajinasi pesan di sini adalah menghentikan perang, di mana (manusia) seharusnya hidup damai,’’ jelasnya.
Kiai Marsudi menjelaskan, dalam ajaran agama Islam, agama sangat menekankan pentingnya perdamaian dan keharmonisan dalam kehidupan manusia. Pengasuh
Pondok Pesantren Darul Uchwah ini menerangkan, Islam menuntun umatnya untuk selalu menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan.
BACA JUGA: Israel Tebar Selebaran Berbahasa Arab untuk Warga Lebanon, Begini Isinya
Kehadiran Wakil Ketua MUI KH Marsudi Syuhud dalam kegiatan ini menunjukkan peran aktif strategis MUI dalam forum-forum internasional untuk menyampaikan pesan damai sesuai ajaran Islam.
Lebih lanjut, dia mengatakan, dalam kunjungan Apostolik, Yang Mulia Paus Fransiskus ke Indonesia, 3-4 September 2024, mengangkat tiga tema besar kemanusiaan, yaitu iman, persaudaraanm dan belas kasih.
Ketiga hal inilah yang menjadi dasar hidup bersama antar umat beragama, yang dalam ajaran Iman Katolik telah menjadikan perbedaan agama (Bhineka Tunggai Eka, dalam konteks Indonesia) adalah mutuai penghormatan
antarpemeluk agama yang berbeda, لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Menurut dia, setelah memahami poin pertama maka harus mengaplikasikan poin kedua, yaitu keabadian, dalam konteks ini adalah ajaran uchuwah basyariyah. Persaudaraan antarmanusia menjadi penting karena kehidupan bersama diawali dengan persaudaraan yang dijalin dan diikat dengan kasih sayang.
Sifat-sifat yang tertanam untuk saling menghormati, saling menghargai, saling mempercayai, saling mendukung, dan saling melindungi lahir dan hidup dari sifat yang sangat terpuji yang diperintahkan oleh Allah nama sifat toleransi, yang mengandung arti sebagai berikut:
Pertama, toleransi adalah salah satu sifat yang diperintahkan oleh Yang Maha Kuasa dan Rasul kita yang mulia. Tolerance adalah memaafkan ketika abai, mengabaikan kesalahan orang lain, membuat alasan untuk mereka, dan melihat kebaikan dan perbuatan baik mereka daripada berfokus pada aib dan kesalahan mereka.
Kedua, toleransi adalah memberikan ruang untuk bersosialisasi satu sama lain. “Kita hidup beragama dalam satu negara, ibarat kita hidup dalam satu rumah besar, di dalam rumah besar itu ada dua ruangan,” kata dia.
Dua ruang tersebut adalah ruang publik, ruang hidup, ruang yang bisa dimasuki siapa saja, disebut sebagai ruang muamalah (muamalah room), di dalam ruang ini para pemeluk agama bisa bekerja sama satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat, ruang untuk saling menolong satu sama lain, ruang persaudaraan umat manusia yang harus dikembangkan menjadi ruang (ukhuwah basyariyah) untuk persaudaraan bangsa, (ukhuwah wathoniyah).
Sementara yang kedua, kata dia, adalah ruang Privasi, yaitu ruang (ruang tauhid, iman dan ubudiyah), ruang ini adalah ruang yang membedakan antara tamu dan pemilik rumah, ruang yang membedakan antara satu entitas dengan entitas yang lain, ruang yang membedakan antara satu agama dengan agama yang lain.
“Yang harus dipahami di sini secara mendalam adalah di ruang mana seorang Musiim dapat bekerja sama dan hidup bersama dengan non-Muslim, dan di ruang mana kita mempertahankan perbedaan kita,” tutur dia.
“Di ruang Iman (Aqidah) ini, kita harus bisa menghargai perbedaan. Ruang yang sesuai dengan perintah Allah لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ karena di ruang inilah esensi dari perbedaan, dan di ruang (muamalah) kehidupan bermasyarakat kita hidup bersama,” ujar dia.
Ketiga, toleransi adalah bagian dari keadilan. Toleransi adalah bagian dari Keadilan, karena itu berarti mutuai, saling memberi, saling menghormati, saling melindungi, saling menyayangi, saling mengakui, bukan kebalikannya, yaitu kebencian. “Adanya keadilan karena adanya kata saling,” papar dia.
Keempat, keindahan adalah hiasan kebajikan. Manusia yang tampan, gagah, dan taii, akan memiliki penampilan yang sempurna jika diberi hiasan yang tepat. Rumah, mobil, motor, dan jenis-jenis materi lainnya akan semakin indah jika memiliki aksesoris yang tepat.
“Hiasan yang paling tepat dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat adalah toleransi. Karena dari toleransi akan menghasilkan kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain,” kata dia.
Kelima, hasil terbaik dari pendidikan adalah keteladanan. Jika siswa cerdas, menguasai materi pendidikan, memiliki pengetahuan yang luas, menikmati pengetahuannya, dan memiliki nilai yang baik, mereka masih membutuhkan satu pengetahuan lagi, yaitu pengetahuan untuk memanfaatkan pengetahuan.
Salah satu ilmu untuk memanfaatkan ilmu adalah toleransi karena dengan toleransi akan lebih mudah mendapatkan jaringan, relasi, partner bisnis, sumber dana dan lain-lain. “Tasamuh adalah bagian dari Akhlakul Karimah, dan merupakan sebaik-baiknya pendidikan,” kata Kiai Marsudi.
Dia menjelaskan, toleransi adalah kunci dari sebuah tindakan dan kebebasan. “Jika kita ingin pergi, kita harus menentukan dulu tujuan kemana kita ingin pergi, paling tidak diaktifkan terlebih dahulu, baru mulai berjalan, begitu juga ketika kita ingin melakukan sesuatu yang harus berhubungan dengan orang lain. Tasamuh harus diaktifkan terlebih dahulu, karena dalam keadaan apapun kita akan lebih mudah beradaptasi, lebih mudah mencari jalan keluar jika ada masalah, dan lebih mudah diterima oleh masyarakat, serta mudah untuk berhasil pada akhirnya,” ujar dia.
Dia menyebutkan, menanamkan tasamuh adalah memberi ruang untuk memaafkan, memberi ruang untuk menerima, memberi ruang untuk memberikan kebaikan, dan berpaling serta menjauhkan diri dari kebodohan. Seperti yang dikatakan oleh Alquran:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ
“Bersikaplah toleran, dan perintahkan kesopanan, dan hindari yang jahil.” (QS Al-Araf 199).