Houthi Luncurkan Misil Balistik Targetkan Tel Aviv: Sirene Meraung, Warga Israel Panik
Laporan Ynet mengklaim tiga misil kiriman Houthi diintersep oleh militer Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Raungan sirene terdengar dan warga berlarian dalam kepanikan di beberapa wilayah metropolitan Tel Aviv, Israel usai militan Houthi seperti dilaporkan meluncurkan serangan misil balistik. Laporan Ynet pada Jumat (27/9/2024) mengklaim, misil-misil kiriman Houthi itu berhasil diintersep oleh Israel, sehingga tak menimbulkan korban jiwa atau luka dari kalangan warga sipil atau militer.
Sebuah laporan PBB yang dirilis pada Kamis (26/9/2024), mengungkapkan, bahwa pejuang Houthi telah berkembang dari "sebuah kelompok bersenjata lokal dengan kemampuan terbatas menjadi organisasi militer yang kuat" dengan bantuan dari Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Hizbullah, dan tentara elite Irak.
Ini adalah serangan kedua misil Houthi ke daratan Israel setelah pada awal September, kirim misil dari Yaman menembus sistem pertahanan udara Israel dan menghantam wilayah Israel tengah. Pada Juli, sebuah serangan drone Houthi ke Tel Aviv menewaskan satu orang dan melukai beberapa warga Israel lainnya yang dibalas kemudian oleh IDF lewat serangkaian serangan bom ke Pelabuhan Hodeidah.
Pada Rabu (25/9/2024), Hizbullah mengumumkan telah menembakkan rudal ke Tel Aviv untuk pertama kalinya dan menyasar markas badan intelijen Israel, Mossad. Dalam sebuah pernyataan seperti dilaporkan Anadolu, kelompok itu mengatakan mereka menembakkan rudal balistik "Qader-1" ke fasilitas Mossad, yang mereka tuduh bertanggung jawab atas gelombang pembunuhan komandan Hizbullah baru-baru ini dan ribuan ledakan perangkat komunikasi yang digunakan anggotanya, yang menewaskan puluhan orang.
Media Israel, termasuk situs berita Times of Israel, mengutip pernyataan militer yang mengeklaim bahwa rudal Hizbullah berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel, David's Sling, sebuah sistem pencegat rudal jarak menengah hingga jauh, saat rudal itu mendekati sasaran di pinggiran Tel Aviv.
Sirine berbunyi di Tel Aviv dan kota-kota lain di Israel tengah setelah penembakan tersebut. Sementara itu, militer Israel mengumumkan bahwa mereka telah menyerang lokasi peluncur rudal Hizbullah di Lebanon selatan, dengan klaim bahwa lokasi tersebut digunakan untuk menembakkan rudal ke Tel Aviv.
Sejak Senin (23/9/2024) dini hari, militer Israel telah melakukan gelombang serangan udara di Lebanon dengan menyasar lokasi-lokasi Hizbullah di tengah meningkatnya pertempuran antara kedua belah pihak. Serangan Israel menewaskan sedikitnya 640 orang dan melukai lebih dari 2.500 lainnya, menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan.
Menteri Dalam Negeri Lebanon Bassam Mawlawi pada Kamis (26/9/2024) mengumumkan, sekitar 13.500 warga Suriah telah meninggalkan Lebanon kembali ke Suriah sejak dimulainya serangan udara Israel pada Senin (23/9/2024). “Ada 13.500 warga Suriah yang telah meninggalkan Lebanon untuk kembali ke Suriah,” ujar Bassam Mawlawi dalam konferensi pers di Beirut.
Lebanon menampung 1,8 juta pengungsi Suriah, sekitar 900.000 di antaranya terdaftar di badan pengungsi PBB (UNHCR). Mawlawi juga menyampaikan bahwa sekitar 70.100 orang telah mengungsi ke 533 tempat penampungan di Lebanon akibat serangan Israel yang terus berlanjut.
“Ada juga tempat penampungan di wilayah Bekaa, Lebanon timur, yang disediakan untuk warga Suriah,” tambahnya.
AS, Uni Eropa, dan sembilan negara lainnya menyerukan Israel dan Hizbullah pada Rabu malam untuk menyetujui gencatan senjata selama 21 hari di tengah meningkatnya bentrokan lintas batas. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, membantah laporan media yang menyatakan bahwa ia telah menyetujui usulan gencatan senjata, dan menyebut bahwa ia memerintahkan tentaranya untuk terus menyerang Lebanon dengan kekuatan penuh.
Netanyahu juga mengatakan bahwa perang Israel di Gaza akan berlanjut “hingga semua tujuan perang tercapai.”
Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam bentrokan lintas batas sejak dimulainya perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan hampir 41.500 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober lalu. Masyarakat internasional telah memperingatkan mengenai serangan ke Lebanon, karena hal ini dapat memperluas konflik Gaza secara regional.