Usai Bunuh Hasan Nasrallah, Israel Kembali Berlindung di Bawah 'Ketiak' AS
Netanyahu telah berulangkali melewati batas merah.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT — Setelah melakukan pembunuhan terhadap pimpinan Hizbullah Hasan Nasrallah, penjajah Israel kembali meminta Amerika Serikat bertindak untuk mencegah Iran melancarkan serangan balasan, kata pejabat Israel dan AS kepada Barak Ravid dari Axios pada Sabtu.
Perang Israel yang didukung Amerika Serikat dengan genosida di jalur Gaza telah berkecamuk selama hampir setahun. Pembantaian yang menewaskan lebih dari 41 ribu jiwa tersebut masih berlangsung yang kemudian melebar dengan agresi brutal Israel di Lebanon dan sudah merenggut ribuan nyawa.
Sementara itu, Iran telah mengambil pendekatan yang tidak terlalu konfrontatif, menurut Axios. Meski demikian, pembunuhan pimpinan sekutu utamanya dengan secara terang-terangan melanggar kedaulatan Lebanon diperkirakan akan menyebabkan respons besar Iran.
Militer Israel melancarkan serangan udara besar-besaran di pinggiran selatan Beirut, yang menghancurkan beberapa bangunan pada Jumat lalu. Akibat serangan tersebut, Hasan Nasrallah gugur. Hizbullah yang sudah mengonfirmasi kematian pimpinannya itu berjanji untuk tetap teguh pada jalan yang telah digariskan Hasan Nasrallah selama beberapa dekade saat ia menjabat sebagai sekretaris jenderal Hizbullah.
Iran telah berupaya menghindari perang regional. Sementara Israel terus-menerus mendorong kawasan itu ke ambang perang melalui pembunuhan dan kejahatan perang yang berulang-ulang.Namun, menurut Axios, pembunuhan Sayyed Nasrallah dapat mendorong Teheran ke dalam perang.
Presiden AS Joe Biden mengeluarkan pernyataan pada Sabtu, menginstruksikan Menteri Pertahanan untuk "lebih meningkatkan postur pertahanan" pasukan militer AS di Timur Tengah. Biden ingin mencegah eskalasi apa pun, dengan mengklaim hal ini dilakukan untuk mencegah agresi dan mengurangi risiko perang regional yang lebih luas.
Netanyahu bikin frustrasi..
Pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan telah melancarkan serangan yang menewaskan Sayyed Nasrallah di Beirut tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan AS, bahkan ketika Washington mendesak pengekangan dan mendorong gencatan senjata di atas meja.
Netanyahu dilaporkan telah membuat Pemerintahan Joe Biden frustrasi karena telah berulangkali melewati batas merah. Pimpinan Partai Likud itu melakukan serangan tanpa memberi tahu Amerika Serikat, dan mengabaikan seruan pemerintahannya untuk gencatan senjata. Selain itu, Amerika Serikat kembali harus mengelola dampak dari tindakan Israel.
"Nasrallah adalah orang jahat, tetapi sangat membuat frustrasi bahwa Israel melakukan ini tanpa berkonsultasi dengan kami dan kemudian meminta kami untuk membersihkan diri dalam hal menghalangi Iran," kata seorang pejabat AS, menurut Axios.
Meskipun ada keluhan, pemerintahan Biden terus membela penjajah Israel, dengan mengatakan mereka mendukung haknya untuk "membela diri" terhadap Iran dan sekutunya. Biden sendiri bahkan menyebut pembunuhan itu sebagai "tindakan keadilan."
Korps Garda Revolusi Islam mengonfirmasi bahwa Brigadir Jenderal Abbas Nilforoushan, komandan utamanya di Lebanon, juga tewas dalam serangan itu. Hal tersebut membuat kemungkinan pembalasan Iran semakin besar.
Menteri Keamanan Israel Yoav Gallant telah meminta AS untuk mengeluarkan pernyataan publik dan mengambil langkah-langkah operasional untuk mencegah serangan Iran. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menegaskan kembali bahwa Washington berkomitmen untuk mencegah Iran dan sekutunya dari "memanfaatkan situasi" untuk "memperluas konflik". Ia juga menekankan bahwa pasukan AS tetap siap untuk membela personel AS dan Israel.
Pemimpin Revolusi Islam di Iran, Sayyed Ali Khamenei mengeluarkan pesan untuk kesyahidan Sayyed Nasrallah, dengan mengatakan bahwa Hizbullah akan terus hidup. Khamenei menegaskan, serangan perlawanan terhadap tubuh entitas Zionis yang membusuk akan menjadi lebih parah.